YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah—Pada tahun 1920, KH Ahmad Dahlan mengadakan perjalanan dagang ke Batavia. Pada suatu hari, datanglah seorang tamu menemui tokoh pendiri Muhammadiyah ini. Lalu, terjadilah percakapan serius antara KH Ahmad Dahlan dengan sang tamu.
“Bagaimana cara mendirikan cabang Muhammadiyah di sini, kiai?” tanya sang tamu.
“Mendirikan Muhammadiyah itu cukup dengan 3 syarat,” Kiai Ahmad Dahlan menyampaikan wasiat. “Pertama, harus mau (niat, sungguh-sungguh—red). Kedua, berani bertanya. Ketiga, berani meminta derma.”
Itulah tiga wasiat KH Ahmad Dahlan kepada sang tamu. Di kemudian hari, tamu tersebut dikenal sebagai salah satu tokoh perintis Muhammadiyah Batavia. Namanya H. Kartosudarmo.
Lahir pada tahun 1890, Kartosudarmo dikenal sebagai sosok yang pendiam. Pribadinya sangat disiplin dan dikenal berwatak teguh pendirian. Jika bicara selalu rendah hati.
Kartosudarmo adalah salah satu tokoh perintis Muhammadiyah cabang Batavia. Pada tahun 1920, dia bertemu KH Ahmad Dahlan di Batavia meminta wasiat bagaimana mendirikan Muhammadiyah. Lalu, KH Ahmad Dahlan memberi amanat kepada Kartosudarmo untuk mendirikan cabang Muhammadiyah di kota tersebut dengan tiga syarat: 1) mau, 2) berani bertanya, 3) berani meminta derma. Demikian kenang Kartosudarmo sewaktu mengingat-ingat pertemuan yang amat mengesankan dengan pendiri Muhammadiyah pada tahun 1920.
Sosok Kartosudarmo selama aktif di Muhammadiyah dikenal sangat radikal dalam bertindak. Konon, dia berkali-kali ditangkap Belanda ketika menggerakkan Muhammadiyah Batavia. Dalam setiap Kongres Muhammadiyah, dia sering dijuluki ”terompet” bagi utusan-utusan Muhammadiyah dari Sumatra.
Pendiri dan penggerak Muhammadiyah cabang Batavia ini mendapat anugrah umur yang panjang sehingga dia bisa menikmati alam kemerdekaan di Indonesia. Sampai memasuki tahun 1960, dia juga masih berkhidmat di Muhammadiyah. Kartosudarmo mendapat amanat sebagai Penasehat Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majelis Pengajaran dan Perwakilan Pimpinan Pusat Muhammadiyah daerah Jakarta Raya. (Mu’arif)