Berita Gembira Bagi Orang Yang Beriman; Tafsir Surat Al-Baqarah ayat 25
وَبَشِّرِ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ ۖ كُلَّمَا رُزِقُوا مِنْهَا مِن ثَمَرَةٍ رِّزْقًا ۙ قَالُوا هَٰذَا الَّذِي رُزِقْنَا مِن قَبْلُ ۖ وَأُتُوا بِهِ مُتَشَابِهًا ۖ وَلَهُمْ فِيهَا أَزْوَاجٌ مُّطَهَّرَةٌ ۖ وَهُمْ فِيهَا خَالِدُونَ [٢:٢٥]
“Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat kebajikan, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan: “Inilah rezki yang pernah diberikan kepada kami dahulu.” Mereka diberi buah-buahan yang serupa. Dan di sana mereka memperoleh pasangan-pasangan yang suci. Mereka kekal di dalamnya.”
Ayat ke 25 ini merupakan kelompok ayat dari satu tema besar (ayat 1-29) dalam surat al-Baqarah. Pada kelompok ayat-ayat sebelumnya, Allah memerintahkan kepada seluruh manusia untuk menyembah kepada-Nya karena hanya Allah-lah yang telah menciptakan segala sesuatu baik yang ada di langit maupun yang di bumi. Karena itulah, bagi manusia, sikap musyrik terhadap Allah merupakan hal yang dilarang keras dalam agama (ayat 21-22).
Beriman terhadap Allah mutlak diperlukan dan harus dilaksanakan oleh setiap manusia. Jika kemudian ini tidak dilakukan, konsekuensi yang akan diterima adalah balasan neraka yang telah dijanjikan oleh Allah swt. (ayat 23-24). Pada ayat 25 ini sebaliknya, bagi setiap orang yang memiliki keimanan kepada Allah swt. dan selalu mengiringinya dengan amal saleh maka akan mendapatkan konsekuensi positif berupa kenikmatan-kenikmatan yang telah Allah sediakan.
Allah swt. memerintahkan kepada Nabi Muhammad saw. untuk menyampaikan kabar gembira kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh bahwa di akhirat nanti mereka akan mendapat balasan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai. Jannātin (جَنَّاتٍ) di dalam ayat ini adalah bentuk jama’ muannats sālim (جمع المؤنث السالم) dari jannah (جنة) yang secara harfiah berarti taman. Kata jannah (جنة) berasal dari kata janna (جنّ) dengan arti tersembunyi. Sebuah taman dinamai jannah (جنة) karena di dalam taman tumbuh pohon-pohon yang rindang sehingga orang-orang yang ada di dalamnya tidak kelihatan karena tersembunyi oleh pohon-pohon yang rindang itu.
Tidak hanya dalam ayat ini, tetapi dalam banyak ayat lainnya surga selalu digambarkan dengan taman lengkap dengan sungai yang mengalir. Kadang-kadang ditambah dengan kenikmatan aneka ragam buah-buahan, seperti buah anggur dan delima. Lain kesempatan dilengkapi kenikmatan surga dengan minuman yang segar, tempat duduk santai, bahkan dalam beberapa tempat disebut ada bidadari yang cantik. Yang hampir selalu disebut adalah taman dengan sungai yang mengalir di dalamnya.
Timbul pertanyaan, kenapa surga digambarkan dengan taman dengan sungai yang airnya mengalir? Secara cepat ada yang menjawab, karena Al-Qur’an diturunkan kepada bangsa Arab yang tinggal di padang pasir sahara yang tandus. Adalah sesuatu yang menjadi impian mereka untuk memiliki taman-taman yang rindang dan indah lengkap dengan sungai yang airnya mengalir. Akan lebih menarik hati mereka lagi apabila di dalam taman itu terdapat beragam buah-buahan yang lezat-lezat dan tempat untuk bersantai lengkap dengan hidangan minuman yang segar.
Tetapi jawaban seperti ini mendatangkan persoalan, apakah surga berupa taman dengan sungai yang airnya mengalir itu tetap menarik hati dan menjadi impian masyarakat yang tinggal di negeri yang alamnya indah, hijau, berbukit-bukit dan ada sungai yang membentang berliku-liku dengan air yang jernih? Surga tidak boleh hanya menarik hati sebagian masyarakat tetapi tidak menarik bagi yang lainnya, karena Al-Qur’an diturunkan untuk seluruh umat manusia sepanjang zaman di mana pun mereka berada.
Sebenarnya taman yang indah dan rindang dengan air yang mengalir adalah sebuah kenikmatan yang universal, akan selalu menarik hati bangsa manapun, di mana dan kapanpun. Semua orang, betapapun tidak terpelajarnya mereka, pasti dapat membayangkan keindahan taman yang rindang lengkap dengan sungai-sungainya. Jika surga digambarkan dengan kenikmatan yang spesifik, lokal dan tidak bersifat universal, tentu tidak menarik hati manusia seluruh dunia.
Bayangkan jika masyarakat yang jauh di pedalaman, di tengah hutan dan tidak mengenal produk teknologi modern, kita janjikan hadiah berupa cellphone, ipad, black berry, dan lain sebagainya, tentu mereka tidak akan tertarik karena tidak mengerti. Begitu juga apabila kepada mereka dijanjikan suguhan makanan spaghetti, pizza, donat, dan lain sebagainya tentu mereka juga tidak akan tertarik karena tidak mengerti dan tidak bisa membayangkannya.
Visualisasi surga di dalam Al-Qur’an hanyalah sekadar gambaran supaya dapat dipahami, bukan keadaan yang sebenarnya. Keadaan yang sebenarnya dari surga tidak dapat dibayangkan. Dalam sebuah hadis qudsi Allah berfirman: “Aku sediakan bagi hambaku yang saleh, apa yang belum pernah dilihat oleh mata, belum pernah didengar oleh telinga, dan tidak pernah terbetik di dalam hati” (HR. Bukhari dan Muslim). Oleh sebab itu digambarkan dalam ayat yang dibahas, tatkala kepada penduduk surga diberikan aneka ragam buah-buahan, mereka mengira buah-buahan yang berada di hadapan mereka itu sama dengan buah-buahan waktu di dunia dulu. Allah menegaskan, hanya serupa, tetapi tidak sama.
Ungkapan surga dalam ayat ini merupakan gambaran sebuah tempat yang indah, hijau, rindang, teduh, dan menyejukkan lengkap dengan mata air yang selalu mengalir sepanjang waktu. Tentu penggambaran itu bukan hanya ungkapan-ungkapan eskatologis, tetapi lebih dari itu merupakan ungkapan aktual untuk segala masa termasuk ketika masih di dunia. Orang yang beriman dengan keteguhan hati, pribadinya akan merasa tenteram dan menenteramkan orang-orang disekitarnya. Kemudian perilaku sosialnya akan menciptakan dunia ini sebagaimana surga yang penuh dengan keteduhan dan kesejukan. Oleh karenanya, implikasi dari gambaran surga pada hakikatnya merupakan “perintah” Allah kepada orang beriman untuk membuat dunia ini sebagaimana gambaran surga tersebut, yakni indah, hijau, rindang, teduh, dan menyejukkan.
Hal ini penting dilakukan karena manusia di dunia merupakan khalifah (al-Baqarah ayat 30) yang punya tugas menjadikan dunia sebagai tempat seperti surga di akhirat. Untuk itu, sebuah keharusan manusia untuk memiliki kepedulian terhadap keserasian alam, menjaga kelestarian alam, dan menciptakan keseimbangannya.
Sifat orang beriman dalam ayat di depan disebutkan sebagai mushlihūn ( مصلحون /pembuat kebaikan), bukan mufsidūn (مفسدون / pembuat kerusakan) (QS. al-Baqarah [2]: ayat 10). Dengan demikian, kepedulian terhadap lingkungan hidup menjadi salah satu bagian dari keimanan itu sendiri, dan bagian dari tujuan syari’at Islam, yakni hifzhul bī’ah ( حفظ البيئة/menjaga keserasian alam). Keimanan (teologi) harus berimplikasi pada penciptaan lingkungan hidup, dan inilah amal saleh sebagaimana disebut dalam ayat ini. Untuk konteks lebih luas amal saleh merupakan penjabaran iman dalam perilaku sehari-hari.
Penggambaran surga tersebut memberikan pemahaman bahwa agar tercapai kehidupan yang tenteram, aman dan bahagia, manusia harus memperhatikan aspek lingkungan hidup. Salah satunya dengan menjaga kelestarian alam yang merupakan sistem ideal dalam kehidupan manusia. Menjaga dan melestarikan alam inilah yang menjadi bagian dari amal saleh manusia yang dapat mengantarkannya pada keridaan Allah swt. (surga-Nya).
Dijelaskan juga dalam ayat bahwa bagi orang-orang beriman dan beramal saleh, akan mendapatkan pasangan yang suci. Di dalam ayat diungkapkan dengan kalimat azwājun muthahharah (أَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ). Azwāj adalah bentuk jama’ (جمع) dari zauj (زوج). Dalam bahasa Arab, kata zauj (زوج) bersifat netral, bisa digunakan untuk laki-laki dan perempuan. Sehingga sebenarnya lebih tepat diterjemahkan pasangan, bukan isteri-isteri. Ayat ini ditutup dengan pernyataan bahwa orang-orang beriman dan beramal saleh akan kekal di dalam surga buat selama-lamanya.