YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah-Di tengah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedemikian pesat, generasi era modern mengalami banyak kegelisahan. Kekayaan material tidak diimbangi dengan kekayaan moral dan spiritual. Oleh karena itu, masyarakat khususnya umat muslim membutuhkan sebuah navigasi dan petunjuk yang mampu membimbing dan mengisi kekosongan rohani.
Demikian dikatakan ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah Fathurrahman Kamal, dalam acara pembukaan Refreshing dan Silaturahim Nasional Peningkatan Kualitas Mubaligh (PKM) Muhammadiyah, di University Hotel, Maguwoharjo, Yogyakarta, Jumat (5/5).
“Kita seperti di dalam ruang yang telah terdestruksi, rusak yang sedemikian rupa, mereka kehilangan navigasi spiritual. Dalam konteks ini, Rasulullah saw diutus,” papar Fathurrahman. Rasulullah hadir di tengah-tengah komunitas masyarakat Arab jahiliyyah yang rusak. Kehadiran Rasulullah bagaikan oase di tengah kekeringan nilai.
Fathurrahman mengingatkan bahwa yang dibutuhkan oleh umat di masa sekarang adalah sosok-sosok pencerah, yang mampu memenuhi dahaga spiritual umat. “Justru umat saat ini membutuhkan kita, yaitu dakwah atau tabligh yang mampu menjawab semua keresahan mereka,” katanya.
Menurut Fathurrahman, Muktamar Muhammadiyah di Makassar tahun 2015 telah menyusun konsep dan peta dakwah dengan sangat jelas. Majelis Tabligh mulai dari pusat hingga cabang tinggal mengikuti dan melaksanakan semua program tersebut secara tertib dan terkoordinasi.
Selain harus menjiwai fikih dakwah, para mubaligh Muhammadiyah juga perlu memahami beberapa fikih lainnya. Beberapa hal yang menjadi catatan Fathurrahman Kamal, pertama, pentingnya mengkonstruksi fikih. Fikih yang dimaksud adalah berupa pemahaman terhadap agama secara mendalam. “Kita harus memahami betul agama kita secara tepat. Cara pandang keagamaan, ideologi, harus kita konsolidasikan. Kalau kita tidak konsisten, umat bingung,” tuturnya.
Kedua, menggunakan fikih aulawiyah (prioritas). “Waktu kita ini pendek. Kita tidak bisa melakukan semuanya, maka dibutuhkan fikih aulawiyah,” katanya. Muktamar Muhammadiyah telah menetapkan prioritas program Majelis Tabligh hingga beberapa tahun ke depan.
Ketiga, menggunakan fikih maqashid. Dalam menjalankan dakwah, para da’i Muhammadiyah harus memahami maqashid al-syariah. Mengerti inti beragama serta tujuan dari penetapan syariat dan hikmah dibalik suatu perintah atau larangan.
Keempat, memahami fikih mashalih dan fikih mafasid. Para mubaligh harus memahami betul suatu kemanfaatan (maslahat) dan kerugian (mafsadat). “Selama ini, para da’i kehilangan perspektif memilah maslahat dan mafsadat,” tuturnya.
Kelima, menggunakan fikih waqi’ atau sesuai dengan realitas kekinian. Bahwa agama yang didakwahkan harus merupakan sesuatu yang bisa diimplementasikan dan dijalankan sesuai dengan konteks ruang dan waktu. (Ribas)