Di Timur, Klinik Apung Said Tuhuleley Berlayar Merawat Kesehatan dan Kebhinekaan

islam

Di Timur, Klinik Apung Said Tuhuleley Berlayar Merawat Kesehatan dan Kebhinnekaan Foto Lazismu/SM

Suara Muhammadiyah-Presiden Joko Widodo meresmikan klinik apung Said Tuhuleley sejenak seusai membuka sidang tanwir Muhammadiyah di Gedung Islamic Centre Ambon. Prosesi peresmian dilakukan tepat di belakang gedung Islamic Centre, tidak jauh dari Pelabuhan Yos Sudarso Ambon, Jumat (24/2). Peresmian operasional kapal yang memulai pelayaran dari Jakarta pada Rabu (15/2) dan sampai di Kota Ambon pada Selasa (21/2) itu ditandai dengan pembunyian sirine dan penandatanganan prasasti Klinik Apung Said Tuhuleley.

Direktur Lazismu, Andar Nubowo mengatakan, klinik apung ini merupakan klinik pertama yang digagas Lembaga Amil Zakat Nasional Lazismu untuk misi kemanusiaan, dari total 16 unit kapal yang ditargetkan. Setelah peresmian Klinik Apung Said Tuhuleley, Lazismu menerima beberapa unit kapal tambahan. “Sehari setelah diluncurkan, Lazismu mengelola 6 buah klinik yang akan ditempatkan di pulau-pulau terpencil Indonesia. Semoga kebaikan untuk kemanusiaan itu terus menular,” kata Andar.

Klinik yang menelan biaya Rp 2 milyar ini dibangun dengan basis kapal yacht berbahan dasar fiberglass dengan berat mencapai 8 ton. Kapal yang dibangun di galangan Young Marine selama empat bulan ini diharapkan mampu menjawab kebutuhan  layanan kesehatan masyarakat di wilayah Indonesia Timur. Selain misi kemanusiaan, kapal ini juga membawa misi keberagaman, bersinergi dalam perbedaan menuju harmoni Indonesia Berkemajuan.

Maluku menjadi tujuan pertama aksi kemanusiaan. Klinik Apung Said Tuhuleley ini memberikan layanan kesehatan secara cuma-cuma kepada masyarakat pesisir dan pulau-pulau yang ada di Maluku. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) 2014, Maluku merupakan provinsi dengan jumlah tenaga kesehatan terendah, yakni hanya 1% dari total jumlah tenaga kesehatan se-Indonesia. Ketersediaan dokter di Maluku baru 6:10.000 penduduk dari idealnya 11:10.000 orang.

Selain dijuluki Negeri Para Raja, Maluku juga digelari ‘Negeri Seribu Pulau’. Terdapat 1.340 pulau tersebar di 11 kabupaten/kota di Maluku, yang dihuni oleh penduduk dari beragam latar belakang suku, ras, agama, dan golongan. Ketua Badan Pengurus Lazismu PP Muhammadiyah, Hilman Latief menyatakan komitmen Muhammadiyah tidak pernah pudar untuk misi kemanusiaan universal. “Pelayanan ini bukan hanya buat warga Muhammadiyah atau umat Islam, melainkan juga untuk semua orang. Pelayanan kesehatan tidak memandang siapa orangnya,” tutur Hilman.

Tepat sehari setelah diresmikan, kegiatan bakti sosial dan pelayanan kesehatan untuk pertama kalinya dimulai di kepulauan Saparua, Maluku, pada Sabtu (25/2). Dalam kegiatan itu, turut serta tim medis dari Rumah Sakit Islam Jakarta yang terdiri dari 3 dokter, 5 perawat dan 1 apoteker. Saparua yang berjarak sekitar 50 mil dari kota Ambon dipilih sebagai tujuan pertama, dikarenakan merupakan tempat kelahiran Said Tuhuleley. Tokoh pemberdayaan Muhammadiyah yang diabadikan menjadi nama klinik ini. Said dikenal dengan dedikasi tinggi dan totalitas pengabdiannya untuk membersamai dan berpihak kepada kaum mustadl’afin hingga akhir hayatnya pada 9 Juni 2015.

Ketua PP Muhammadiyah Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Lingkungan Hidup, Kebencanaan dan ZIS, Hajriyanto Y Thohari menuturkan, Maluku memiliki banyak pulau kecil dan terpencil yang harus ditempuh dengan jarak yang cukup jauh. “Pengadaan Klinik Apung ini akan sangat membantu masyarakat terpencil dalam mendapatkan pelayanan, baik kesehatan maupun pendidikan,” katanya.

Keberadaan klinik ini disambut penuh suka cita oleh Pemerintah Provinsi Maluku. “Selama ini kami sewa kapal yang sangat mahal,” kata Kepala Dinas Kesehatan Maluku Meikyal Pontoh. Hal senada diungkapkan oleh ketua umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir seusai peresmian.

“Bantuan klinik apung ini merupakan kebutuhan bagi masyarakat di daerah ini yang terdiri dari pulau-pulau. Kami berharap dengan keberadaan kapal ini akan mampu menjawab masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat di kepulauan terpencil,” tutur Haedar. (Ribas)

Exit mobile version