KUDUS, Suara Muhammadiyah- Pimpinan Ranting Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PR IPM) SMA Muhammadiyah Kudus (Muhiku) menggelar event International Scholarship and Education Fair (ISEF) 2017 pada Kamis (11/5) di Aula Muhammadiyah Kudus, Jalan KHR Asnawi 7 Kudus. Berbagai kegiatan mewarnai serangkaian acara dalam kegiatan ini.
“Acara ini merupakan kegiatan International Scholarship and Education Fair (ISEF) yang di dalamnya ada pameran pendidikan dan beasiswa internasional,” ungkap Kepala SMA Muhammadiyah Kudus, Mochammad Chasan.
Ketua Panitia, Laila Maulidatun Nisa mengatakan bahwa kegiatan ini digelar masih dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional yang jatuh beberapa waktu lalu. Tak hanya itu, kegiatan ini juga dilakukan untuk memberikan sosialisasi kepada para pelajar di Kudus terkait beasiswa ke luar negeri. Ia menuturkan, kali ini pihaknya bekerjasama dengan Start Up Kresna Education yang juga menggelar event expo di lembaga-lembaga penyelenggara beasiswa international.
“Kegiatan ini juga dilakukan untuk mensosialisasikan kepada pelajar di Kudus bahwa kita juga bisa memperoleh beasiswa ke luar negeri seperti yang pernah diperoleh oleh para narasumber yang akan kami tampilkan dalam seminar. Kali ini kami bekerjasama dengan Start Up Kresna Education dengan membuka stand education dan non education, seminar smart parenting oleh Kak Seto Mulyadi, sharing dengan alumni para penerima beasiswa luar negeri, informasi informasi dari lembaga penyedia beasiswa luar negri termasuk juga simulasi tes toefl,” terangnya.
Kegiatan smart parenting yang diisi oleh Kak Seto berlangsung meriah. Audiens yang sebagian besar didominasi oleh pelajar dan mahasiswa terlihat antusias selama mengikuti seminar. Dalam kegiatan tersebut, Kak Seto menyampaikan mengenai pentingnya pemahaman orang tua dalam mengenali kemampuan anaknya. Menurutnya, pola pikir orang tua yang memaksakan kehendak kepada anak atau menuntut anak untuk memperoleh nilai akademis yang bagus pelu diubah.
“Sekarang ini, anak-anak waktunya banyak tersita untuk urusan sekolah. Sampai-sampai tidak sempat bermain. Kurikulum di Indonesia terlalu padat sehingga perlu ada evaluasi sehingga anak-anak masih memiliki waktu longgar untuk bermain. Bukan kesalahan anak kalau nantinya merasa tertekan dan mencari pelarian ke hal yang negatif,” pungkasnya (MPI Kudus).