Nasyiatul Aisyiyah Desak DPR Segera Sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

Nasyiatul Aisyiyah Desak DPR Segera Sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

Ketua Umum PP NA Diyah Puspitarini/Foto: Facebook PP NA

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah-Tahun ini, 88 tahun sudah genap usia Organisasi Perempuan Muda Berkemajuan, Nasyiatul Aisyiyah, berkiprah. Dalam Miladnya yang bertepatan dengan hari peringatan Kebangkitan Nasional, Nasyiatul Aisyiyah melalui kampanye #NasyiahHapusKekerasan mengokohkan komitmennya untuk memerangi kekerasan terhadap perempuan dan anak. Salah satu yang terkadung dalam pernyaataan sikapnya adalah bahwa NA mendesak agar segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.

“Nasyiah mendesak penghapusan segala bentuk kekerasan kepada perempuan dan anak karena dalam bentuk apapun merupakan kemunkaran yang jauh dari ajaran Islam,” tutur Ketua Umum PP NA Diyah Puspitarini dalam keterangan yang dirilisnya Sabtu (20/5).

Menurut catatan tahunan Komnas Perempuan pada 2016, angka kekerasan fisik menempati urutan yang paling tinggi dari total angka kekerasan sejumlah 16217 kasus. Pada 30 Maret 2017 yang lalu, Badan Pusat Statistik merilis bahwa terdapat 1-3 perempuan berusia antara 15-64 tahun mengalami kekerasan fisik/seksual. Sekitar 1 dari 10 perempuan mengalaminya dalam 12 bulan terakhir. Sedangkan kekerasan anak sendiri setiap tahunnya diperkirakan mencapai 2500 kasus.

“Artinya setiap hari hampir 10 kasus. Dari kasus tersebut 50% adalah kekerasan seksual,” imbuh Diyah.

Menurut Diyah, setiap korban kekerasan berhak memperoleh keadilan, kebenaran, dan pemulihan. Namun mencari keadilan bagi perempuan dan anak korban kekerasan terutama kekerasan seksual sendiri kerap terhampat oleh sistem hukum.

“Banyak kasus yang tidak dilaporkan karena takut atau malu, juga terkadang mengalami revictimisasi dalam proses mencari keadilan,” tegasnya.

Salah satu contohnya nilai Diyah adalah kasus Baiq Nuril, mantan guru SMAN 7 Mataram yang justru dijadikan tersangka melanggar UU ITE saat proses perjuangannya melawan pelecehan seksual yang dialaminya. Nilainya, banyak kasus yang berhenti di kepolisian karena dianggap tidak dapat memenuhi syarat bukti yang tertera dalam KUHAP.

“Juga putusan yang kadang tidak adil bagi korban juga karena substansi hukum yang belum berpihak pada situasi perempuan dan anak korban kekerasan,” lanjut Diyah.

Melaui kampanye nasional #NasyiahHapusKekerasan Nasyiatul Aisyiyah menyatakan 4 sikap.

4 sikap tersebut disebutkan Diyah, pertama adalah mendesak jaminan keberpihakan yang adil Aparat Penegak Hukum terhadap perempuan anak korban kekerasan sehingga tidak mengalami revictimisasi maupun kriminalisasi.

“Kedua, Mendesak pemerintah menyediakan sarana dan prasarana penunjang serta memutus hambatan perempuan dan anak korban kekerasan dalam mengakses keadilan, kebenaran, dan pemulihan di berbagai level, terutama hingga dapat diakses oleh korban di akar rumput,” tukas Diyah.

Ketiga, Nasyiatul Aisyiyah juga mendesak pemerintah dan DPR segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, terutama segera dikeluarkannya Surat Presiden agar RUU Penghapusan Kekerasan Seksual segera dapat dibahas.

“Keempat, segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak bukan ajaran Islam, oleh karena itu Nasyiatul Aisyiyah mengajak seluruh elemen masyarakat untuk memulai budaya anti kekerasan terhadap perempuan dan anak dari lingkungan terdekat,” tandas Diyah (Th).

 

Exit mobile version