YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah-Sabtu (1/4) malam selepas magrib, di gedung Bentara Budaya, puluhan anak muda terlihat hilir-mudik mempersiapkan segala. Merapikan ulang susunan kursi, menata panggung dan sebagainya. “Ini hajatan besar pertama kami,” kata Sukma Patriadjati, ketua panitia hajatan Pameran Foto dan Pagelaran Budaya bertema ‘Nigeyo Kokoda, di Timur Indonesia’ malam itu dan sekaligus ketua komunitas Mahardika Bakti Nusantara.
Anak-anak muda ini merupakan gabungan dari para mahasiswa yang beberapa waktu sebelumnya melakukan program Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) di wilayah Papua dan Papua Barat. Keberangkatan mereka ke Papua sempat diragukan. Peran apa yang bisa mereka lakukan. Namun, keraguan itu tidak terbukti. Beberapa bulan di sana, mereka merasakan apa yang tak terungkap di kota-kota besar Pulau Jawa dan Sumatera. Mereka hidup bersama masyarakat Warmon suku Kokoda dan ikut memberikan konstribusi nyata.
Masyarakat adat suku Kokoda merupakan salah satu dari ratusan suku asli Indonesia. Suku Kokoda merupakan objek pemberdayaan dan sekaligus laboratorium hidup yang menarik untuk dipelajari dan dikaji. Tingkat pembangunan manusia dan adanya marginalisasi dari pemerintah menjadi alasan pentingnya pemberdayaan berkelanjutan. Stigma negatif dan tersekatnya akses dan hubungan dengan sekitar menjadi keseharian suku Kokoda.
Sejak empat tahun terakhir, Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) PP Muhammadiyah telah terlibat dalam melakukan pemberdayaan di sana. Sebagai suku asli Papua, keberadaan mereka terbilang miris dan terpaksa hidup nomaden. Terusir dan bahkan tak memiliki lahan. Muhammadiyah kemudian membeli lahan untuk didiami suku Kokoda.
“Awalnya mereka dikasih empat sapi, dua mati dan dua gemuk-gemuk,” cerita ketua PP Muhammadiyah Dahlan Rais, yang turut hadir di malam pagelaran budaya dan pameran foto itu. Menurut Dahlan yang sudah berkunjung langsung ke suku Kokoda, masyarakat adat Papua memang sama sekali tidak memiliki keahlian beternak. MPM kemudian memberikan pelatihan. Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) turut serta mengirim beberapa ekor sapi tambahan untuk suku Kokoda.
Guna melanjutkan dan membantu pemberdayaan yang dilakukan MPM PP Muhammadiyah, para mahasiswa yang tergabung dalam Mahardika Bakti Nusantara ini melakukan pendekatan emosional terhadap suku Kokoda. “Anak-anak mahasiswa ini kami libatkan untuk memperkuat dan meneruskan pemberdayaan yang dilakukan MPM,” kata Bachtir Dwi Kurniawan, sekretaris MPM PP Muhammadiyah. Menurutnya, mahasiswa perlu mentransformasikan ilmu-ilmu yang didapat di bangku kuliah ke masyarakat secara nyata. “Supaya mahasiswa juga punya pengalaman dalam bermasyarakat,” tambahnya. Status sebagai intelektual organik patut disematkan pada mahasiswa yang tidak hanya berdiam di menara gading.
Dengan menerapkan asas 3 S, singkatan dari sama makan, sama kerja, sama tidur dengan masyarakat, para mahasiswa melakukan pendampingan masyarakat adat. Perspektif 3 S ini menjadikan masyarakat tak berjarak dan mempercayakan sepenuhnya para mahasiswa menjadi bagian dari komunitas mereka.
Selama beberapa bulan, para mahasiswa melakukan kegiatan pemberdayaan dalam bidang pendidikan, kesehatan, infrasruktur, dan ekonomi. Semua kegiatan dipusatkan di Kampung Warmon Kokoda, yang terletak di dalam lingkup satuan Distrik Mayamuk, Kabupaten Sorong, Papua Barat. Kampung tersebut tegak di atas tanah rawa seluas 2 hektar yang dibeli dari penduduk transmigran Jawa.
Dalam keseharian dengan 157 kepala keluarga (KK) suku Kokoda itu, para mahasiswa memperoleh banyak makna hidup dan pengalaman langka. Atas dasar itu, mereka merasa perlu untuk menyelenggarakan kegiatan yang bisa mensosialisasikan tentang keberadaan suku Kokoda ini, terutama melalui pameran kebudayaan. Masyarakat dianggap perlu untuk mengasah kepedulian pada sesama dan memahami keunikan seni budaya untuk selanjutnya terus dirawat dan dipelihara.
Kegiatan Nigeyo Kokoda yang berlangsung selama tiga hari, 1-3 April 2017 ini terselenggara berkat kerjasama MPM PP Muhammadiyah, Mahardika Bakti Nusantara, Lazismu, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, dan Bentara Budaya Yogyakarta. ‘Nigeyo’ sendiri dalam bahasa suku Kokoda merupakan kata sapaan yang berarti apa kabar atau selamat pagi/siang/malam.
Dalam pameran ini akan menampilkan pameran foto, pameran benda-benda adat suku Kokoda, serta screening film dokumenter. Pameran foto dan display benda adat akan dibuka dari pukul 10.00-21.00. Sementara pemutaran film akan dibuka pada jam 16.00 dan 18.30. selain itu juga akan dimeriahkan dengan penampilan tari dari Ikatan Pelajar DAN Mahasiswa Raja Ampat (IPMARAM) se-Yogyakarta dan dari Institute Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta.
Turut hadir dalam acara pembukaan Nigeyo Kokoda itu Hilman Latief sebagai ketua Lazismu dan sekaligus wakil rektor UMY bidang Kemahasiswaan dan AIK. Hilman menyatakan bahwa pihaknya akan memberi dukungan penuh terhadap inisiatif dari mahasiswa yang peduli dengan nasib sesama. “UMY akan terus mendukung kegiatan-kegiatan kreatif yang dilakukan oleh mahasiswa yang merepresentasikan kaum muda,” tuturnya (Ribas).