YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah- Kasus penyebaran HIV-AIDS di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta terus mengalami peningkatan. Tercatat, kasus HIV sampai dengan triwulan 2 pada tahun 2016 sebanyak 868 jiwa, dengan jumlah positif Aids sebanyak 352 orang.
Untuk menekan tingginya angka tersebut, Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman telah membuat beberapa regulasi yang terkait dengan penanganan HIV. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, Nurulhayah menuturkan bahwa berbagai regulasi terkait penanganan HIV juga perlu ditelisik dalam bidang kebidanan.
Disampaikan Nurulhayah bahwa berdasarkan penelitian yang ada menyatakan bahwa sekarang ini jumlah penderita HIV Aids lebih banyak diwarnai oleh perempuan. Melihat kondisi tersebut, pihaknya mewaspadai terdapatnya resiko lain yakni berupa resiko penularan terhadap anak.
“Sleman merupakan daerah padat dengan proporsi antara laki-laki dan perempuan yang sama. Jumlah perempuan yang terkena HIV Aids ini ternyata semakin lama semakin meningkat. Dari penelitian yang dilakukan menyatakan bahwa perempuan-perempuan sekarang ini banyak terkena HIV Aids. Kita lihat juga akibat dari HIV Aids. Apabila kemudian dia hamil, lalu beban pasca persalinan yaitu dia akan menularkan kepada anak. Jadi ini perlu benar-benar serius menanganinya,” ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Program Studi S2 Kebidanan Universitas Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta berupaya turut berkontribusi dengan memperdalam pengetahuan mengenai pelayanan assessment tentang kesehatan khusunya terkait penanganan HIV dengan melakukan penyerahan policy brief kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman pada Sabtu (18/3).
Mahasiswa S2 Kebidanan Unisa, Gracea Patricka menuturkan bahwa policy brief merupakan sebuah rumusan-rumusan solusi yang tersusun dari penelitian-penelitian terkait HIV Aids.
“Awal mulanya adalah penelitian terkait HIV Aids dan penelitian terkait itu yang sudah ada bukti-bukti ilmiahnya kemudian dikumpulkan dalam bentuk seminar dan dihimpun menjadi rumusan solusi misalnya bagaimana sih menekan angka penularan HIV pada anak, bagaimana supaya anaknya tetap bisa ASI ekslusif?,” jelasnya. Dari bolicy brief tersebut, lanjut Gracea, dirumuskan kebijakan masyarakat dan diserahkan kepada Dinas Kesehatan.
Kaprodi S2 Kebidanan Unisa, Moh Hakimi menambahkan, sebagai profesional untuk masalah kebidanan, pihaknya menekankan pentingnya Health technology Assessment dalam penanganan HIV. “Jadi karena bidan itu merupakan profesional utama untuk kebidanan, maka memanfaatkan teknologi itu. Nah kenapa Aids yang diambil? Karena ini makin banyak jumlahnya sehingga kita wajib mengetahui tidak hanya obatnya namun juga pencegahan dan pengecekan,” pungkasnya (Yusri).