Mengenal Lebih Dekat LGBT dan HIV/AIDS dari Perspektif Islam

Mengenal Lebih Dekat LGBT dan HIV/AIDS dari Perspektif Islam

Ilustrasi

 

Suara Muhammadiyah-Sudah tahukah anda tentang HIV? Pentingnya untuk selalu menjaga kesehatan menjadi salah satu yang harus di utamakan, apalagi ketika kita mengetahui diri kita telah terinfeksi HIV.  HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis virus yang menyerang atau menginfeksi sel darah putih yang disebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia dan dapat menyebabkan beberapa gejala seperti menurunnya berat badan lebih dari 10% dalam waktu satu bulan, diare lebih dari satu bulan, kandidiasis orofaringeal atau bercak putih di lidah dan selaput lendir di mulut, infeksi jamur pada alat kelamin, demam dan batuk menetap lebih dari 1 bulan. Gejala-gejala inilah yang disebut dengan AIDS (Acquired immune Deficiency Syndrome) yang timbul karena turunnya kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV.

Pada tahun 2015, terdapat 36,7 juta orang yang hidup dengan HIV di seluruh dunia. Angka kejadian HIV terus meningkat tiap tahunnya. Wilayah ASEAN ada sekitar 1,7 juta orang hidup dengan HIV, pada kelompok pekerja seks komersial yang tidak professional dan kelompok laki-laki yang berhubungan seksual dengan laki-laki relatif tinggi beresiko tertular virus HIV, seperti negara Myanmar, Kamboja, Filipina dan termasuk di Indonesia, terutama dikota-kota besar seperti Bangkok, Ha Noi dan Jakarta.

Data Kemenkes RI tahun 2014 ini menunjukkan kasus infeksi HIV 10 besar tertinggi adalah Provinsi DKI Jakarta, mengikuti Jawa Timur, Papua, Jawa Barat, Bali, Sumatera Utara, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Kepulauan Riau, dan Sulawesi Selatan. Sementara itu, untuk kasus AIDS di Indonesia tahun 2014 yang tertinggi adalah Provinsi Papua. Hal ini dikarenakan kelompok beresiko tinggi cenderung terus meningkat seperti pekerja seks komersial dan pengunjungnya, pengguna narkoba suntik, dan hubungan seksual antara laki-laki dengan laki-laki.

Beberapa faktor resiko penyakit HIV/AIDS yaitu tidak memakai pelindung ketika melakukan hubungan seksual dengan lebih dari satu pasangan atau dengan orang HIV positif, memiliki penyakit menular seksual lain seperti syphilis, herpes, chlamydia, gonorrhea atau bacterial vaginosis, bergantian dalam memakai jarum suntik, mendapatkan transfusi darah yang terinfeksi virus HIV, Ibu yang memiliki HIV dan kelompok rentan atau beresiko seperti komunitas LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender) dan pekerja seks komersial (PSK). Di Indonesia komunitas LGBT setiap tahunnya semakin meningkat, berdasarkan estimasi Kemenkes pada tahun 2009 populasi gay sekitar 800 ribu jiwa, dan terjadi peningkatan pada tahun 2012 sekitar 1.095.970, lelaki yang berhubungan seks dengan lelaki (LSL) baik yang tampak maupun tidak. Sebagian kecil mengidap HIV dan lainnya beresiko terinfeksi HIV. Provinsi dengan jumlah LSL terbanyak adalah Jawa Barat, yang terindikasi sebagai kelompok gay, dan diantaranya merupakan penderita HIV/AIDS. Provinsi kedua adalah Jawa Tengah yang juga memiliki kelompok gay dan sebagian kecil terindikasi penderita HIV/AIDS. Sementara DKI Jakarta juga memiliki sekelompok gay yang juga terindikasi menderita HIV/AIDS.

Seiring dideklarasinya legalitas hukum pernikahan sesama jenis untuk komunitas LGBT di Amerika Serikat pada tanggal 26 Juni 2016 lalu membuat sebagian komunitas LGBT di Indonesia mulai berani menampakkan diri ke publik hingga ke acara pertelevisian di Indonesia. Namun banyak pula pro dan kontra atas keberadaan komunitas ini, baik penolakan masyarakat, ormas agama dan termasuk pemerintah sendiri. Pada tahun 2002, terdapat dua provinsi yang masih menolak komunitas LGBT dengan berdasarkan hukum syariah, homoseksualitas dianggap sebagai suatu kejahatan atau tindakan kriminal. Walaupun pada awalnya hukum syariah hanya berlaku bagi orang Muslim, pada perkembangannya juga berlaku kepada semua pihak di Aceh. Kota Palembang juga ikut menerapkan hukuman penjara dan denda terhadap tindakan hubungan seksual homoseksual. Di bawah hukum syariah, homoseksualitas didefinisikan sebagai tindakan prostitusi yang melanggar norma-norma kesusilaan umum, agama, dan norma hukum dan aturan sosial yang berlaku. Di dalam Al Quran Surah Al A’raaf ayat 80-84 menjelaskan tentang kaum Nabi Luth yang mengamalkan homoseksual dan Allah SWT melaknat kaum ini disebabkan melakukan perbuatan yang zalim dan melanggar kodratnya sebagai manusia karena Allah telah menciptakan laki-laki berpasang-pasangan dengan perempuan. Pada ayat 84 Surah Al A’raaf Allah berfirman.

Artinya: “Dan Kami hujani mereka dengan batu. Lihatlah, bagaimana akibat orang yang penuh dosa”.

Meskipun demikian, presiden RI dan komnas HAM Indonesia tetap menolak adanya diskriminasi terhadap kaum LGBT ini dan kaum minoritas lainnya. Penyebaran komunitas ini meningkat dengan pesat melalui media elektronik dan media sosial serta komunitas ini membuat konsultasi bagi mahasiswa gay salah satunya di Universitas Indonesia yang sedang menjadi kontroversi publik. Hal ini juga diiringi peningkatan kasus HIV/AIDS di Indonesia, salah satunya adalah kelompok gay. Lingkungan sosial komunitas ini tentunya sangat beresiko untuk terjadinya HIV/AIDS.

Dengan terus meningkatnya kasus HIV/AIDS tiap tahunnya tentu melibatkan tenaga kesehatan untuk menanggulangi kasus HIV/AIDS termasuk tenaga keperawatan. Penderita HIV/AIDS tidak hanya membutuhkan pengobatan secara fisik tetapi juga pengobatan dari sisi kebutuhan spiritualnya. Perawat cukup berperan penting dalam kebutuhan spiritual penderita HIV/AIDS, kebutuhan spiritual merupakan bagaimana proses mencari makna baru dalam kehidupan, pengampunan, kebutuhan untuk dicintai, dan pengharapan. Proses mencari makna baru diartikan sebagai proses yang sangat unik dan bukanlah suatu hal yang mudah untuk dilakukan karena akan menimbulkan stres dan perasaan marah, perasaan menyesal, atau perasaan bersalah. Penemuan makna baru dalam kehidupan ini akan memfasilitasi penderita HIV/AIDS untuk pengampunan terhadap dirinya sendiri. Hal yang bisa dilakukan oleh perawat atau tenaga kesehatan untuk bisa menumbuhkan harapan klien dan mencapai hal tersebut yaitu dengan cara bersifat jujur dan membangun hubungan saling percaya, perawat atau tenaga kesehatan lainnya hadir dan mendampingi saat penderita merasa stres dan kacau, mendengarkan dan memberikan pendapat kepada penderita, dan akhirnya memberikan sebuah harapan baru yang lebih baik pada penderita dengan HIV/AIDS untuk menjalani kehidupan selanjutnya sampai pada perawatan paliatif dan hingga akhir hayat. Beberapa contoh kegiatan spiritual yang bisa diberikan kepada penderita dengan HIV/AIDS mendengarkan musik rohani, pergi ke tempat ibadah, membaca kitab suci/ AL-Qur’an, terhubung dengan kegiatan alam/lingkungan yang sehat, melakukan meditasi yang dibimbing oleh orang yang mempunyai pengalaman, dan mereka juga harus senantiasa diingatkan bahwa Allah SWT Maha Pengampun dan Maha Penyayang, dalam Surah An Nahl, ayat 119.

Artinya: “Sungguh Tuhanmu kepada orang-orang yang berbuat kejahatan karena tidak tahu, kemudian setelah itu mereka bertaubat dan berbuat kebaikan, bahwa Tuhanmu setelah tobat dilakukan, sungguh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang

Perawatan paliatif ini bukanlah pengobatan kuratif tetapi merupakan rencana perawatan untuk mempersiapkan dan memberikan kehidupan pasien untuk merasa damai di akhir hidup atau khusnul khotimah. Perawatan paliatif merupakan upaya dalam memberikan pengalaman tidak ada rasa sakit, rasa kenyamanan, rasa hormat, damai dan tenang dalam melakukan aktifitas sosialnya serta diterima dengan baik. Perawatan paliatif pada penderita HIV/AIDS memerlukan usaha yang cukup hati-hati karena stigma masyarakat tentang penderita ini sangatlah buruk. Hal tersebut disebabkan oleh pandangan skeptis dan stigma sebagai pasien HIV / AIDS yang dibiarkan tanpa panduan dan menderita sendirian. Mereka juga manusia yang perlu diperlakukan sebagai manusia terlepas dari kesalahan mereka sebelumnya.

Dalam Al Quran, Surah Al Israa ayat 70 Allah SWT berfirman:

Artinya: “Sungguh Kami telah memuliakan manusia, kami angkut mereka di darat dan dilaut, kami beri rezeki yang baik, dan Kami telah melebihkannya dari kebanyakan makhluk dengan kelebihan yang menonjol“.

Dari ayat tersebut menjelaskan bagaimana Allah menghargai manusia. Oleh karena itu, sebagai manusia, kita harus menghargai dan mencintai makhluk ciptaan Allah termasuk manusia tanpa harus melihat masa lalu mereka. Hal ini menjadi tanggung jawab kita sebagai sesama muslim, mengambil langkah-langkah dan membantu saudara-saudara kita untuk mencapai khusnul khotimah.

Perawatan paliatif dapat menjadi pilihan terbaik karena didalamnya sudah terdapat perawatan secara holistik (fisik, psikologis, emosional dan spiritual). Tujuan yang akan dicapai adalah pasien merasa nyaman tanpa rasa sakit dan kualitas hidup mereka meningkat baik secara fisik, psikologis, emosional dan mereka spiritual. Perawatan ini juga tidak hanya untuk pasien, tetapi juga melibatkan seluruh anggota keluarga mereka, yakni dengan cara meningkatkan pengetahuan mereka tentang HIV/AIDS, bagaimana penerimaan keluarga dan lingkungan sekitar klien, serta bagaimana cara merawat anggota keluarga. Hal ini dapat memotivasi klien secara psikologis. Dan pada akhirnya, secara tidak langsung akan mempengaruhi kualitas hidup mereka, dikarenakan adanya dukungan yang menunjukkan penerimaan keluarga dengan kondisi mereka. Perawatan spiritual dalam perawatan paliatif untuk HIV/AIDS ini difokuskan untuk mempersiapkan pasien dan anggota keluarga yakni dalam hal penerimaan diri karena Rasulullah SAW pernah berkata:

“Tidak ada kelelahan, tidak ada penyakit, kesedihan, terluka, ataupun kesusahan menimpa seorang Muslim, bahkan jika itu adalah tusukan yang ia terima dari duri, Allah akan mengampuni beberapa dosa-dosanya untuk itu”. Ini menunjukkan bagaimana Allah mencintai ciptaan-Nya dengan mengampuni dosa-dosa yang telah mereka lakukan.

Beberapa klien dan anggota keluarga mereka beranggapan bahwa HIV/AIDS adalah salah satu dari hukuman duniawi mereka. Untuk merubah presepsi ini, perlu memberikan pemahaman bahwa dunia ini adalah tahap persiapan untuk akhirat yang kekal. Mulailah berpikir secara positif dan bertobat atas kesalahan yang telah dilakukan karena tujuan akhir kaum muslimin tidak hanya sampai di dunia tetapi hingga di akhirat nanti. Dalam sisa waktu yang telah diberikan oleh Allah SWT untuk kita, marilah mencoba untuk menjadi seorang Muslim yang lebih baik, kemudian berdoa memohon ampun dan bertawakkal karena segala sesuatu di bawah keputusan-Nya. Dan akhirnya klien dapat merasakan khusnul khotimah sebagai akhir yang tenang dan bahagia.

———————————-

Tim penulis:

Fitri Arofiati, Ph.D

Ns. Agus Sudiana, S.Kep

Ns. Ani Syafriati, S.Kep

Ns. Diyanah Syolihan, S.Kep

Ns. Haris Suhamdani, S.Kep

Ns. Hj Rastipiati, S.Kep

Ns. Dian Rahmawati Nurani, S.kep

Ns. Rosita Jafar, S.Kep

Madihah BT Abdullah, SN,B Nursing (Hons)

Program Studi Magister Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Exit mobile version