Riwayat Pengajian Thaharatul Qulub

Riwayat Pengajian Thaharatul Qulub

Riwayat Pengajian Thaharatul Qulub

Oleh M Syukriyanto

Sebelum mendirikan Muhammadiyah, KHA Dahlan telah lama mengadakan pengajian. Dimulai dengan menggantikan ayahnya, KH Abu Bakar. Setelah KH Abu Bakar menyerahkan pengajiannya kepada KHA Dahlan, KHA Dahlan lalu merancang pengajian tersendiri.

KHADahlan prihatin terhadap kehidupan para juragan batik yang bermewah-mewah. Lalu KHA Dahlan selalu mengundang para juragan batik pada setiap malam Jum’at. Mereka diajak makan dengan makanan yang istimewa. Misalnya pada malam Jum’at pertama disajikan nasi gudeg manggar dengan daging ayam. Selesai makan  mereka yang ingin pulang dipersilahkan, yang masih ingin omong-omong juga dipersilahkan.

Pada malam Jum’at kedua, juragan-juragan itu diundang lagi. Kali ini yang disajikan sate kambing dan gule Kauman yang terkenal itu. Seperti pada malam Jumat sebelumnya, setelah  selesai makan mereka yang ingin pulang dipersilahkan pulang. Mereka yang masih ingin jagongan (kongko-kongko) dipersilahkan.

Malam Jum’at berikutnya mereka diundang lagi dan disuguhi opor ayam. Selesai makan yang ingin pulang dipersilahkan pulang, yang ingin jagongan  juga dipersilahkan. Begitulah juragan itu setiap malam Jum’at diundang makan dengan sajian makanan yang paling terkenal kelezatannya dan selalu berbeda dengan malam Jum’at sebelumnya.

Setelah undangan yang kesekian kalinya para juragan  itu sama berbisik-bisik. Kata salah seorang dari mereka ; “Apa sebenarnya maunya KHA Dahlan mengundang kita makan-makan enak setiap malam Jum’at ini? Kan kita ini termasuk orang-orang yang berkecukupan, kok setiap malam Jumat diundang makan”. Yang lain menjawab ; “Tidak tahu,. Kita tanyakan saja kepada beliau apa maksudnya”. Akhirnya di antara juragan-juragan itu ada  yang memberanikan diri bertanya kepada KHA Dahlan. “Kyai, sebenarnya maksud Kyai mengundang kami pesta makan setiap malam Jum’at itu apa ?. Mohon maaf Kyai, kami ini kan termasuk orang-orang yang berkecukupan. Kalau kami makan dengan makanan yang lezat-lezat seperti ini setiap hari, Insya Allah kami mampu dan tidak akan jatuh miskin.”

Jawab KHA Dahlan ; “Ya nggak apa-apa. Saya ini senang makan makanan yang lezat-lezat seperti  ini bersama sampeyan-sampeyan itu”.  Kata salah seorang dari juragan itu ; “Begini Kyai, kalau setiap malam Jum’at kami diundang makan, setelah selesai makan lalu pulang ini kami kan cuma dapat ‘wareg’ (kenyang) saja’ . Tentu saja kami senang diberi makan yang lezat-lezat dan gratis. Tapi begini Kyai, Kyai ini kan seorang alim, seorang ulama, yang ilmunya banyak.  Mbok kami ini selain diberi makan, juga di’ciprati’  ilmu Kyai..  Maksud kami, selain diundang makan, juga diberi nasehat-nasehat, diberi pelajaran agama”.

Mendengar ‘protes’ dan usulan itu,  Kyai Dahlan tersenyum karena pertanyaan seperti  itulah yang ditunggu-tunggu.  Masih sambil tersenyum Kyai bertanya ; “Apa sampeyan-sampeyan mau saya beri pengajian? Apa sampeyan-sampeyan mau mendengarkan pengajian saya?” Jawab para juragan hampir serempak; “Mau”.  “Betul mau?” kata Kyai Dahlan sekali lagi, menegaskan. Jawab para juragan : “ Betul. Mau  Kyai.” Baik kalau begitu saya akan beri nasehat tapi sedikit saja.

Lalu KHA Dahlan menceriterakan penderitaan orang-orang miskin, tentang kehidupan tukang-tukang yang membantu mereka yang membuat batik, yang ngecap, mbatik, medel, ngerok dst. Juga yang ngepaki dan mengirim dagangan dst.  Yang dibantu jadi orang-orang kaya, jadi juragan-juragan, sementara yang membantu tetap miskin. Beliau juga menceriterakan kehidupan petani-petani miskin. Mereka tinggal dirumah-rumah yang tidak layak. Dindingnya gedek, lantainya tanah. Lingkungannya kotor (kumuh).  Mereka kadang-kadang  kekurangan makan. Tidak bisa menyekolahkan anaknya. Kadang salah satu anggota keluarganya sakit tidak bisa berobat. Tidak bisa menjalankan agama dengan baik, tidak bisa beramal, apalagi zakat dan  haji.

KHA Dahlan juga menceriterakan kehidupan orang-orang miskin yang sudah tua, orang-orang miskin yang cacat, anak-anak yatim yang terlantar dsb, mereka sering harus menahan lapar karena tidak ada makanan dan berbagai penderitaan hidup dan kesulitan lainnya.  Surat-surat Al Qur’an yang dikaji oleh KHA Dahlan antara lain Al Maun, Al Humazah, At Takatsur dll. Juga tentang kezuhudan Nabi, Abu Bakar As Sidiq, Umar bin Khattab dll.

Intinya pengajian itu adalah membersihkan penyakit hati, utamanya kecintaannya kepada harta benda, kerakusan dan kemewahan hidup dan perlunya memperhatikan dan membantu pada sesama yang nasibnya kurang bagus.  Dari pengajian itu akhirnya timbul kesadaran para juragan akan makna hidup, fungsi kekayaan,  mereka memiliki kepekaan sosial terhadap fakir miskin dan anak yatim. Akhirnya para juragan itu setelah sadar semua menjadi tulang punggung Muhammadiyah dalam hal pendanaan.

Exit mobile version