YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah-Ketua Umum PP Muhammadiyah 1998-2005, Ahmad Syafii Maarif menjadi salah satu pembicara dalam gelaran Aksi Kebhinnekaan Pelajar Jogja bersama Maarif Institute dan Cameo Project, di Ballroom Tugu Edu Hostel Yogyakarta, pada Jumat, 19 Mei 2017.
Dalam kesempatan itu, Buya Syafii mengaku prihatin dengan kondisi bangsa Indonesia belakangan ini. Di usianya yang mencapai 72 tahun, segi peradaban dan moral tidak menunjukkan kondisi suatu bangsa yang dewasa. “Masyarakat kita agak gamang menghadapi situasi,” katanya.
“Ada kelompok yang menganut mazhab kebenaran tunggal. Mazhab yang seperti ini pertanda dari peradaban yang sudah lelah, kehabisan stamina,” kata Buya Syafii yang menggambarkan kondisi ini merupakan bagian dari peradaban Arab modern yang diekspor ke berbagai negara muslim lainnya di seluruh dunia.
Menurutnya, masyarakat sering menyamakan antara Arab dengan Islam. Seolah-olah semua yang dari Arab adalah bagian dari Islam itu sendiri. Padahal kenyataannya, orang Arab merupakan peradaban yang bermacam wajah. Perpecahan, konflik, dan gesekan politik terjadi tiada henti. “Residu (stamina) itu kita ambil karena dibawa oleh orang-orang yang kita anggap mengeri Islam,” katanya. Padahal, lanjut Buya, peradaban Arab yang hancur, merupakan akibat dari ketidaksesuaian perilaku dengan ajaran Islam yang menjunjung perdamaian dan persaudaraan.
Sebagai peradaban yang sedang lelah dan hampir kehabisan stamina, maka tidak bisa berpikir normal dan objektif. Bahkan, kata Buya, mereka nekad menggunakan ayat-ayat Allah untuk memuaskan hasrat politik. Permasalahan politik disampaikan dengan hujatan bukan dengan bahasa yang positif. “Dan Islam menjadi korban di tangan penganutnya,” kata Buya.
“Politik sekarang tunamoral dan peradaban, kita kekurangan jumlah negarawan. Banyak saat ini yang tidak menjadikan Pancasila sebagai pedoman membangun bangsa. Dengan acara ini, mudah-mudahan berguna bagi mereka untuk membangun wawasan berbangsa, membela nilai Pancasila, dan melawan semua kenderungan yang merusak bangsa,” ulasnya.
Sebagai sesepuh negeri, Buya Syafii mengkhawatirkan masa depan bangsa justru dikuasai para demagog. Mereka adalah orang-orang yang pandai berpidato, menghasut, dan menjadi alat bagi orang-orang yang bertaruh bagi kepentingan politik sesaat. Oleh karena itu, Buya Syafii berharap para pelajar yang mengikuti kegiatan ini menjadi sosok-sosok negarawan yang berintegritas tinggi.
“Saya berharap adek-adek menjadi negarawan pada level masing-masing. Jangan berhenti di level politisi sumbu pendek. Kalau tidak, saya khawatir Indonesia tidak bisa mencapai cita-cita kemerdekaan,” kata Buya. Kondisi ini diperparah karena mayoritas masyarakat dan elit bangsa tidak menjadikan Pancasila sebagai pedoman dalam membangun bangsa. (Ribas/Foto:Ulin)