BANDUNG, Suara Muhammadiyah – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir bersilaturahim dengan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) dan warga Muhammadiyah Jawa Barat, Rabu (4/13). Kegiatan yang berlangsung di Aula Mesjid Raya Mujahidin itu turut dihadiri jajaran PWM, ketua majelis/lembaga dan ketua ortom-ortom tingkat Jawa Barat.
Sebelumnya, Haedar Nashir menyempatkan terlebih dahulu menghadiri syukuran 100 tahun Pondok Pesantren Cintawana, Singaparna, Tasikmalaya. Ponpes ini merupakan salah satu tempat Haedar menimba ilmu ketika SMP. Ponpes ini ikut berjasa membekali pengetahuan dan pengalaman Haedar Nashir muda.
Dalam taushiyahnya di hadapan PWM Jawa Barat, Haedar membahas fenomena sosial keagamaan yang terkait dengan situasi politik pilkada belakangan ini. Menurutnya, umat Islam hari ini membutuhkan pemikiran yang strategis dan langkah yang taktis dalam merespon kondisi kebangsaan.
“Umat Islam tak boleh cepat puas dengan keberhasilannya mengumpulkan massa dalam jumlah besar. Namun umat Islam harus terus meningkatkan kapasitas, daya saing dan jejaring jika ingin benar-benar punya kekuatan yang berpengaruh,” tuturnya.
Haedar mengingatkan bahwa salah satu pekerjaan bersama terkait dengan politik umat Islam hari ini adalah belum adanya forum bersama antar seluruh elemen umat. Saat ini komponen umat Islam hanya sama-sama bekerja sendiri-sendiri, tetapi belum bekerja sama. Sehingga keberadaan forum itu dianggap penting untuk membahas kepemimpinan umat Islam secara keseluruhan.
Dalam kesempatan itu, Haedar juga menegaskan supaya warga Muhammadiyah kembali ke khittah organisasi. Khittah Muhammadiyah sebagai ormas yang netral dari politik praktis namun mempersilahkan kadernya terjun di dunia politik dengan ketentuan yang berlaku. Hal itu sebagaimana ditegaskan dalam Khittah Denpasar tahun 2002 tentang Kehidupan Berbangsa dan Bernegara.
Menurut Haedar, sikap Muhammadiyah yang tidak berpolitik praktis bukan berarti Muhammadiyah tidak bisa memainkan peran strategis dalam mengontrol pemerintahan. Memang Muhammadiyah tidak terlibat politik dalam artian tukar-menukar kekuasaan. Namun Muhammadiyah selalu memainkan peran politik dengan menjalankan peran interest groups.
Oleh karena itu, Haedar menyatakan bahwa Muhammadiyah tidak membutuhkan Amal Usaha di bidang politik. Muhammadiyah tetap dengan khittahnya sebagai gerakan amar ma’ruf nahi munkar. Haedar menyebut bahwa kondisi Muhammadiyah seperti sekarang ini, sudah baik dibanding dengan masa-masa saat Muhammadiyah dekat dengan dunia politik praktis (Ribas/Robby).