Suara Muhammadiyah-Mengalami perkembangan yang pesat di sejumlah negara Eropa, Kuba pun menjadi salah satu negara di mana Islam mulai tumbuh di tengah masyarakat yang sebagian besar merupakan penganut agama Katolik. Di tahun 2009 kurang lebih hanya 0.1% dari keseluruhan total penduduk Kuba, menganut agama Islam. Namun, uniknya pertumbuhan Islam di Kuba didominasi oleh masyarakat setempat yang memutuskan untuk beralih menjadi seorang muallaf. Sejak tahun 1959, negara yang tumbuh di bawah rezim Komunis tersebut melarang masyarakat setempat melakukan praktik-praktik keagamaan di negara tersebut.
Fakta tersebut meruntuhkan apa yang diketahui oleh masyarakat dunia tentang negara penganut paham Komunis tersebut. Tidak dapat dipungkiri, keberadaan komunitas Muslim di Kuba yang kini masih tergolong kecil namun terus berkembang tersebut dipengaruhi oleh kehadiran pelajar Muslim yang datang untuk belajar di sejumlah universitas di Kuba. Sebagian besar berasal dari Afrika, Sahara Barat, Yaman, Pakistan, Palestina dan negara-negara Arab lainnya.
Sejarah mengatakan bahwa di tahun 1593 bangsa Moor yang mana adalah Muslim dari Andalusia (Spanyol) dibawa oleh penjajah Spanyol ke Kuba sebagai budak. Setelah masa tersebut, pedagang Muslim maupun Kristen dari dataran Timur Tengah mulai berdatangan karena tertarik dengan berbagai hasil bumi yang dihasilkan oleh Kuba. Sebagian besar dari mereka yang menetap, berdiam di Havana, Ibu kota Kuba, dan juga Santiago.
Berbagai alasan yang sangat personal lah yang membuat mereka akhirnya memutuskan untuk memeluk agama Islam. Bahkan tidak sedikit yang beralih memeluk Islam di usia senjanya. Beberapa dari mereka melihat Islam sebagai agama yang benar dan memiliki ajaran yang lebih murni dari agama lainnya. Mereka yang mempunyai masalah dengan alkohol dan minuman keras pun menyadari bahwa Islam merupakan solusi yang menyadarkan mereka untuk melepaskan diri dari jeratan minuman keras. Jawaban yang mereka berikan pun cukup sederhana, karena ‘Al-Qur’an secara jelas telah melarang konsumsi minuman keras dan alkohol’.
BBC memperkirakan bahwa Negara Komunis yang belakangan membuka dirinya kembali terhadap kehidupan beragama, di tahun 2015 diperkirakan memiliki populasi muslim sebanyak 4000 jiwa. Kini, diperkirakan mencapai 10.000 Muslim. Namun, di negara yang 3 tahun belakangan kembali mengizinkan segala praktik keagamaan, masyarakat Muslim Kuba masih menghadapi sejumlah kendala. Pasalnya, belum ada satupun masjid yang dibangun di Kuba. Kecuali, sebuah tempat yang dikenal sebagai Pusat Kebudayaan Islam (Islamic Cultural Center) atau Casa de Los Arabes di ibukota Havana. Bangunan berwarna hijau dan putih yang bernuansa era kolonial tersebut yang biasa digunakan oleh masyarakat Muslim Kuba untuk berkumpul dan mendalami ajaran Islam.
Kondisi tersebut kemudian tidak membuat mereka menyerah untuk mempraktikkan dan mendalami ajaran Islam. Masyarakat Muslim mengorganisir diri dalam kelompok-kelompok kecil, beberapa dari mereka melaksanakan kegiatan atau ibadah bersama di taman dan tanah lapang lainnya. Beberapa melakukan ibadah di rumah masing-masing ataupun berjamaah melakukan ibadah di satu rumah secara kolektif. Salah satunya adalah milik Pedro Lazo Torres, pemimpin komunitas Muslim di Kuba. Salah satu pemimpin Muslim terkemuka yang dianggap menjadi masyarakat Kuba pertama yang menganut Islam di tahun 1988.
Di Kuba, Muslim mempraktikkan Islam dengan sangat sederhana. Setiap Jum’at, dengan keterbatasan tersebut, mereka tetap berupaya untuk mendalami ajaran Islam dengan apa yang mereka miliki. Seperti tempat, buku-buku dan literatur yang juga seadanya.
Arab Saudi menjadi salah satu negara yang memberikan dukungan atas keberadaan komunitas Muslim di Kuba. Salah satunya dengan membiayai pembangunan laboratorium bahasa di Havana dan Santiago. Termasuk, memberikan kesempatan menunaikan ibadah Haji serta melengkapi berbagai literature tentang Islam dan juga al-Qur’an yang diterjemahkan ke dalam bahasa Spanyol melalui stand-stand Book Fair yang digelar di perhelatan tertentu. Para mahasiswa yang datang dari Chad, Afghanistan dan Libya yang belajar di Latin American School of Medicine tak jarang mengajari mereka bahasa arab secara cuma-Cuma.
Tantangan lain yang dihadapi oleh Muslim Kuba adalah panganan halal yang minim tersedia di negara tersebut. Selain alkohol, daging Babi atau pork merupakan makanan yang sangat dominan keberadaannya. Sehingga, hal tersebut cukup riskan bagi mereka ketika memilih varian makanan yang mereka konsumsi setiap harinya. Namun, belakangan beberapa pusat perbelanjaan dan penyedia bahan makanan mulai mengimpor daging ayam dari Brazil. Selain halal, harga daging ayam juga terjangkau. Begitu juga pakaian Muslim dan jilbab pun sudah mulai dibawa oleh mereka yang berkunjung sebagai hadiah bagi Muslim Kuba. Walaupun, belum ada toko yang menjual perlengkapan Muslim secara khusus.
Minimnya pemahaman masyarakat Kuba tentang Islam yang sesungguhnya membuat komunitas Musklim Kuba masih kerap dipandang sebelah mata. Para wanita yang mengenakan penutup kepala sering kali diberikan pandangan yang mencemooh ataupun pertanyaan seputar agama mereka. Belum lagi, persepsi yang dibentuk oleh media di berbagai belahan dunia seputar Muslim dan terorisme. Pork, alkohol, kehidupan malam, tarian salsa pun menjadi bagian dari budaya Kuba. Bagi mereka yang telah memilih memeluk Islam, mau tidak mau mereka harus meninggalkan hal-hal di atas yang telah dianggap sebagai Budaya di Kuba. Tak jarang, Muslim Kuba kerap dianggap meninggalkan budaya mereka sendiri.
Meskipun demikian, banyak dialog dan perbincangan seputar Islam yang terjalin perlahan dan tanpa sengaja dengan masyarakat setempat melalui usaha-usaha kecil yang melibatkan berbagai komunitas masyarakat di Kuba. Jamal, salah satu Muslim pemilik usaha kuliner mengatakan bahwa masyarakat setempat yang datang ke tempat dirinya membuka usaha kecilnya bersama seorang rekan beragama Kristen nya, banyak dari mereka yang akhirnya menanyakan seputar Islam. Mereka yang datang pertama kali akan kembali datang karena mereka merasa bahwa di sana adalah tempat yang sehat dan mereka diperlakukan dengan hormat tanpa membeda-bedakan latarbelakang agama mereka. Jamal sendiri merupakan representatif dari komunitas Muslim Santiago yang beranggotakan kurang lebih 30 Muslim Kuba, dan 90 mahasiswa Muslim yang berasal dari luar Kuba. Jamal bekerjasama dengan mereka yang bekerja di pemerintah untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang Islam. Tidak salah, dengan memberi contoh bagaimana Islam sebenarnya dan juga penjelasan seputar Islam mampu meningkatkan pemahaman yang baik di antara masyarakat setempat terhadap Islam.
Di tahun 2015, Presiden Turki Racep Tayyip Erdogan dalam kunjungannya ke Kuba dan pertemuannya dengan Presiden Kuba Raul Castro, telah menyarankan akan pembangunan masjid di Kuba. Walaupun hingga kini belum juga terlaksana, dengan adanya beberapa inisiatif yang muncul, komunitas Muslim mampu mendapatkan tempat yang cukup luas untuk berkembang di negara ini. Berbagai harapan pun berdatangan bahwa di masa-masa yang akan datang Muslim Kuba mampu mempromosikan Islam dan keberadaan mereka bisa lebih mendapatkan tempat di tengah-tengah masyarakat Kuba.
_______________________
Penulis: Sethari Rumatika