Laki-laki dan Perempuan, Sama atau Beda?

Laki-laki dan Perempuan, Sama atau Beda?

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah-Dua jenis kelamin manusia, laki-laki dan perempuan masih menjadi topik menarik dalam kajian-kajian psikologi, sosiologi, biologi, hingga agama. Pembahasan mengenai genetik, peran, posisi, fungsi, serta hak dan kewajiban laki-laki dan perempuan seolah selalu menjadi bahan perdebatan panjang yang tidak ada habis-habisnya. Dalam konteks sosial-keagamaan, Muhammadiyah melalui Majelis Tarjih dan Tajdid telah menawarkan suatu panduan tentang relasi laki-laki dan perempuan berkemajuan. Panduan itu terangkum dalam dua buku terbitan Suara Muhammadiyah, Adabul Mar’ah fil Islam (1972) dan Tuntunan Menuju Keluarga Sakinah (2016).

Pada Jumat (10/3), tepat dua hari setelah peringatan hari perempuan internasional, kajian rutin Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) DIY mengusung tema ‘Akhlak Perempuan Surga’. Hadir sebagai pembicara Laddy Farhana SPsi yang mengupas tentang perempuan dalam perspektif psikologi. Menurutnya memang ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam beberapa hal, namun kedua jenis kelamin ini diciptakan Tuhan untuk saling memahami, melengkapi dan bekerjasama.

Baca: Kyai Dahlan dan Nyai Walidah Wariskan Konsep Ideal Relasi Gender Muhammadiyah

Narasumber kedua, ketua LPPA PP Aisyiyah yang juga anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Alimatul Qibtiyah, PhD mengurai tentang pandangan Islam tentang laki-laki dan perempuan. Islam, menurutnya sangat adil gender. Muhammad datang dengan misi untuk menjamin keadilan. Sebagai contoh, perempuan Arab jahiliyah yang pada awalnya tidak bernilai, bayinya dikubur hidup-hidup dan bahkan dijadikan barang warisan, diubah total oleh Islam. Perempuan kemudian ditetapkan berhak untuk mendapatkan warisan sebagaimana laki-laki.

Dalam kesempatan ini, Alimatul mengupas buku terbitan Majelis Tarjih dan Tajdid, Adabul Mar’ah fil Islam. Menurutnya, Adabul Mar’ah fil Islam merupakan karya fenomenal yang sudah sangat maju pada zamannya. Konteks sosio-historis ketika itu adalah zaman orde baru yang masih belum menjamin kebebasan kepada perempuan untuk berkiprah di ranah publik.

“Buku Adabul Mar’ah Fil Islam sebagian isu sudah sangat maju jika dilihat di zaman itu, seperti kebolehan perempuan berkiprah di ranah publik, mencari ilmu, berjihad dan sebagai hakim,” tutur Alimatul Qibtiyah di gedung PWM DIY.

Baca: Mengurai Relasi Gender

Namun dalam konteks kekinian, buku itu masih memiliki beberapa konsep yang perlu ditinjau ulang dan dikontekstualisasi. “Beberapa landasan masih dilihat secara tekstual, terjemahan langsung Al-Quran dan Hadis,” kata Alim. Padahal seharusnya Al-Quran dan Hadis itu dipahami secara luas dan berkemajuan sesuai dengan spirit universal yang dibawa oleh Islam dan Nabi Muhammad.

Alimatul mengemukakan beberapa bagian Adabul Mar’ah Fil Islam yang telah disempurnakan dalam buku kedua, Tuntunan Menuju Keluarga Sakinah. Semisal tentang konsep Ketaatan Istri pada Suami. Masih terdapat subordinasi, dengan memposisikan perempuan bertanggung jawab penuh di ranah domestik dan pengasuhan. Seperti kutipan berikut; ‘Kecapakan mengatur rumah tangga, kepandaian memasak serta menjahit dan terutama mendidik anak, merupakan ketrampilan pokok bagi seorang istri atau ibu rumah tangga’. Di bagian lain; ‘Akan sangat janggal dan bertentangan dengan syariat Islam bila seorang istri keluar rumah, ke pesta atau pertemuan, yang tidak disertai oleh suaminya, berpakaian indah yang berlebih-lebihan’.

Baca: Konsep Feminis dan Relasi Gender Berkemajuan

Sementara dalam buku Tuntunan Menuju Keluarga Sakinah, disebutkan bahwa faktor terpenting dalam mewujudkan keluarga sakinah adalah terpenuhinya hak dan kewajiban suami-istri dalam hidup berkeluarga, yang dilakukan dengan cara mu’asyarah bil ma’ruf.

Keluarga yang ideal, kata Alimatul harusnya adalah keluarga yang saling mendukung, bisa menjamin tidak ada segala bentuk kekerasan, menjamin tumbuh kembang semua anggota keluarga, menjamin relasi yang seimbang, terpenuhi kebutuhan dasarnya, serta berkeyakinan bahwa semua peran mulia.

Di bagian lain, Alimatul menunjukkan bahwa secara sosiologis, pada dasarnya laki-laki dan perempuan memiliki banyak kesamaan. Karakter dan sifatnya ditentukan oleh bagaimana dia dibentuk oleh lingkungan dan pengalamannya. Di Muhammadiyah-Aisyiyah, konsep dan wacana relasi laki-laki dan perempuan telah selesai, namun belum selesai dalam tataran praksisnya. (Ribas)

Baca: Alimatul Qibtiyah Ph.D : Membina Keluarga adalah Tugas Suami dan Istri

Exit mobile version