YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah-Direktur Yayasan Nabil, Didi Kwartanada mengapresiasi pelaksanaan Simposium Internasional yang digagas Suara Muhammadiyah pada Rabu, 10 Mei 2017. Acara yang dihelat di Hotel Inna Garuda, Yogyakarta ini, menurutnya, sebagai suatu upaya untuk mengungkap fakta bahwa sebenarnya etnis Tionghoa di Indonesia memiliki keragaman wajah.
Didi menjelaskan bahwa, Tionghoa, terlebih yang muslim, tidak seperti banyak pra-pemahaman yang terbangun selama ini, bahwa Tionghoa identik dengan kesan negatif dan direpresentasikan oleh sosok-sosok tertentu saja. “Jangan melihat sepotong-potong. Ada bermacam wajah Tionghoa. Berwarna-warni. Acara ini menampilkan muslim Tionghoa yang utuh, berwarna-warni. Tidak tunggal,” tuturnya.
“Alhamdulillah ini ada acara. Kami terima kasih sekali. Harapannya, yang paling penting itu, disadari bahwa Tionghoa itu tidak satu macam. Misalnya direpresentasikan oleh Ahok,” ulasnya.
Di Indonesia, kata Didi, ada banyak muslim Tionghoa yang bisa menjadi jembatan dan memiliki konstribusi besar kepada bangsa dan negara. “Kami sudah meneliti fenomena ini sejak lama. Dalam kerajaan muslim zaman dahulu, peran etnis Tionghoa muslim itu sangat besar. Mereka memiliki persenjataan lengkap dan canggih yang mengajarkan kepada muslim Indonesia,” urainya.
Didi menggarisbawahi bahwa peran muslim Tionghoa belum banyak ditampilkan. “Selain juga mereka low profile. Tidak ingin menonjol. Muslim Tionghoa generasi awal sudah berbaur dan punya keturunan yang juga sudah berbaur dengan warga lokal,” kata Didi. Mereka ini telah mempraktekkan ajaran Islam bahwa antar sesama itu harus saling bersaudara.
Simposium Internasional ini sendiri merupakan upaya Suara Muhammadiyah berkonstribusi untuk bangsa, dan juga untuk dunia. Terlebih dalam situasi deglobalisasi dan maraknya gerakan konservatisme. Suara Muhammadiyah berupaya untuk menyuarakan topik yang selama ini hampir hilang dari pemberitaan banyak media di Indonesia.
Simposium Internasional yang digarap langsung oleh tim Event Organizer Suara Muhammadiyah, ini menghadirkan sejumlah tokoh bangsa, ahli sejarah dan pemerhati Tionghoa. Di antaranya adalah Pemimpin Umum Suara Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif, Ketua WALUBI Bidang Hubungan Internasional Philip K Widjaja, Ekonom dan Cendekiawan muslim Syafii Antonio, perwakilan PP Muhammadiyah dan PB Nahdlatul Ulama, Pakar Ilmu Sosial dan Peneliti ISEAS-Yusof Ishak Institute Hew Wai Weng dan Sejarawan UGM Muhammad Yuanda Zara. (Ribas)