YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah-Pengajar di Department of Malay Studies, National University of Singapore (NUS), Azhar Ibrahim PhD, bersama dengan tujuh mahasiswanya mengunjungi kantor Suara Muhammadiyah, Selasa, 9 Mei 2017. Kunjungan itu dalam rangka silaturahim dan sekaligus bagian dari proses belajar tentang salah satu organisasi terbesar di Indonesia, Persyarikatan Muhammadiyah.
Menurut Azhar, Muhammadiyah menjadi salah satu organisasi civil society yang kuat dan menopang kemajuan Indonesia. Kiprahnya selama lebih dari satu abad, diakui dunia internasional. Atas semua pencapaian dan dedikasinya, Muhammadiyah sering menjadi objek kajian akademik. Termasuk di NUS. Penelitian tentang Islam di Indonesia, kata Azhar, tidak bisa terlepas dari Muhammadiyah. Guna mengetahui dan merasakan pengalaman langsung, Azhar mengajak para mahasiswanya ke Yogyakarta.
“Anak-anak NUS tahu tentang Islam Indonesia secara general. Ada NU dan Muhammadiyah. Tetapi tidak tahu konteksnya seperti apa,” katanya. Terlebih di Singapura, belum ada organisasi civil society yang begitu terorganisir, besar, dan memiliki jutaan anggota. Sehingga, mereka perlu ke lapangan dan melihat langsung kebesaran Muhammadiyah melalui situs sejarah dan termasuk Amal Usaha Muhammadiyah. Di antaranya Suara Muhammadiyah yang beralamat di Jalan KH Ahmad Dahlan, No. 43, Yogyakarta.
Majalah Suara Muhammadiyah, kata Azhar, patut dijadikan sebagai rujukan utama oleh para peneliti Muhammadiyah. “Majalah ini juga sangat penting bagi para pengkaji,” katanya. Di saat yang bersamaan, juga menjadi bahan bacaan bagi semua kalangan. “Suara Muhammadiyah tanpa menjadi terlalu tinggi, elitis, dan tanpa menjadi terlalu rendah, populis,” tuturnya.
Azhar juga memberi apresiasi bahwa Suara Muhammadiyah memberi konstribusi penting dalam mencerdaskan masyarakat. Terutama di saat banyak media lain justru ikut terkubur dan tidak bisa bertahan untuk melakukan pencerahan. “Suara Muhammadiyah termasuk salah satu majalah yang telah melewati banyak ranjau yang panjang, di mana banyak majalah yang telah ditutup oleh pemerintah sehingga tidak bisa bertahan lama,” katanya.
Turut serta menyambut rombongan mahasiswa NUS adalah Redaktur Eksekutif Suara Muhammadiyah Mu’arif MPd, redaktur Mukhlis Rahmanto MA, anggota Pusat Data dan Litbang (Pusdalit) Suara Muhammadiyah Muhammad Yuanda Zara PhD, serta para reporter.
Mu’arif menyampaikan tentang perkembangan Suara Muhammadiyah yang sudah merambah banyak unit usaha. Mukhlis menjabarkan tentang peranan Majelis Tarjih dalam Muhammadiyah, yang menjadi salah satu pertanyaan para mahasiswa NUS. Menurutnya, dalam menyusun dan memutuskan sesuatu, Majelis Tarjih menggunakan pendekatan bayani, burhani, dan irfani.
Sementara itu, Yuanda Zara mengungkap tentang peran Suara Muhammadiyah dalam sejarah Indonesia. Termasuk di masa-masa sulit, tahun 1960-1970-an, ketika terjadi ketegangan antara pribumi dan Tionghoa. Suara Muhammadiyah berupaya mengapresiasi para muslim Tionghoa. Salah satu dokumen majalah secara gamblang menampilkan foto muslimah Tionghoa dalam salah satu covernya. Sehingga banyak warga Tionghoa di Indonesia tertarik dengan Islam yang berkemajuan yang ditampilkan oleh Muhammadiyah, melalui Suara Muhammadiyah. (Teks:Ribas/Foto:Agus & Budi)