SURAKARTA, Suara Muhammadiyah- Dalam Fikih Kebencanaan yang dikembangkan Muhammadiyah menjelaskan bahwa bersabar menghadapi bencana tidak hanya terbatas sebagai sikap untuk berusaha menuju kebaikan setelah musibah keburukan terjadi tetapi juga sebagai usaha untuk membuat kebaikan-kebaikan lain.
Usaha tersebut dilakukan dengan membangun kemampuan untuk memperhitungkan risiko-risiko dari setiap tindakan dan perilaku terhadap sesama manusia dan alam guna menciptakan kebaikan yang lebih besar dan menghindarkan diri dari musibah keburukan (bencana) di masa mendatang. Membangun kemampuan memperhitungkan risiko ini pula yang diberikan selama proses pelatihan Sekolah Cerdas (Ceria, Aman, dan Siaga bencana) selama tiga hari di Surakarta, 14-16 April 2017.
Menurut Yocki Asmoro, salah satu fasilitator latih MDMC Jateng kemampuan memperhitungkan risiko terhadap bencana perlu ditanamkan sedari dini.
“Dalam hal ini pelibatan guru menjadi salah satu unsur penting. Kita berharap guru-guru yang mengikuti pelatihan ini dapat menerapkan hasil pelatihan dengan sebaik-baiknya,” imbuh nya
Senada dengan hal tersebut, Irfan Amalee selaku Direktur Peace Generation menuturkan bahwa untuk menekan angka kekerasan yang setiap tahun meningkat di kalangan anak dan remaja juga perlu memperhitungkan faktor-faktor yang menambah risiko.
“Pelatihan ini juga dimaksudkan memberikan pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan menetapkan kebijakan sekolah yang mendorong usaha-usaha pengurangan risiko kekerasan bahkan mencegahnya terjadi,” jelas Irfan yang sejak 2007 menggawangi Sekolah Welas Asih.
Dalam pelatihan yang berlangsung sangat interaktif ini, Peace Generation mengangkat tema-tema perdamaian dalam 12 nilai dasar yang berorientasi pada perubahan cara pandang dan perubahan sikap terhadap berbagai perbedaan seperti suku, agama, jenis kelamin, status ekonomi dan kelompok.
Selain itu peserta juga diberikan pengetahuan dan ketrampilan untuk saling memahami berbagai keragaman, konflik dan kekerasan. Pada bagian ini, terlihat bahwa prinsip yang dikembangkan di dalam ajaran perdamain tersebut sejalan dengan prinsip-prinsip penanggulangan bencana.
Sebagaimana penuturan Naibul Umam, Ketua MDMC Jawa Tengah yang menyebutkan bahwa dalam penanggulangan bencana dikenal prinsip kemanusiaan, dimana penderitaan manusia harus ditangani dimanapun ditemukan. Prinsip imparsialitas dimana aksi-aksi kemanusiaan harus dilaksanakan hanya berdasarkan kebutuhan dan tidak membedakan berdasarkan kewarganegaraan, ras, jenis kelamin, keyakinan agama, dan kelas.
Penanggulangan bencana, di sisi lain juga memegang prinsip independensi yang menegaskan bahwa aksi-aksi kemanusiaan harus terbebas dari tujuan-tujuan politik, ekonomi, militer atau tujuan lain. “Memegang prinsip netralitas dimana pekerja kemanusiaan tidak boleh memihak dalam permusuhan atau terlibat dalam pertentangan yang bersifat politik, ras, keagamaan atau ideologi. Atas dasar kesamaan prinsip tersebut, maka Sekolah Cerdas ini kami kembangkan,” imbuh nya.
Penyelenggaraan Sekolah Cerdas ini bercita-cita memadu-padankan konsep Sekolah Welas Asih dan Sekolah Aman Bencana dalam satu wadah pengetahuan, ketrampilan dan penetapan kebijakan sekolah. Penyelenggaraan Sekolah Cerdas mendapatkan dukungan penuh dari Lazismu untuk 20 sekolah (SD/SLTP) se-Jawa Tengah dan akan dikembangkan hingga 100 sekolah di seluruh Indonesia hingga akhir tahun 2018 mendatang (Umam).