YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah- Jurusan Ilmu Pemerintahan UMY menggelar Public Lecture tentang Troubled Transit: Politik IndonesiaBagi Para Pencari Suaka yang disampaikan oleh Antje Missbach, Ph.D dari Monash University, Selasa, (28/2).
Kegiatan kuliah umum diselenggarakan mengingatkan isu human right atau masalah perlindungan kemanusiaan yang terus muncul akibat ketegangan global atau regional.
Troubled Transit, menurut penelitian Antje, adalah upaya melihat para pencari suaka yang terjebak di pengasingan Indonesia dari sejumlah sudut pandang.
Hasil Riset tersebut telah diterbitkan oleh YOI. Buku ini menyajikan banyak cerita para migran transit dan persepsi otoritas Indonesia serta perwakilan-perwakilan organisasi internasional dan organisasi non-pemerintah yang bertanggung jawab dalam pengurusan pencari suaka.
Menurut data, sampai dengan akhir Januari 2016, sebanyak 7,616 pencari suaka terdaftar di UNHCR Jakarta secara kumulatif dari Afghanistan (50%), Somalia (10%) dan Myanmar (5%). Jumlah yang sangat besar dan sepertinya faktor keteganan politik global memaksa banyak negara untuk bekerja keras termasuk mengevaluasi kebijakan terkait pengungsi ini. Para pencari suaka bisa datang kapan saja dan tidak dapat diprediksi.
Namun demikian, seringkali terminologi pencari suaka dan pengungsi menimbulkan kebingungan. Seorang pencari suaka adalah seseorang yang menyebut dirinya sebagai pengungsi, namun permintaan mereka akan perlindungan belum selesai dipertimbangkan.
Secara prosedural, Seorang pencari suaka yang meminta perlindungan akan dievaluasi melalui prosedur penentuan status pengungsi (RSD), yang dimulai sejak tahap pendaftaran atau registrasi pencari suaka. Selanjutnya setelah registrasi, UNHCR dibantu dengan penerjemah yang kompeten melakukan interview terhadap pencari suaka tersebut.
Proses interview tersebut akan melahirkan alasan – alasan yang melatarbelakangi keputusan apakah status pengungsi dapat diberikan atau ditolak. Pencari suaka selanjutnya diberikan satu buah kesempatan untuk meminta banding atas permintaannya akan perlindungan internasional yang sebelumnya ditolak.
Kagum akan besarnya kegigihan para pencari suaka selama menempuh perjalanan mereka yang cukup panjang dan berbahaya, buku ini secara khusus berusaha menyoroti fragmen perjalanan tersebut – Indonesia, yang bagi banyak pencari suaka merupakan batu loncatan terakhir menuju kehidupan yang baru.
Saat keinginan untuk memperoleh hidup baru tak terbendung, banyak pencari suaka terjebak dalam kompleksitas kehidupan di transit. Indonesia, sebuah negara kepulauan yang memiliki lebih dari 17.000 pulau, lebih dari sekadar sebuah tempat di mana orang-orang menghabiskan waktu untuk menunggu; Indonesia merupakan negara-bangsa yang berinteraksi dengan para pencari suaka transit dan merumuskan kebijakan-kebijakan yang berdampak cukup besar bagi pengalaman para migran transit yang tinggal di sana.
“Troubled Transit berupaya untuk menjelaskan kompleksitas migrasi transit dari sudut pandang para migran dalam konteks pemerintah Indonesia dan tantangan politiknya, termasuk hubungannya dengan Australia. Dengan memperhatikan kebijakan-kebijakan Indonesia dan proses pembuatan kebijakan akan memberikan Indonesia relevansi yang lebih luas, sebagai sebuah negara transit dan sebagai mitra dalam skema perlindungan regional dan pengelolaan migrasi,” ungkap Antje.
Antje Missbach yang menjadi narasumber kuliah kali ini merupakan seorang peneliti pada Departemen Antropologi di Universitas Monash, Melbourne. Antje pernah tinggal di Indonesia saat remaja. Hal tersebut menumbuhkan ketertarikannya pada perkembangan sosial politik di Indonesia. Antje mempelajari kajian Asia Tenggara dan Antropologi di Universitas Humboldt, Berlin dan memperoleh gelar PhD dari Australian National University, Canberra dengan tesisnya mengenai politik jarak jauh diaspora Aceh.
Global-local pressure adalah suatu situasi yang dapat digambarkan dalam melihat persoalan kontemporer akhir-akhir ini bagi penegakan kedaulatan, menegakkan ketertiban dunia, dan juga mengendalikan ketegangan kawasan yang kerap dipicu oleh perang di berbagai negara baik antar warga (civil war) atau akibat ekspansi negara lain.
“Karena itulah jurusan ilmu pemerintahan bermaksud untuk membedah fenomena ini dalam tajuk kuliah umum (public lecture) dari seorang scholar yang expert di bidang ini,” ungkap David Efendi selaku koordinator acara.
Kegiatan kuliah umum dan diskusi buku yang bertempat di gedung pasca sarjana UMY ini sangat diapresiasi oleh ketua Jurusan IP UMY dan Bapak Rektor UMY, Dr Gunawan Budianto.
Menurut Gunawan, kegiatan kuliah umum bernuansa internasional dapat memberikan wacana secara praksis mengenai hubungan politik internasional denan kebijakan domestik dalam negeri. “Kegiatan ini juga dapat menumbuhkan potensi penelitian mahasiswa,” pungkasnya di saat memberikan sambutan pembukaan.
Senada dengan hal itu, Titin Selalu ketua jurusan menyampaikan terima kasih kepada Narasumber dan pihak Yayasan Obor Indonesia. “Kegiatan ini mampu memberikan pemahaman mengenai perkembangan politik internasional yang juga berhubungan dengan spektrum pola kerja sama perdagangan internasional, dimana batas-batas negara semakin menyempit, dalam kajian ilmu pemerintahan penting berfikir formulasi advokasi kebijakan publik dari semua stakeholder yang juga kompleks baik di level pemerintah pusat maupun pemerintah daerah terutama di perbatasan.
Kegiatan ini difasilatatori oleh David Efendi (Jurusan IP UMY) sebagai moderator dan dihadiri kurang lebih 200 mahasiswa dan tenaga pengajar di lingkungan UMY serta mahasiswa internasional. Kegiatan ini juga terlaksana atas kerjasama antara jurusan IP UMY, MIP UMY, IGOV, JKSG UMY dengan Buku Obor Indonesia dan BHP UMY juga dengan media partner antara lain, Kedaulatan rakyat, radar Jogja, dan radioMu (David E).