YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah-Setahun berlalu, namun kasus meregangnya nyawa Siyono, sang terduga teroris di tangan densus 88 belum juga menemui titik terang dari pihak penegak hukum. Pengungkapan kasus yang juga dikawal oleh Tim Pembela Kemanusiaan tersebut pun mengalami sejumlah kendala untuk membawanya hingga ke pengadilan. Di antaranya, Densus 88 sudah dinyatakan bersalah atas kekerasan yang dilakukan kepada Siyono, namun hukuman yang diberikan hanya sekedar pemindahan tugas.
“Saat ini perkara etik Densus 88 tidak tuntas karena pernah terputus. Kedua, Densus sudah dinyatakan bersalah atas kekerasan yang dilakukan kepada Siyono. Namun hukumannya hanya dipindah tugaskan saja, sedangkan TPK sudah mencoba melakukan banding, namun bandingnya tidak disampaikan ke publik,” tutur Trisno Raharjo, Koordinator TPK dalam Diskusi Publik “1 Tahun Siyono,” di Ruang Sidang utama Gedung AR Fakhruddin A UMY lantai 5 pada Rabu (08/03).
Namun, kendala tersebut tegas Trisno tidak menyurutkan keinginan TPK yang akan terus mengawal pengusutan kasus hingga tuntas. Karena kasus serupa menurut Trisno pun bukanlah kasus penangkapan pertama oleh Densus 88 yang akhirnya meregang nyawa sebelum diadili secara sah. Namun, jasad Siyono menjadi yang pertamakali yang berhasil diotopsi walau sempat terjadi perbedaan hasil otopsi antara tim dokter kepolisian Klaten dengan hasil otopsi pertama yang didukung oleh TPK dan Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
“Meskipun demikian, kami akan terus berusaha mengupayakan kelangsungan pada proses hukum kasus Siyono ini,” imbuh Trisno.
Sejenak melihat kembali perbedaan hasil otopsi, Trisno menjelaskan bahwa perbedaan hasil yang dimaksud adalah tim dokter Kepolisian Klaten menyatakan penyebab kematian Siyono disebabkan oleh perlawanan oleh korban. Hal tersebut dibuktikannya dengan luka di bagian kepala belakang. Berbeda dengan hasil otopsi yang dilakukan oleh tim TPK dan PP Muhammadiyah, kematian Siyono dikarenakan oleh adanya penganiayaan. Terbukti, kematiannya disebabkan oleh ada patahan rusuk yang mengenai jantung.
“Hal tersebut menunjukkan bahwa Siyono tidak melakukan perlawanan. Jadi bukan karena benturan di kepala,” terang Trisno yang juga Dosen Fakultas Hukum UMY ini.
Kejanggalan tersebut kemudian yang mendorong TPK bersama ayah dan kakak Siyono untuk melaporkan akan dugaan kekerasan yang dilakukan oleh Densus 88 hingga kematian Siyono, kepada Polres Klaten. Ditambah dengan 2 hal lainnya yaitu pemberian uang oleh Polwan kepada istri Siyono dan juga terkait dokter yang mengotopsi Siyono. Namun, sayangnya hanya 1 kasus yang akhirnya diterima oleh kepolisian.
Dalam kesempatan yang sama, Tim TPK yang terdiri dari LBH Yogyakarta, PKBH UMY, PKBH UAD, PKBH UMS, PUSHAM UII, PAHAM DIY, Forum LSM, ICM, LBH Kadin DIY dan LBH BASKARA PM DIY mengeluarkan pernyataan sikap terkait penanganan perkara kematian Siyono. Di antaranya mendesak pihak Kepolisian untuk segara menuntaskan penyidikan dan penyelidikan kasus kematian Siyono dan membawa perkara tersebut ke pengadilan melalui Kejaksaan sesegera mungkin. Di samping tuntutan tersebut, TPK juga menuntut agar penanganan tindak pidana terorisme mampu ditegakkan berdasarkan asas hukum yang berlaku dengan cara transparan dan tidak melanggar hak asasi manusia (Th).