YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah-Ketua Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting (LPCR) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Ahmad Norma Permata menjadi salah satu pembicara Talkshow Nasional dengan tema ‘Back box: Rekaman Rahasia 53 Tahun IMM Mengawal Bangsa’ di Food Court Laboratorium Agama UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, yang digelar oleh PK IMM Dakwah, Sabtu (6/5). Norma mengajak para kader muda Muhammadiyah, khususnya IMM, untuk mengembangkan cakrawala pengetahuan dan meluaskan wawasan pemikiran intelektual.
Menurutnya, para kader muda Muhammadiyah harus memiliki kepercayaan diri yang tinggi untuk dalam menempuh proses pendidikan. Norma menyatakan bahwa nilai yang jelek hari ini bukan menjadi penentu. Siapa pun bisa bangkit dan Norma menjadi salah satu di antaranya. “Saya sampai ke Eropa, itu sebenarnya merupakan hasil dari perjalanan yang sangat panjang, dan kalau dilihat dari awal perjalanan itu mungkin sesuatu yang agak mustahil. Ketika saya lulus SMA, nilai mata pelajaran saya itu rata-rata di bawah lima. Sehingga saya daftar kuliah di mana-mana itu tidak diterima. Kemudian ada tawaran kuliah gratis oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Pondok Shobron, Universitas Muhammadiyah Surakarta,” katanya. Inilah yang menjadi titik balik Norma.
Pendidikan di Pondok Shobron dikhususkan bagi para kader pilihan setiap provinsi. Selama di sini, Norma menemukan komunitas yang mendukungnya untuk bangkit. “Ada banyak kawan-kawan saya yang pintar, lalu dari situ saya bisa belajar bagaimana meniru orang pintar. Rumusnya adalah: dekati, amati, tirukan. Itu yang saya lakukan. Tanpa terasa ternyata saya bisa seperti teman-teman yang lain,” ungkapnya.
Dari sana, Norma terus mengasah kemampuannya dan mulai berani menelurkan karya. “Punya karya yang sudah diterbitkan itu menjadi modal yang luar biasa, untuk bisa diakui di dunia akademik. Sehingga mudah begitu saya mendaftar ke Jerman tahun 1995,” paparnya.
Dalam kesempatan itu, Wakil Rektor Universitas Aisyiyah Yogyakarta itu juga mengajak para kader muda untuk memiliki modal kepercayaan diri. Termasuk ketika berada di luar negeri. “Kita ini bangsa muslim mayoritas, tetapi kalau ketemu orang asing selalu grogi. Kita kalau ke luar negeri, itu maunya belajar, iya kan? Padahal saya ketika lulus di jerman, saya lulus tercepat, dan pada waktu itu terbaik. Saya satu strip di atas cumlaude, magna cumlaude,” kata Norma. Artinya, warga dunia termasuk Eropa sebenarnya juga bisa belajar kepada orang Indonesia.
Bahwa warga luar negeri juga perlu belajar kepada Indonesia merupakan sebuah hal yang lumrah. “Secara potensi, manusia itu manusia. Tidak ada orang yang unggul karena ras, tidak ada orang yang unggul karena etnis, tidak ada orang yang unggul karena keturunan, bahasa gampangnya itu. Orang itu unggul karena kemampuan dan kemampuan itu lahir dari usaha,” urai dosen UIN Sunan Kalijaga ini.
Selama menempuh pendidikan di Pondok Shobron, ada wejangan dari Djindar Tamimi yang terus dipegang teguh oleh Norma hingga ketika belajar di luar negeri. Yaitu doktrin terkait Ulul Albab. “Ulul albab, albab itu dari kata lubun, lubun bi ma’na ad-dubur. Lubun itu artinya dubur, dubur itu artinya ujung. Ulul albab adalah orang yang mampu meng-ujung. Orang yang bisa menghabiskan potensinya,” katanya. Maka, kader muda Muhammadiyah harus menjadi manusia yang ulul albab, yang mampu mengerahkan dan mengoptimalkan semua potensi yang dimilikinya. (Ribas)