Mustofa W Hasyim
Anak-anak sekolah Yogyakarta dan Jawa Tengah pada tahun 1960an dan sebelumnya mendapat pelajaran bahasa Jawa yang lengkap dan menarik. Dalam salah satu jilid buku bacaan bahasa Jawa disebutkan bagaimana anak-anak merindukan hadirnya pertandingan sepakbola. Apalagi kalau pada final pertandingan itu yang berhadapan adalah kesebelasan Hizbul Wathon melawan Sinar Kota. Kalau di Yogyakarta, pertndignan sepakbola akan heboh betul kalau pada finalnya yang berhadapan adalah kesebelasan HW melawan SO.
Yang menarik dikaji disini, dalam konteks bermuhammadiyah, adalah bukan pada adanya pelajaran bahasa Jawa yang menarik dan kontekstual dengan perkembangan masayarakat dan zaman, akan tetapi mengapa nama Hizbul Wathon bisa muncul pada buku umum? Mengapa Hizbul Wathon dapat muncul pada ranah publik dan kehadirannya dihargai sebagai kesebelasan sepakboa berprestasi dan bergengsi?
Waktu itu, HW secara internal Persyarikatan dikenal sebagai organisasi kepanduan. Akan tetapi secara eksternal kemasyarakatan HW dikenal sebagai kesebelasan yang berprestasi dan bergengsi. Termasuk kesebelasan kelas atas. Anak-anak muda pun mudah digerakkan lewat olahraga sepakbola ini. Mereka bangga kalau bisa ikut latihan, ikut menjadi pemain, bahkan lebih banyak lagi anak muda yang bangga menjadi penonton kesebelasan HW. Lama kelamaan mereka bangga menjadi bagian dari HW dan menjadi bagian dari Persyarikatan.
Yang lebih penting lagi, saat mereka sibuk dan penuh semangat mengikuti kegiatan HW mereka butuh waktu. Dengan demikian sekian bulan atau malahan sekian tahun waktu muda mereka termanfaatkan dalam kegiatan positif bernama kegiatan olahraga sepakbola. Mereka terhindar dari godaan dan terhindar dari kegiatan negative dalam konteks ini kegiatan olahraga dapat menjadi payung penyelamat generasi muda.
Di lingkungan Muhammadiyah, kegiatan olahraga tidak terbatas pada cabang sepakbola saja. Di Muhammadiyah, olahraga beladiri mendapat tempat terhormat. Ada otom khusus bernama Tapak Suci. Kegiatan ini dipandang masyarakat positif karena dapat menggerakkan anak muda untuk mengisi waktu, membentuk karakter, dan mendisiplinkan diri. Biasanya mereka yang aktif dan matang dalam kegiatan beladiri justru tidak menyukai dan menjauhi tawuran. Mereka malahan menjadi juru damai.
Selain itu ada yang menggembirakan. Di banyak kabupaten, kader-kader Tapajk Suci dapat terpilih menjadi bupati, menjadi Kepala Desa. Saat mereka memimpin kabupaten dan desa, mereka dikenal sebagai pemimpin yang berkarakter kuat dan disiplin.
Ada lagi kegiatan olahraga campur seni yang sangat dikenal di Muhammadiyah, yaitu drum band. Tahun 1960an, Muhammadiyah juga dikenal karena PGTnya, yatu Paskan Genderang Terompet. Pasukan ini ikut mewanai berbaga event nasioal dan internasional di Indonesia. Pada zaman itu belum ada drum band milik Akabri. Bahkan menurtu penuturan alarhum Pak Affandi yang dikenal sebagai bapak Drum Band Indonesia, pelatih drum band Akabri itu berasal dari PGTnya Muhammadiyah.
Ketika kemudian drum band menjadi amat populer di Muhammadiyah, bahkan anak-anak TK sudah dilatih drum band, terbukti amat positif. Kegiatan ini dapat menggerakkan anak-anak dan anak muda. Salah satu efekt positif anak yang pernah mendapat pelatihan drm band, dia akan mampu berfikir tertib, dan memiliki kesadaran gradasi kualitas yang relatf akurat. Dia bisa mengenal dengan baik tangga nada. Tampaknya sepele. Tetapi dengan mengenal tangga nada, anak memiliki imajinasi tentang gradasi kualitas ketika memperhatikan atau ketika mengamati dan menimbang berbaagi kondisi dan situasi di tengah masyarakat.
Ada kegiatan lain yang amat mudah untuk menggerakkan anak muda. Yaitu musik. Kalau SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta banyak menghasilkan para musisi dan tokoh musik (Ebiet G Ade dan Cak Nun, di antaranya) ini pasti ada desainnya. Yaitu mereka yang menaruh minat di musik diberi peluang di sekolah ini. Lalu ada kenyataan lain. Masjid dapat makmur karena dikunjungi dan diridnukan anak muda karena disitu ada kegiatan musik. „Mainkan gitar dengan baik di depan masjid, undang teman-teman untuk bergabung. Dalam waktu singkat hampir dipastikan akan banyak anak muda berkumpul di depan masjid itu dan pelan-pelan mereka dapat dibina oleh masjid itu,“ kata Dr Ahmad Norma Permata, Ketaa LPCR PP Muhammadiyah suatu hari.
Seni lain yang pernah berjaya di Muhammadiyah adalah seni drama. Teater Muslim yang didirikan oleh Pak Mohammad Diponegoro DKK dan menjadi bagian dari Majelis Tabligh Muhammadiayah, dengan lakon Iblisnya, pernah pentas keliling puluhan kota di Jawa, untuk mengimbangi kegiatan ketoprak yang wakgtu itu dikooptasi oleh PKI. Bahkan pada tahun-tahun itu, anak-anak sekolah Muhamamdiyah suka bermain drama. Pada event perpisahan dan kenaikan kelas mereka pun mementaskan drama denga lokon para pahlawan. Penulis ketika di SD Muhammadiyah Bodon Kotagede, pernah mementaskan drama dengan lakon Untung Suropati, meski dengan risiko ada kepala teman yang benjol kareta terpukul kayu saat latihan.
Seni rupa, seni lukis khususnya, pernah menggerakkan anak-anak untuk ikut terlibat dalam keasyikan positif. Apalagi kalau ada lomba. Banyak anak-anak Muhammadiyah yang mendapat sentuhan seni rupa, ketika dewasa menjadi tokoh, bahkan pengusaha yang kreatif.
Seni lain yang dapat menggerakkan anak muda di masa dengan adalah seni forografi dan seni film. Kegiatan ini pun sangat positif karena membuat anak asyik berimajinasi, asyik berkreasi dan asyik menerjemahkan ide-ideanya menjadi sebuah karya. Mereka, anak-anak SD, SMP, SMA dan mahasssiwa aktif kreatif ini dapat menggambarkan cita-citanya, lewat seni forografi dan film.
Intiny, kita semua dapat menyelamatkan anak muda lewat kegiatan olah raga dan seni. Dan LSBO PP Muhammadiyah menyadari hal yang demikian.