WONOSOBO, Suara Muhammadiyah- Persoalan besar yang dihadapai oleh negara hanya diatasi pemerintah, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, dengan sudut pandang politik, sudut pandang partai politik. Dimensi non politik, di mana utusan-utusan golongan dan utusan-utusan daerah yang punya warna terhadap bangsa ini hilang. “Maka jangan heran jika sekarang banyak produk undang-undang yang justru menjadi problem sendiri, yang kemudian Muhammadiyah itu sempat melakukan Judicial Review, karena yang memimpin bangsa ini tidak paham betul tentang hakekat berbangsa dan bernegara,” terang Haedar Nashir Ketua Umum PP Muhammadiyah saat menyampaikan arahanya pada Musypimwil Muhammadiyah Jateng (11/3).
Padahal, lanjut Haedar, para pendiri bangsa ini, dalam merumuskan dasar negara Pancasila dan UUD 45, kaya sekali akan falsafah kebangsaan dan itu hasil pergumulan yang luar biasa. “Saya baca betul semua risalah dalam perdebatan dalam sidang PBUPKI, ternyata para tokoh bangsa paham betul tentang falsafah bangsa, denyut nadi kebangsaan kita, agama yang ada di bangsa ini,” jelasnya
Tetapi apa yang terjad hari ini, katanya, perubahan terjadi, amandemen UUD 45 terjadi. “Maka siapapun pemerintahnya, siapaun institusi pemerintahanya, akan punya beban yang berat,” tegas Ketua Umum PP Muhammadiyah itu.
“Kalau hari ini, kita mempersoalkan ada sekelompok kecil orang yang memegang kekuasaan ekonomi dan kemudian mulai masuk kepada kekuasaan politik, lalu ditimpahkan hanya pada rezim pemerintahan sekarang, itu tidak adil. Karena akar masalah adalah dari diamandemenya UUD 45,” imbuh Haedar.
Karena itu, Haedar mengajak kepada seluruh warga Muhammadiyah untuk bisa melihat permasalahan dengan tepat, bahwa selalu ada problem dalam setiap pemerintahan dan setiap kehidupan berbangsa dan bernegara. “Tetapi pada saat yang sama kita juga memiliki kewajiban untuk terus memperbaikai kehidupan berbangsa dan bernegara tanpa saling menyalahkan satu sama lain,” pesan Ketua Umum PP Muhammadiyah tersebut (gsh).