YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah-Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah melaunching buku Pedoman Perkaderan Ulama Tarjih Muhammadiyah, Kamis (27/4/2017). Acara yang berlangsung di Pusat Tarjih Muhammadiyah, komplek Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan (UAD) itu dirangkai dengan kegiatan Sarasehan Pedoman Perkaderan Ulama Tarjih Muhammadiyah dan sekaligus pembukaan ToT Pedoman Perkaderan Ulama Tarjih Muhammadiyah.
Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Mohammad Mas‘udi dalam sambutannya mewakili ketua majelis Prof Syamsul Anwar, menyatakan bahwa kegiatan ini memiliki arti penting bagi Muhammadiyah. Majelis Tarjih selain bertanggung jawab dalam konten materi dan paham keagamaan warga Muhammadiyah, juga bertanggung jawab dalam menyiapkan perkaderan ulama tarjih Muhammadiyah.
“Di antara tugas utama Majelis Tarjih adalah melakukan pengkajian masalah-masalah keagamaan, memberikan bimbingan dan tuntunan keagamaan bagi warga Muhammadiyah secara khusus dan warga masyarakat secara umum, serta melakukan kaderisasi tenaga ulama dalam lingkungan persyarikatan,” katanya.
Majelis Tarjih mengakui bahwa mencetak ulama tidaklah mudah. Oleh karena itu, kata Mas’udi, dibutuhkan grand design perkaderan ulama tarjih serta menyediakan wadah bagi yang berminat dan berbakat di bidang ini.
Mas’udi menggarisbawahi bahwa seorang ulama tarjih Muhammadiyah dituntut memiliki empat kompetensi pokok yang sangat mendasar. Pertama, ulama Muhammadiyah harus menguasai dengan baik, minimal satu cabang ilmu keislaman. Kedua, ulama tarjih Muhammadiyah menjadi teladan dalam melaksanakan ibadah wajib dan sunnah.
Ketiga, ulama tarjih Muhammadiyah memiliki keterlibatan di tengah masyarakat. Ia harus hadir dan hidup di masyarakat tidak menjadi ulama atau intelektual menara gading. Justru ia hadir menjadi problem solver di tengah-tengah masyarakat.
Keempat, menguasai bahasa asing. Minimal bahasa Arab dan atau bahasa Inggris. Selain itu, kata Mas’udi, ulama tarjih Muhammadiyah juga harus mendalami ilmu hisab. Hal ini karena ilmu hisab dianggap erat kaitannya dengan ibadah-ibadah mahdlah, seperti shalat dan puasa.
Hal senada diungkapkan oleh salah satu tim penyusun Pedoman Perkaderan Ulama Tarjih Muhammadiyah, Ghoffar Ismail. Menurutnya, ulama tarjih Muhammadiyah merupakan hal urgen yang harus selalu diupayakan. Pandangan keagamaan digodok di Majelis Tarjih. Sehingga di majelis ini butuh ulama tarjih. “Kader-kader ulama harus disiapkan,” katanya.
“Pelatihan Tarjih dimulai dengan Training of Trainer. ToTnya nanti di wilayah masing-masing. Kegiatan ini adalah pelatihan bagi pelatih yang nantinya akan melatih para ulama tarjih di tingkat wilayah dan daerah. Indikatornya nanti di wilayah dan daerah harus ada pelatihan-pelatihan,” tuturnya.
Ghoffar juga menjelaskan bahwa profil kader ulama tarjih yang diharapkan oleh majelis tarjih adalah kader yang bisa beristimbat atau berijtihad dalam memecahkan hukum, bisa menyampaikan materi kepada masyarakat, dan bisa menjadi role model.
Sementara itu, Wakil Rektor IV Bidang Kerjasama dan Urusan Internasional UAD, Prof Sarbiran mengucapkan selamat atas dilaunchingnya Pedoman Perkaderan Ulama Tarjih Muhammadiyah. Pedoman ini diharapkan bisa tersebar hingga ke wilayah, daerah dan cabang-cabang Muhammadiyah. Sehingga bermanfaat bagi warga Muhammadiyah dan semua warga pada umumnya, demi mewujudkan bangsa yang maju dan mendapat rahmat Tuhan.
Dalam kesempatan itu, Ketua PP Muhammadiyah bidang Konsolidasi Organisasi dan Kaderisasi, Dahlan Rais mengharapkan Majelis Tarjih terus melakukan pembenahan dan evaluasi dari setiap kegiatan pelatihan ulama tarjih. Sehingga melahirkan kebaruan dan kemajuan sesuai dengan prinsip Muhammadiyah.
Tak hanya itu, Dahlan Rais mengharapkan Majelis Tarjih menghasilkan produk-produk yang bisa memberikan ketentraman dan keteduhan bagi masyarakat. “Perlu dijaga relevansi agama dengan kehidupan agar elan vitalnya tidak hilang,” katanya.
Agama, kata Dahlan, harus membawa spirit kemajuan dan sesuai dengan nilai-nilai moral. Menurutnya, salah satu nilai moral yang perlu terus dihidupkan adalah nilai kejujuran. “Karena kejujuran akan menumbuhkan kepercayaan, dan kepercayaan akan memperlancar semua urusan. Sebaliknya kebohongan akan menumbuhkan kecurigaan dan kecurigaan akan melahirkan persoalan,” tuturnya (Ribas).