Judul Buku : Pendidikan Budi
Penulis : HM Bustami Ibrahim
Penerbit : Suara Muhammadiyah, Cet. I, 2016
Tebal Buku : xxiv, 574 Hlm.
Dunia pendidikan di Indonesia saat ini memperkenalkan konsep pendidikan karakter. Karakter adalah “watak”, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain. Interaksi seseorang dengan orang lain menumbuhkan karakter masyarakat dan karakter bangsa.
Oleh karena itu, menurut Dr H Haedar Nashir, M Si dalam prolognya pada buku ini, pengembangan karakter bangsa hanya dapat dilakukan melalui pengembangan karakter individu seseorang. Akan tetapi, karena manusia hidup dalam lingkungan sosial dan budaya tertentu, maka pengembangan karakter individu seseorang hanya dapat dilakukan dalam lingkungan sosial dan budaya yang bersangkutan. Artinya, pengembangan budaya dan karakter bangsa hanya dapat dilakukan dalam suatu proses pendidikan yang tidak melepaskan peserta didik dari lingkungan sosial, budaya masyarakat dan budaya bangsa.
Saat konsep pendidikan karakter belum sempat terpikir oleh para ahli teori maupun praktisi pendidikan kita dewasa ini, (alm) HM Bustami Ibrahim di tahun 1960-an sudah mengkampanyekan pendidikan budi pekerti sebagaimana yang ditulis dalam buku yang mulanya berjudul “Budi dalam Kehidupan Diri dan Masyarakat”. Sebab, budi pekerti, tak lain dan tak bukan adalah ruh dari pendidikan karakter tersebut.
Budi pada mulanya disemai dalam hati sanubari seseorang berupa pengetahuan yang luas, keyakinan yang teguh dan kemauan yang keras. Di atas persemaian inilah akan tumbuh gerak-gerik yang menentukan baik atau buruk perbuatan seseorang menurut keseimbangan akal dan nafsunya. Gerak-gerik ini bersifat lahir, dan inilah yang dimaksud dengan budi pekerti. Ringkasnya, jika budi adalah pelajaran tentang penanaman sifat-sifat terpuji, maka dari sifat-sifat itu akan melahirkan gerak-gerik yang mulia yang ketika dibawa ke masyarakat ia telah bernama pekerti.
Di sinilah poin penting untuk memahami buku ini. Yaitu tentang pelajaran untuk menumbuhkan sifat-sifat terpuji dalam kehidupan diri dan masyarakat berupa pendidikan budi. Maka tidak heran jika dalam ulasannya, penulis buku ini berulangkali menyebut ‘pendidikan budi’, sehingga ini dapat dijadikan sebagai benang merah. Lalu, ketika budi (pekerti) ini telah melekat dalam kehidupan diri dan masyarakat maka dengan sendirinya akan membentuk karakter yang tinggi dan mulia.
Buku yang ditulis HM Bustami Ibrahim, tokoh Muhammadiyah Sumatra Utara ini, menurut Ketua Umum PP Muhammadiyah, Dr Haedar Nashir M Si, kian memperkuat pentingnya pendidikan akhlak dalam membangun umat dan bangsa. Banyak mutiara berharga dari buku ini yang perlu dijadikan salah satu bahan pendidikan akhlak atau pendidikan karakter yang berbasis ajaran Islam. (ron)