JAKARTA, Suara Muhammadiyah-Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir hadir menjadi pembicara dalam Pengajian Bulanan PP Muhammadiyah, bertema ‘DKI yang Religius dan Berkemajuan’ di Kantor PP Muhammdiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (5/5/2017). Dalam kesempatan itu, Haedar sempat mengomentari tentang gelombang aksi massa yang kerap digelar umat Islam belakangan ini. Sebut saja aksi 411, 212, hingga aksi 55.
Menurut Haedar, gerakan aksi itu merupakan bagian dari reaksi atas pelakuan pemerintah terhadap mereka. Kelompok aksi massa itu mewakili suara mayoritas umat Islam. “Lahirnya gerakan massa 411, 212, tadi ada 505, dan sebagainya, nanti tambah lagi 7 berapa gitu. Ini merupakan sebuah isyarat, yang kami dari PP Muhammadiyah mengatakan ke berbagai pihak bahwa ini bukan mewakili satu kelompok kecil, Islam yang, ada orang menyebut radikal dan macem-macem,” kata Haedar.
Haedar mengumpamakan bahwa kondisi umat Islam di Indonesia seperti orang gemuk yang diberi baju yang sempit. Dikarenakan bajunya sempit, maka ia menjadi sesak dan mudah robek. “Kita yakinkan semua pihak bahwa ini merupakan aspirasi Islam yang dalam istilah saya umat Islam itu seperti punya pakaian atau baju yang terlalu kesempitan, yang tidak merasa pas untuk dirinya, yang akibatnya, karena terlalu sempit jadi robek. Dan bawaannya kesempitan baju itu jengkel gampang marah, sensi, macem-macem,” ujarnya.
Haedar menjelaskan, pengerahan massa ini harus dimaknai dengan baik. Termasuk oleh pemerintah, tidak perlu merasa risih. Massa itu, kata Haedar, merasa menemukan momentum untuk menyalurkan apa yang ingin mereka sampaikan selama ini. Mereka sebagai mayoritas ingin aspirasinya didengar oleh pemerintah yang dianggap lebih memihak kepada asing.
“Agar tidak salah dalam memposisikan dan memerankan diri. Tentang perbuatan mayoritas ini tanpa mengancam relasi sosial dengan seluruh komponen bangsa dengan satu kesatuan yang disebut dengan kebhinnekaan,” tutur Haedar.
Umat Islam Indonesia, kata Haedar, tidak perlu diragukan, mayoritas arus besarnya merupakan umat yang toleran dan moderat. Mereka memiliki landasan sikap keagamaan yang tertanam sejak lama. “Pada dasarnya umat Islam itu, selain punya alam pikiran keagamaan, culture yang sudah dibangun, bahkan bukti yang telah ditunjukkan, sesungguhnya umat Islam itu sangat cinta kebhinnekaan, yang menjadi bagian integral dari NKRI dan pembela NKRI, dan hal yang konstruktif dalam kehidupan kita,” imbuh dia.
Namun Haedar juga mengingatkan supaya adanya arus kecil yang terlalu kanan dan terlalu kiri juga perlu diwaspadai. Sehingga tidak membawa arus besar ke dalam salah satu kutub ekstrem itu. Solusinya, Haedar mengajak semua elemen umat Islam untuk bersatu.
“Saat ini terlalu kekanan-kananan kekiri-kirian bahkan ada yang ketengah-tengahan. Maka kalau mau kekuatan-kekuatan organisasi Islam, parpol-parpol Islam untuk berdialog dan mendialogkan bagaimana posisi umat Islam yang jelas di Republik Indonesia ini. Ini agenda besar kita,” ujarnya. (Ribas)