Hari Bermuhammadiyah di Padang Pariaman dan Cerita Kelahiran Muhammadiyah-Aisyiyah

Hari Bermuhammadiyah di Padang Pariaman dan Cerita Kelahiran Muhammadiyah-Aisyiyah

PADANG PARIAMAN, Suara Muhammadiyah – Muhammadiyah-Aisyiyah menggelar Hari Bermuhammadiyah dan pengajian Aisyiyah di Pantai Gandoriah, Ahad,  (9/4). Selain itu juga melakukan peletakan batu pertama panti asuhan dan pondok Tahfidzh Aisyiyah Ummi Siti Rohani.

Ribuan warga Muhammadiyah Aisyiyah memadati kawasan Pantai Gandoriah untuk menghadiri Hari Bermuhammadiyah dan mendengarkan pencerahan langsung dari Ketum PP Aisyiyah Siti Noorjannah Djohantini. Hadir Juga Walikota Mukhlis Rahman,  Wawako Genius Umar,  Kadispora Priyadi Syukur,  PD Aisyiyah seSumbar dan undangan lainnya.

Ketua PW Muhammadiyah Sumbar Shofwan Karim mengatakan Jika kita kembali menengok sejarah Lima tahun setelah Muhammadiyah (18 November 1912-8 Dzulhijjah 1330 H), lahirlah Aisyiyah (19 Mai 1917-27 Rajab 1335 H ). Bila yang pertama didirikan oleh Ahmad Dahlan dan beberapa sahabatnya adalah Muhammadiyah, yang kedua didirikan oleh Walidah Dahlan adalah Aisyiyah.

Selang beberapa saat awal kelahiran Muhammadiyah,  Walidah ikut menggerakkan persyarikatan ini.  Dimulai saat ia turut merintis kelompok pengajian wanita Sopo Tresno, yang artinya siapa cinta tahun 1914. Kegiatan Sopo Tresno berupa halaqah pengajian agama.

Suami isteri Dahlan dan Walidah  bergantian memimpin pengajian di dalam kelompok ini. Kegiatan utama adalah membaca Al Qur’an dan memahami makna dan maksudnya. Yang menjadi pokok kajian terutama  ayat-ayat Al Qur’an yang membahas isu-isu perempuan. Berharap timbul  kesadaran kaum wanita tentang kewajiban sebagai manusia, isteri, hamba Allah, serta sebagai warga masyarakat.

Gerakan  pengajian ini berjalan lancar.  Pengikut pengajian  terus menerus bertambah. Siti Walidah yang lebih populer  dengan sebutan Nyai Ahmad Dahlan rupanya ingin  mengembangkan Sopo Tresno menjadi sebuah organisasi kewanitaan berbasis Agama Islam yang mapan.

Pada suatu kali diadakan pertemuan di  rumah Nyai Ahmad Dahlan. Mereka yang hadir antara lain  Kyai Muchtar, Kyai Ahmad Dahlan, Ki Bagus Hadikusuma, KH Fakhruddin, dan tokoh  Muhammadiyah lainnya.

Pada mulanya nama yang diusulkan untuk persyarikatan perempuan ini  adalah “Fatimah”,  tetapi tidak disetujui oleh para tokoh yang hadir. Menurut sumber yang dipercaya adalah  almarhum Haji Fakhrudin  mengusulkan nama “Aisyiyah”.  Diambil dari nama isteri Nabi Muhammad saw, yakni Aisyah.

Dan usul tersebut disetujui, diterima tokoh yang hadir. Akhirnya dipilihlah nama Aisyiyah sebagai organisasi Islam bagi kaum wanita. Kejadian itu tepat pada malam peringatan Isra Miraj Nabi Muhammad SAW 27 Rajab 1335 H-19 Mai 1917 M. Nyai Ahmad Dahlan dianggap pendiri dari organisasi ini yang resmi dan menjadi bagian dari Muhammadiyah.

Aisyiyah, pada dasarnya mitra perempuan Muhammadiyah. Di dalam percakapan sehari-hri, Aisyiyah sering disebut sebagai Muhammadiyah Isteri atau Muhammadiyah Perempuan. Ideologi utama Aisyiyah di dalam pendidikan sama dengan Muhamamdiyah. Sebagai yang dirujuk oleh para penggali pemikiran Muhammadiyah.  ideologi pendidikan Ahmad Dahlan yang menjadi basis filsafat pendidikan Muhammadiyah, yakni Catur Pusat Pendidikan. Keempatnya pendidikan di rumah, pendidikan di sekolah, pendidikan di masyarakat, dan pendidikan di tempat-tempat ibadah.  Ini menjadi konsepsi pula bagi pendidikan Aisyiyah yang terus dikembangkan sekarang sesuai dengan tantangan zaman dan tuntunan masyarakat, bangsa dan negara (RI).

Exit mobile version