Buka Simposium Internasional, Haedar Nashir: Kedewasaan Kita dalam Berbangsa Sedang Diuji

Buka Simposium Internasional, Haedar Nashir: Kedewasaan Kita dalam Berbangsa Sedang Diuji

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah-Simposium Internasional bertajuk ‘Genre Sosial-Budaya Muslim Tionghoa di Indonesia’ yang diinisiasi oleh Suara Muhammadiyah resmi dibuka oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir, Rabu (10/5) di Hotel Inna Garuda Yogyakarta. Dalam kesempatan  tersebut Haedar mengatakan bahwa tidak dapat dielakkan bahwa ada proses panjang yang membentuk keberagaman dan kebhinnekaan di tubuh bangsa Indonesia.

“Keberagaman dan kebhinnekaan memang tidak pernah sekali jadi. Dalam proses yang panjang itu pasti ada berbagai gesekan yang terjadi. Tapi ini positif untuk menjadikan kita bangsa yang bhinneka,” tutut Haedar.

Sebagai negara yang tumbuh dalam keberagaman suku bangsa, etnis dan agama, masyarakat Indonesia memiliki karakter yang non-komplementer dan tentunya tidak lepas dari konflik-konflik yang terjadi akibat gesekan dan perbedaan yang ada. Berbagai peristiwa yang terjadi seperti ketegangan yang menimpa etnis Tionghoa kala perhelatan Pilkada DKI sebelumnya menjadi ujian tersendiri bagi kebhinnekaan dan keberagaman Indonesia.

“Setiap peristiwa yang ada menguji kedewasaan kita dalam berbangsa. Kalau tidak berhati-hati, maka ketegangan yang terjadi pasca Pilkada DKI seakan memunculkan pertarungan melibatkan agama dan ras yang mengadu satu sama lain dan mengoyak kebhinnekaan,” lanjutnya.

Bagi Haedar sendiri, adalah naïf bagi bangsa yang besar dan mejemuk untuk bebas dari berbagai konflik dan gesekan. “Sebuah bangsa yang dewasa bukanlah yang tidak pernah berkonflik, melainkan yang mempu belajar dari berbagai peristiwa yang ada,” imbuhnya.

Di dalam keberagaman dan berbagai tatangan yang mengadapinya, menurut Haedar, Indonesia sendiri sejatinya telah memiliki sebuah kekuatan pengikat yang menjadi titik temu keberagaman yang ada. Tidak lain adalah Pancasila yang menjadi landasan sekaligus tolak ukur dalam berbangsa dan negara.

“Berbekal ini, kita maju bersama dalam konteks keberagaman,” tegasnya.

Muhammadiyah sendiri telah menegaskan bahwa Indonesia sebagai negara pancasila adalah darul ahdi wa syahadah. Di mana dengan tegas mengatakan bahwa pancasila sebagai dasar negara dibentuk atas dasar kesepatakan bersama. Seluruh komponen bangsa memiliki kewajiban dalam mewujudkan cita-cita pendiri bangsa Indonesia yaitu menjadi negara yang maju, berdaulat, adil dan makmur.

“Maka tidak tepat kalau ada golongan yang mengatakan dirinya paling pancasilais dan paling setia kalau tidak berupaya menjaga bangsa berada dalam bingkai nilai-nilai yang ditetapkan. Kesetiaan itu diuji di kala menghadapi situasi yang susah dan pelik, bukan di kala suka,” kata Haedar.

Haedar pun berpesan bahwa seluruh komponen bangsa harus merenung dalam memahami keindonesiaan. Ia berharap dengan digelarnya simposium yang mengulas tentang berbagai peran yang dilakukan oleh etnis Tionghoa khususnya Muslim Tionghoa, akan mampu mengasah kematangan kita dalam berbangsa.

“Suara Muhammadiyah sebagai bagian yang tidak lepas dari perjalaman Muhammadiyah dan bangsa tetap ingin membagikan semangat Islam berkemajuan dan mempererat persaudaraan dalam bingkai keragaman ini. Semoga, SM dan kalangan Muslim Tionghoa mampu merajut energi yang positif,” pungkas Haedar (Th).

Exit mobile version