Tausiyah Pengukuhan Rektor UMS, Haedar Nashir: PTM Menjadi Pilar Strategis Membangun Peradaban

Tausiyah Pengukuhan Rektor UMS, Haedar Nashir: PTM Menjadi Pilar Strategis Membangun Peradaban

SURAKARTA, Suara Muhammadiyah-Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah menaruh harapan besar pada Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) dan Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) lainnya di seluruh pelosok negeri. PTM diharapkan bisa menjadi pilar strategis untuk membangun peradaban yang maju dan menjadi taman kebudayaan.

Hal itu dikatakan Haedar dalam acara pengukuhan dan serah terima jabatan rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) periode 2017-2021, di Auditorium Mohamad Djazman, Kampus 1 UMS, Jl. A Yani Pabelan Kartasura, Sabtu (22/4). Ketua Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah Lincolin Arsyad dan disaksikan oleh ketua umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir melantik Dr H Sofyan Anif MSi sebagai rektor UMS yang baru menggantikan Prof Dr Bambang Setiaji. Haedar berharap rektor dan seluruh jajaran pimpinan UMS yang baru mampu melanjutkan capaian yang sudah baik di periode sebelumnya dan membuat gebrakan baru.

Haedar juga menginginkan supaya Al-Islam dan Kemuhammadiyah menjadi kekhasan UMS dan PTM lainnya. “Perlu kami tekankan dengan basic Al-Islam dan Kemuhammadiyahan menjadikan kampus ini menjadi kampus yang bisa melahirkan mahasiswa yang berkarakter Islam yang berkemajuan,” katanya.

Adapun karakter Islam Berkemajuan, kata Haedar, adalah karater yang memiliki sifat dan sikap religious, cerdas berilmu, mandiri, punya etos kerja yang tinggi, dan punya sikap sosial kebangsaan yang luas. “Ini lima ciri ini ada di buku Islam Berkemajuan,” papar Haedar.

Dengan membangun budaya akademik yang bagus, kata Haedar, lima sifat tersebut akan menjadi kekuatan untuk membangun Indonesia dari rahim perguruan tinggi. “Yang bisa melahirkan anak bangsa, anak negeri yang punya karakter moralitas, peradaban, tetapi juga cerdas berkemajuan. Bangsa ini memerlukan moralitas dan keadaban, ketika makin banyak peluruhan nilai di dalam kehidupan kebangsaan kita, baik pada tingkat warga maupun elit,” urainya.

“Apa yang kita rasakan akhir-akhir ini, sesungguhnya (adalah kondisi) ketika para elit-elit negeri dan warga telah mengalami distrosi pada nilai-nilai kebangsaan, yang basisnya adalah pada religuisitas, pada nilai-nilai keimuan dan kecerdasan, pada nilai-nilai kemandirian,” tuturnya. Oleh karena itu, UMS diharapkan Haedar menjadi institusi yang menanamkan kembali nilai-nilai tersebut. “UMS punya peluang untuk itu dengan pusat-pusat Al-Islam dan Kemuhammadiyahan,” kata Haedar.

“UMS sebagai institusi PTM yang selalu diharapkan untuk menjadi kekuatan membangun peradaban, bagaimana kampus ini membawa pencerahan,  pencerdasan di tubuh umat Islam dan bangsa Indonesia,” kata Haedar.

Haedar menguraikan peta dinamika Indonesia di kancah dunia yang memasuki babak baru yang cerah. “Kami yakin bahwa dari Indonesia akan lahir cakrawala baru Islam yang mendunia, dengan karakternya yang wasatiyah, yang toleran, yang tengahan, tetapi kami masih belum yakin untuk satu hal. Yakni mempelopori pikiran-pikiran maju, yang Muhammadiyah telah merintis selama satu abad, yang ini masih menjadi jalan terjal bagi umat Islam Indonesia ke depan,” ujarnya.

Pikiran-pikiran maju, menurut Haedar harus terus dilahirkan dan dirawat. “Islam telah mempeloporinya sejak enam abad di jazirah Arab sampai meluas ke seluruh dunia, bahwa dunia Arab juga pernah membangun peradaban dunia, artinya kita memiliki potensi sebagai sebuah tradisi besar,” katanya.

Oleh karena itu, kata Haedar, meskipun umat Islam Indonesia yakin dengan kekuatan sendiri, namun umat Islam Indonesia juga perlu menaruh rasa hormat pada bangsa-bangsa muslim di dunia, termasuk di dunia Arab. “Jangan karena optimism berlebihan, kita merendahkan martabat bangsa muslim di dunia Arab dan di tempat lain. Karena mereka telah pernah merintis peradaban itu selama enam abad. Dalam sosiologi, mereka yang punya tradisi besar, maka peluang untuk membangun peradaban juga besar,” tutur Haedar.

Dalam mempelopori Islam wasatiyah, kata Haedar, Indonesia sudah bagus, tetapi lahirnya pikiran-pikiran maju, tradisi keilmuan, itu masih jalan panjang bagi Islam Indonesia. Kuncinya adalah lembaga dan institusi pendidikan yang dimiliki oleh institusi yang dimiliki oleh lembaga dan organisasi Islam itu terus membangun dan menularkan virus keilmuan di kalangan subjek didikannya. “Sehingga inilah yang menjadi kekuatan kita, sehingga kampus-kampus dan sekolah-sekolah menjadi taman kebudayaan dan peradaban, syukur jika nanti menjadi taman peradaban alternatif,” katanya.

Dalam rangka membangun peradaban berkemajuan itu, kata Haedar, Muhammadiyah telah bekerja keras selama satu abad. Mengutip Kuntowijoyo, Haedar menyebut bahwa yang dilakukan oleh Muhammadiyah adalah mempelopori mengintegrasikan antara iman, kerja keras, dan pikiran-pikiran maju. “Itu sudah diadopsi dan menjadi milik seluruh kekuatan Islam di republic tercinta ini,” paparnya. Kerja-kerja transformatif dan kerja-kerja praksis memajukan bangsa yang dilakukan Muhammadiyah, kata Haedar, membutuhkan kesungguhan terus-menerus. “Kelihatan gampang tetapi sebenarnya tidak mudah,” ujarnya.

Dengan semangat etos sedikit bicara banyak bekerja, ujar Haedar, Muhammadiyah akan terus memberi torehan untuk mencerdaskan, mencerahkan, dan memajukan bangsa. Dari UMS ini harus lahir spirit itu, spirit Islam Berkemajuan.

“UMS dan PTM yang lain menjadi salah satu pilar strategis membawa Muhammadiyah pada kiprah memajukan bangsa dan kemanusiaan universal,” kata Haedar (Ribas/gsh).

Exit mobile version