YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah- Genap sudah satu abad kiprah Aisyiyah sebagai organisasi perempuan Islam berkemajuan dalam memberikan napas dalam pergerakan perempuan di Indonesia. Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir dalam Resepsi Milad Aisyiyah Jum’at (19/5) mengatakan bahwa dinamika akar rumput Aisyiyah dalam memajukan martabat perempuan, umat dan bangsa selama 100 tahun telah melampaui Muhammadiyah.
“Aisyiyah kiprah pergerakannya sampai ke pelosok-pelosok terjauh, bahkan dinamika akar rumputnya jauh melebihi Muhammadiyah,” ungkap Haedar dalam pidatonya di Sportorium UMY.
Kiprah tersebut tak jauh merupakan kelannjutan estafet dari para pendahulunya tidak lain sosok Nyai Walidah Dahlan, Siti Bariyah dan tokoh-tokoh Aisyiyah lainnya. Oleh karenanya, dalam momentum milad tersebut, PP Aisyiyah juga menyampaikan apresiasinya kepada dua sosok perempuan tersebut melalui penghargaan Aisyiyah Award yang diterima oleh keluarga dari Siti Walidah Dahlan dan Siti Bariyah.
“Sebagai bagian dari Muhammadiyah, Aisyiyah tidak perlu diragukan lagi keindonesiaannya. Muhammadiyah dan umat Islam tidak pernah berpikir selain setia mendirikan dan merawat Indonesia,” lanjut Haedar.
Melihat dinamika Aisyiyah yang kini memasuki abad keduanya, Haedar menyebutkan ada 5 karakter Aisyiyah sebagai gerakan perempuan Muhammadiyah yang tidak boleh luput dari benak para penerusnya. Pertama, Aisyiyah memiliki karakter utama sebagai gerakan Islam.
“Apapun kegiatan, gerakan dan spirit yang mekar di Asiyiyah dari pusat sampai ranting, selalu ikatkan kepada karakter bahwa Asiyiyah adalah harakatul Islam yang sebagaimana Muhammadiyah, memahami Islam secara komprehensif dalam dimensi aqidah, Ibdah dan duniawiyah. Inilah yang harus menjadi api spirit pergerakan Aisyiyah,” tegasnya.
Kedua, Aisyiyah memiliki karakter sebagai gerakan Islam berkemajuan. Karakter berkemajuan dari wajah dan pondasi Islam harus menjadi identitas yang khas bagi Aisyiyah.
“Posisinya adalah wasathiyah. Ketika berhadapan dengan dua arus ekstrem gerakan perempuan di Indonesia dan juga di dunia, Aisyiyah sebagai gerakan Islam berkemajuan pasti bisa belajar untuk lebih tawazun,” tukasnya.
Ketiga, Asiyiyah mempunya karakter sebagai gerakan sosial kemasyarakatan di jamaah dan akar rumput. “Tanpa membeda-bedakan suku, ras, agama dan kedaerahan, di akar rumpul itulah rumah kita dan tempat kita berkiprah tak pernah lelah,” lanjutnya.
Keempat, yaitu sebagai gerakan beramalusaha. Amal usaha terang Haedar adalah ciri bagi Muhammadiyah dan juga Asiyiyah yang membedakannya dengan organisasi pergerakan lainnya. “Berbagai upaya yang dilakukan melalui amal usaha sesungguhnya itu merupakan manifestasi dari Islam sebagai dinul amal,” kata Haedar.
Terakhir, Aisyiyah adalah gerakan kebangsaan. Muhammadiyah dan Aisyiyah sebagai bagian dari pendirian bangsa Indonesia menurut Haedar tidak boleh lari dari segala permasalahan yang dihadapi oleh bangsa. Oleh karenanya, peran kebangsaan Asiyiyah dan Muhammadiyah harus terus digelorakan sebagai bagian dari panggilan harakatul Islam.
“Masalah bangsa adalah masalah Aisyiyah dan Muhammadiyah. Muhammadiyah dan Aisyiyah serta seluruh kekuatan yang miliki harus terus menggelorakan peran kebangsaan yang mencerahkan, mencerdaskan dan memerdekaan,” tandasnya (Th).