AMBON, Suara Muhammadiyah – Sidang Tanwir I Muhammadiyah masih sedang berlangsung hingga Ahad, 26 Februari 2017 di Islamic Center Ambon, Maluku. Sidang tertinggi setingkat di bawah muktamar ini resmi dibuka oleh Presiden Jokowi, Jumat (24/2), yang sekaligus meresmikan klinik apung Said Tuhuleley. Selain itu juga mencanangkan pembangunan RS PKU Muhammadiyah dan Universitas Muhammadiyah Maluku, serta Pusdiklat Pertanian Muhammadiyah se-Indonesia Timur.
Turut hadir mendampingi Presiden Jokowi antara lain Menteri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin, Gubernur Maluku Said Assagaf, Ketua MPR RI Zulkifli Hasan, Ketua DPR RI Setya Novanto, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil, Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo dan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian.
Ada banyak sisi menarik dari acara rutinan Muhammadiyah itu. Salah satunya tertuju pada Tim Paduan Suara pembukaan Tanwir yang terdiri dari Siswa SMK Muhammadiyah dan Sekolah Tinggi Agama Kristen Negeri Ambon. Mereka tampil apik dan penuh percaya diri di hadapan Presiden Jokowi dan tamu undangan.
Penampilan para siswa dari latar belakang berbeda itu mampu memukau tamu undangan dan segenap peserta tanwir. Alunan nada suara yang menawan membuat peserta tanwir merinding. Dengan balutan kostum putih dan merah, mereka menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan Mars Muhammadiyah ‘Sang Surya’.
Fenomena seperti ini sebenarnya bukanlah hal baru di Muhammadiyah. Di banyak sekolah dan universitas Muhammadiyah yang berada di wilayah Indonesia Timur, kebanyakan peserta didiknya justru didominasi dari kalangan non-muslim. Muhammadiyah bahkan menyediakan guru agama Kristen. Dari sini, di wilayah Indonesia Timur dikenal varian Kristen-Muhammadiyah (Krismuha).
Salah satu peserta tanwir Muhammadiyah Ambon, Danik Eka Rahmaningtiyas yang juga Wasekjen Dewan Pimpinan Pusat Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menyatakan bahwa pelaksanaan Tanwir Muhammadiyah Ambon menunjukkan miniatur wajah Indonesia.
“Ini adalah miniatur Indonesia. Keramahan dalam keragaman, kebajikan dalam setiap kebijakan. Bayangkan jika ada egosentrisme antar kelompok, tidak mungkin tercipta melodi yang enak didengar,” kata mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) itu.
Danik Eka mengaku merinding saat mendengar lagu ‘Sang Surya’ dinyayikan dengan syahdu dan penuh penghayatan oleh para siswa yang berbeda keyakinan. “Bagaimana tidak merinding mendengar lagu Sang Surya dinyayikan dengan syahdu oleh orang-orang yang berbeda agama. Muhammadiyah sebagai organisasi keagamaan progressif telah memberikan contoh konkrit tentang toleransi dalam keseharian,” kata Eka.
Dia berharap, suasana seperti ini terus dipelihara di tengah-tengah masyarkat Indonesia yang multikultur. “Semoga seluruh stakeholder Negeri ini mengambil peran aktif dalam menebar virus kebajikan. Karena Bangsa yang kuat adalah bangsa yang menghargai dan merawat perbedaan,” tutur Eka. (Ribas/foto:Dwi Agus & Qorib)