YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah-Sambil terus menyuguhkan senyum, pria itu tampak bersemangat diwawancari beberapa wartawan, Rabu (22/3). “Pemulung itu pahlawan lingkungan. Karena bisa mengurangi sampah dan bisa untuk menghidupi keluarga, meskipun hanya 35 ribu perhari,” ucapnya dengan bangga, di salah satu bagian.
Namanya Maryono. Menjabat sebagai ketua komunitas Pemulung Makaryo Adi Ngayogyokarto (Mardiko) Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan. Di bawah paguyuban yang dipimpinnya, berhimpun lebih dari 400 pemulung. Mereka berdatangan dari berbagai wilayah dari luar Yogyakarta. “Sekitar 40 persen yang penduduk asli (Yogyakarta),” tuturnya.
Siang itu, mereka berkumpul di depan pelataran masjid berukuran kecil, bercat hijau. Tak jauh dari arah utara gunungan sampah. Para sepuh dan anak muda tampak berbaur duduk lesehan di atas tikar yang digelar hingga mencapai tepi jalan kecil di arah barat. Dengan sabar, mereka menunggu namanya dipanggil satu-persatu oleh seorang pendamping dari Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM). Perempuan yang memakai baju bertuliskan ‘Muhammadiyah for All’ itu berdiri di pojok depan sambil terus mengawasi para warga yang sedang diperiksa oleh para dokter di depannya.
Hari itu, MPM bekerjasama dengan Lazismu, Universitas Aisyiyah Yogyakarta, dan RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta sedang mengadakan hajatan. “Komunitas pemulung yang ada di TPST Piyungan ini sudah kita dampingi sejak setahun yang lalu. Lebih fokus pada pemberdayaan kesehatan. Hal ini sebagai hal yang penting karena keseharian mereka rentan dengan persoalan kesehatan,” ujar M. Nurul Yamin, ketua MPM PP Muhammadiyah kepada Suara Muhammadiyah.
Dengan mengusung visi besar berkembangnya fungsi pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan buruh, tani, nelayan, dan kelompok dhu’afa-mustadh’afin sebagai pilar strategis gerakan Muhammadiyah, MPM berkomitmen untuk melaksanakan berbagai bentuk aksi pelayanan dengan mengembangkan model pemberdayaan masyarakat, melakukan upaya advokasi kepada kelompok masyarakat marjinal di sektor pertanian, peternakan, perikanan, buruh, masyarakat urban, masyarakat pulau terluar, suku terasing, masyarakat pedalaman dan penyandang disabilitas.
Menurut Nurul Yamin, Muhammadiyah sebagai gerakan yang bergerak di bidang amar makruf nahi mungkar hadir memberikan solusi di tengah masyarakat. “Dakwah Muhammadiyah itu dilakukan dengan humanis, penuh rahmah dan kasih sayang. Mas bisa lihat sendiri (sambil menunjuk ke sekitar). Acara hari ini penuh keceriaan dan kegembiraan meskipun dalam suasana sederhana,” tuturnya.
Salah satu kelompok dhu’afa-mustadh’afin yang dalam beberapa tahun terakhir ini didampingi oleh MPM salah satunya adalah komunitas Mardiko di TPST Piyungan Yogyakarta. Kegiatan pendampingan yang selama ini dilakukan oleh MPM, di antaranya adalah pelatihan teknologi informasi, pendampingan penyusunan struktur organisasi Mardiko dan penyuluhan kesehatan bagi anggota Mardiko.
Kegiatan pemeriksaan dan penyuluhan kesehatan pada Rabu 22 Maret 2017 di TPST Piyungan itu diikuti oleh 170 orang, terdiri dari pemulung dan pengepul yang sehari-hari bekerja di TPST Piyungan. Setiap peserta penyuluhan kesehatan juga diperiksa gula darah, tensi, asam urat dan kolesterol secara cuma-cuma oleh tim medis RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dan UNISA Yogyakarta.
Para pemulung tampak sangat antusias dan rela meninggalkan pekerjaannya sejenak. Mereka sadar bahwa bekerja menjadi pemulung membutuhkan tunjangan kesehatan yang mumpuni. “Dengan adanya pelatihan kesehatan semoga warga bebas dari penyakit,” harap Maryono. Selama setahun terakhir mereka banyak mendapat binaan dari MPM, mulai dari kesehatan, pendidikan anak-anak hingga pengelolaan koperasi. “Selain kesehatan, dari MPM ada pelatihan IT, pelatihan computer dari MPM juga yang melatih, ada koperasi, juga cara hidup sehat,” tambahnya.
Kehidupan dan kondisi perekonomian mereka tergolong semakin membaik. Kondisi ini menjadi daya tarik bagi banyak kaum pinggiran lainnya untuk berdatangan dan bergabung dengan para pemulung di komunitas Mardiko. “Pemulung selalu bertambah, dikarenakan di sini itu (tertanam prinsip) dari pada mengemis atau meminta-minta, lebih baik memulung,” katanya.
Dengan bantuan MPM, Maryono semakin mampu untuk mengelola ratusan anggotanya. Termasuk dengan membuat aturan bersama dan mengadakan kartu anggota. “Kami mengadakan kartu Mardiko untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, seperti halnya kumpul kebo dan tindak kriminal dan kejahatan lainnya,” ujarnya.
“Mudah-mudahan dengan penyuluhan tersebut menjadi lebih sehat. Sehingga tidak ada lagi yang sakit ispa, darah tinggi dan lain-lain. Yang paling banyak itu kolesterol dan asam urat. Biasanya dari kami supaya tidak mudah terserang penyakit, kita diajari hidup sehat dari MPM. Kalau makan tangan dibasuh dengan sabun. Makanan juga dipilih. Kalau bau jangan dimakan,” ujar Maryono.
MPM berkomitmen untuk terus mendampingi para pemulung ini secara berkelanjutan. “Untuk komunitas pemulung di sini selain persoalan kesehatan juga persoalan ekonomi. Kita ingin kembangkan komunitas itu melalui kegiatan-kegiatan ekonomi, bagaimana memberi nilai lebih. Kita dorong kelompok usaha, juga pendidikan anak-anak dan keagamaan. Di sini ada program pendidikan dan kesehatan,” katanya. Menurutnya, Muhammadiyah memaknai dakwah secara seluas mungkin. Tidak hanya terkait kegiatan keagamaan dan menyangkut urusan akhirat saja. Namun harus diseimbangkan dengan kegiatan pemberdayaan ekonomi. Termasuk di dalamnya menjamin kesehatan yang akan menunjang semua kegiatan lainnya.
Nurul Yamin berharap, kegiatan seperti ini semakin menyadarkan semua warga Muhammadiyah untuk selalu bersemangat berdakwah di semua komunitas. Prinsip sedikit bicara banyak bekerja harus terus dipupuk dan dibuktikan. Oleh karena itu, kerjasama antar seluruh stakeholder yang ada di Muhammadiyah mutlak dibutuhkan. (Ribas)