YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah– Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta menggelar pelepasan 162 santri angkatan 91, Senin (1/5/2017). Kegiatan yang berlangsung di Sportorium Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) turut dihadiri Ketua PP Muhammadiyah Bidang Tarjih dan Tabligh Yunahar Ilyas, Sekretaris PP Muhammadiyah Agung Danarto, Ketua umum PP Muhammadiyah 1998-2005 Ahmad Syafii Maarif, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat RI Zulkifli Hasan dan tamu undangan lainnya.
Dalam sambutannya mewakili Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Yunahar Ilyas menyatakan bahwa para alumni Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta merupakan kader-kader yang diharapkan menjadi tokoh penting bagi umat, bangsa dan persyarikatan di masa mendatang. Oleh karena itu, setelah menyelesaikan pendidikan di Mu’allimin, para alumni harus melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
“Pendidikan tidak cukup hanya sampai SMA, alumni Mu’allimin harus dapat meningkatkan pendidikan yang lebih tinggi lagi, yaitu masuk ke perguruan tinggi,” tutur Yunahar. Para alumni tidak perlu takut dengan kekuarangan biaya, asalkan memiliki niat dan kemauan yang kuat, banyak beasiswa yang bisa diraih.
Sebagai lulusan sekolah kader yang diselenggarakan oleh PP Muhammadiyah, para alumni diharapkan untuk menyebar dan berkarir dalam semua bidang kehidupan sebagaimana pesan kiai Ahmad Dahlan. “Silahkan berkarir di mana saja, menjadi apa saja, asal kembali ke Muhammadiyah, menjadi kader persyarikatan,” tuturnya. Termasuk membangun karir sebagai seorang ekonom, pengusaha, bahkan politisi.
Yunahar juga berharap para alumni bersungguh-sungguh memperdalam ilmu agama dan ilmu-ilmu lainnya. Kecapakan itu, kata Yunahar, menjadi kebutuhan dan tuntutan zaman. Yunahar lalu menyebutkan ada tiga syarat yang harus dimiliki oleh para kader ulama dan sekaligus intelektual Muhammadiyah di masa mendatang.
Pertama, seorang ulama harus memiliki ilmu, terutama ilmu mengenai syariat islam. Termasuk di dalamnya adalah ilmu-ilmu Al-Quran, tafsir, hadis, fikih, akidah, dan lainnya. Hal itu sebagai ilmu fardhu a’in. Selain menguasai ilmu-ilmu syariat, ulama juga harus menguasai ilmu-ilmu fardhu kifayah lainnya, seperti ilmu alam, teknologi, dan lainnya.
Kedua, seorang ulama harus memiliki rasa takut terhadap Allah. “Semakin tinggi ilmu seseorang, maka ia akan semakin dekat dengan Allah,” kata Yunahar. Karakter ini menjadi pembeda seorang intelektual atau ilmuan dengan ilmuan cum ulama. Dalam Muhammadiyah, seorang ilmuan juga sekaligus ulama.
Ketiga, seorang ulama harus hadir dan dekat dengan umat dan masyarakat. Para ulama harus peka terhadap kondisi di masyarakat, lalu ia turut membantu menyelesaikan persoalan-persoalan yang terjadi di masyarakat. “Seorang ulama tidak boleh menutup mata terhadap persoalan-persoalan yang terjadi di masyarakat, harus bisa memecahkan dan memberikan solusi yang terbaik,” tutup Yunahar.
Sementara itu, ketua MPR RI Zulkifli Hasan menyampaikan bahwa Madrasah Mu’allimin merupakan salah satu lembaga pendidikan terbaik di Indonesia. Di usianya yang semakin senja, madrasah ini telah melahirkan banyak alumni yang menjadi tokoh bangsa dan perysarikatan. Keberadaan Mu’allimin, kata Zulkifli, sangat penting untuk meningkatkan daya saing bangsa. Menurutnya, tiga syarat sebuah negara menjadi maju. Yaitu menguasai ilmu pengetahuan, memiliki nilai-nilai keluhuran dan keadaban, dan saling bertoleransi dengan yang berbeda.
Direktur Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta, Aly Aulia menyampaikan bahwa dalam beberapa waktu terakhir, Mu’allimin terus berupaya meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan, baik dalam aspek akademis maupun non-akademis. Guna meningkatkan mutu pendidikan, Mu’allimin telah dan terus membangun jaringan dan kerjasama dengan berbagai pihak. Terutama dengan lembaga-lembaga pendidikan yang telah maju di Malaysia, Singapura, Turki, Mesir dan lainnya (Ribas).