Oleh Setyadi Rahman
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَ دِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَ كَفَى بِاللهِ شَهِيْدًا . أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، ذُو الْعِزَّةِ وَ الْقُوَى، وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ، لاَ نَبِي َّبَعْدَهُ وَ لاَ رَسُوْلَ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ وَ بَارِكْ عَلَى نَبِـيِّنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَي آلِهِ وَ أَصْحَابِهِ وَ كُلِّ مَنِ اتَّبَعَ ِللهِ الْهُدَى. أَمَّـا بَعْدُ فَيـَا عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْ بِنَفْسِيْ وَ إِيَّـاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ حَقَّ تُقَاتِهِ، لَعَـلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ.
Jamaah sidang Jum’ah yang dimulyakan Allah,
Michael H. Hart, seorang astrofisikawan Amerika Serikat yang dikenal sebagai penulis buku Seratus Tokoh Paling Berpengaruh Dalam Sejarah, yang judul aslinya adalah The 100: A Ranking of The Most Influential Persons in History, menyebutkan dalam bukunya tersebut bahwa Islam merupakan agama termuda yang paling cepat perkembangannya di dunia. Fakta ini dijadikan sebagai bukti tambahan oleh Hart untuk menetapkan Nabi Muhammad Saw sebagai tokoh paling puncak di antara 100 tokoh yang paling berpengaruh dalam sejarah umat manusia.
Sebagai seorang muslim kita boleh berbangga hati dengan penetapan Hart tersebut. Selebihnya kita patut bertanya, jikalau umat Islam seluruh dunia sekarang berjumlah kurang lebih 1,5 milyar, berapa sesungguhnya jumlah umat Islam yang riil mempunyai komitmen yang kuat terhadap Islam sebagai agamanya? Jika diprediksi sepintas, kemungkinan besar jumlahnya tidak mencapai sepertiganya. Problematika sosial-politik dan sosial-ekonomi, sebagai contoh, yang dihadapi umat Islam dunia, menjadi bukti akan tipisnya komitmen umat Islam terhadap agamanya. Muncul pertanyaan, sesungguhnya komitmen seperti apakah yang seharusnya dimiliki umat Islam terhadap agamanya?
Zumratal mukminin rahimakumullah,
Ketika seseorang menyatakan diri sebagai seorang muslim, dengan cara bersyahadat, berikrar di hadapan Allah yang Maha Ghaib, dengan disaksikan para malaikat dan sesama manusia, sesungguhnya ia harus menyadari akan konsekuensi logisnya, yakni ia harus mematrikan dalam dirinya lima komitmen atau “rasa keterikatan diri” seorang muslim terhadap agamanya.
Lima komitmen yang dimaksud adalah (1) seorang muslim harus mengimani Islam; (2) seorang muslim harus mengilmui Islam; (3) seorang muslim harus mengamalkan Islam; (4) seorang muslim harus mendakwahkan Islam; dan (5) seorang muslim harus bersabar dalam ber-Islam. Mengingat khutbah Jum’at ini dibatasi waktunya, maka penjelasan tentang kelima komitmen tersebut akan dilakukan secara bersambung melalui lima seri khutbah Jum’at.
Dalam khutbah kali ini, khatib akan mengawali dengan penjelasan mengenai komitmen yang pertama seorang muslim terhadap agamanya, yaitu yang disebut sebagai “muslim mengimani Islam”. Maksudnya ialah bahwa setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan, wajib meyakini akan kesempurnaan dan kebenaran Islam yang mutlak sebagai suatu sistem kehidupan dan sebagai satu kebulatan ajaran yang bersifat universal, yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan alam, dan hubungan manusia dengan sesama manusia. Kemudian, setelah itu, ia beristiqamah dalam keyakinannya tersebut, dan berusaha memelihara dan meningkatkan kualitas keyakinannya tersebut. Dasar dari komitmen yang pertama ini, antara lain, adalah firman Allah Swt:
يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا آمِنُوْا بِاللهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِيْ نَزَّلَ عَلَى رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِيْ اَنْزَلَ مِنْ قَبْلُ، وَمَنْ يَكْفُرْ بِاللهِ وَمَلائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلاَلاً بَعِيْدًا ( النساء: 136 )
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan (beriman kepada) kepada Kitab yang diturunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang diturunkan sebelumnya. Barang siapa yang kafir(atau ingkar) kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sungguh ia telah sesat dengan kesesatan yang jauh.” (Q.S. al-Nisā’ [4]: 136)
Perintah dan penegasan Allah Swt di atas, agar seorang muslim memiliki keimanan yang kuat sangatlah terang benderang. Pemahaman seperti ini sangat urgen dan penting dimiliki, mengingat kian besarnya dan bervariasinya godaan dan tantangan yang akan dihadapi seorang muslim dalam kehidupannya sehari-hari. Dari sisi akidah terdapat dua jenis tantangan, yaitu pertama, tantangan klasik berupa “keimanan tandingan” yang dikenal sebagai agama-agama budaya made in manusia, dan kedua, tantangan modern berupa faham-faham pemikiran yang sesat dan menyesatkan seperti liberalisme, sekularisme, dan pluralisme (baca: faham yang menyatakan semua agama sama benarnya dan pemeluknya mempunyai kesempatan yang sama untuk masuk surga).
Oleh karena itu, penting bagi seorang muslim untuk selalu sadar bahwa keimanan itu bersifat fluktuatif, terkadang naik dan terkadang turun. Mereformasi keimanan secara berkelanjutan dengan cara bertahlil yang disertai penghayatan dan pengamalan akan maknanya yang esensial — bukan tahlil yang mekanistik formalistik tanpa ruh dan pengaruh — merupakan resep manjur yang diberikan Rasulullah Saw, sebagaimana sabda beliau:
جَدِّدُوْا إِيْمَانَكُمْ، قِيْلَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، وَ كَيْفَ نُجَدِّدُ إِيْمَانَنَا؟ قَالَ: أَكْثِرُوْا مِنْ قَوْلِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ. ( رواه الحاكم )
Artinya: “Perbaharuilah keimanan kalian. Ditanyakan, wahai Rasulullah, bagaimana (cara) kami memperbarui keimanan kami? Nabi bersabda: ‘Perbanyaklah ucapan ‘laa ilaaha illallah’ .” (H.R. al-Hakim.)
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Untuk memperkuat keimanan tersebut, tidaklah cukup hanya bersandar pada usaha sendiri sebagai manusia yang diberi kemampuan untuk mandiri, melainkan kita juga perlu memperkokohnya dengan doa permohonan bantuan penguatan kepada Allah Swt, antara lain dengan menirukan doa para ulu l-albab (orang-orang yang mau mendayagunakan akalnya) yang diabadikan Allah Swt dalam Q.S. Ali ‘Imrān [3]: 8 sebagai berikut:
رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ اِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَّدُنْكَ رَحْمَةً، اِنَّكَ اَنْتَ الْوَهَّابُ. ( آل عمران: 8 )
Artinya: (Mereka berdoa): “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).” (Q.S. Ali ‘Imrān [3]: 8)
جَعَلَنَا اللهُ وَ إِيَّاكُمْ مِنَ اْلمُؤْمِنِـيْنَ الْمُسْـتَقِيْمِيْنَ، وَ أدْخَلَنَا وَ إِيَّاكُمْ فِيْ زُمْرَةِ الْمُوَحِّدِيْنَ، وَ قُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَ ارْحَمْ وَ أَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ.
KHUTBAH II
اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ. وَ الْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ، وَ لاَ عُدْوَانَ إِلاَّ عَلَى الظَّالِمِيْنَ. وَ الصَّلاَةُ وَ السَّلاَمُ عَلىَ نَبِـيِّنَا مُحَمَّدٍ، وَ عَليَ آلِهِ وَ أَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَريْـكَ لَهُ، الْمَلِكُ الْحَقُّ الْمُبِيْنُ، وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ، صَادِقُ الْوَعْدِ اْلأَمِيْنُ. أَمَّا بَعْـدُ فَيَاأَيـُّهَا اْلإِخْوَانُ رَحِمَكُمُ اللهُ، أُوْصِيْكُمْ وَ إِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ حَقَّ تُقَاتِهِ، وَ لاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَ أَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.
Jamaah sidang Jum’ah yang dimulyakan Allah,
Marilah kita akhiri renungan Jum’at siang ini dengan berdoa ke hadirat Allah Swt. Semoga Allah Swt berkenan menjadikan kita, antara lain, sebagai orang yang memiliki komitmen atau rasa keterikatan diri yang kuat terhadap Islam sebagai satu-satunya agama yang diridhai Allah Swt.
للَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ, وَالْمُؤْمِنَاتِ, اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ, إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ, ياَ قاَضِيَ الْحَاجَاتِ.
اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقاً وَارْزُقْنَا اِتِّبَاعَهُ, وَأَرِنَا الْبَا طِلاً وَارْزُ قْنَا اجْتِنَابَهُ.
اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًَا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلاًَ مُتَقَبَّلاً.
رَبَّنَا اَتِنََا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلاَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَالْحَمْدُ الِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ