m YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah-Film petualangan bersepeda regu Hizbul Wathan (HW) yang dipimpin AR Fachrudin, dari Medan menuju Palembang yang melewati 1300 km untuk menghadiri Kongres Muhammadiyah ke-28, menuai sambutan positif. Salah satunya dari Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir.
“Atas nama PP Muhammadiyah, saya memberikan penghargaan yang tinggi,” ujar Haedar dalam acara yang turut dihadiri oleh para pemain dan seluruh kru film. “Kita tunggu karya-karya yang lain dari LSBO di bawah kepemimpinan Pak Syukrianto AR,” tambahnya. Film ini memang diproduksi oleh LSBO dengan menggunakan sumber daya Muhammadiyah 100 persen.
Apresiasi itu dikatakan Haedar saat melaunching dan ikut menonton film yang sarat pesan moral ini, Sabtu (18/3), di Sportorium Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Haedar yang hadir didampingi ketua PP Aisyiyah Siti Noordjannah Djohantini, menyatakan bahwa film ini memberi inspirasi bagi generasi muda. Terutama di tengan era modern yang memiliki kecenderungan instan dan pragmatis.
“Ini kan filmnya menginspirasi anak muda, bagaimana belajar untuk mengatasi kesulitan. Ada tantangan, berani menghadapi tantangan. Nah, ketika kultur kita instan, banyak di antara anak-anak muda ingin meraih cara jalan pintas, film ini memberi inspirasi, bahwa tidak ada kesuksesan tanpa pergumulan perjuangan. Jadi ini inspirasi buat anak-anak muda bagaimana hidup dengan dinamika,” tuturnya.
Haedar menyatakan bahwa secara personal dirinya mengenal dekat sosok AR Fachrudin sejak menjabat di PP Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM). “Saya mengenal beliau selama 12 tahun, sejak di PP IPM hingga akhir hayat beliau, tahun 1995,” katanya. Ketika itu, Pak AR menjabat sebagai ketua umum PP Muhammadiyah. “Yang mendaulat Pak AR (sebagai ketua umum) adalah Buya Hamka, meskipun awalnya sempat menolak,” ujar Haedar mengenang sosok kelahiran tahun 1915 itu.
Haedar bahkan sempat menginap sekamar dengan Pak AR dalam suatu acara Muhammadiyah di tahun 1984. “Pak AR begitu detil dan mengayomi,” kenang Haedar yang mengaku banyak menimba kearifan dari sosok sederhana itu. Haedar mencatat beberapa hal yang bisa diambil dari Pak AR. Pertama, bahwa Pak AR memiliki pengkhidmatan yang luar biasa dalam memimpin Muhammadiyah.
Kedua, bahwa Pak AR paham betul sarinya Muhammadiyah, sebagaimana tokoh-tokoh Muhammadiyah yang lain. “Pak AR kuat dalam prinsip, luwes dalam cara,” kata Haedar sambil mencontohkan negosiasi Pak AR dengan Presiden Soeharto yang ketika itu melarang organisasi berasas Islam. Hal ini, kata Haedar menunjukkan Muhammadiyah bisa kuat dalam prinsip. “Tetapi bisa bertawasut dalam cara, tanpa kehilangan marwah,” tuturnya. (Ribas)