Karangkajen, Saksi Perjuangan dan Perlawanan Muhammadiyah

Karangkajen, Saksi Perjuangan dan Perlawanan Muhammadiyah

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah-Yogyakarta, dikenal sebagai kota dengan segudang cerita sejarah perjuangan para pahlawan. Termasuk perjuangan yang dilakukan oleh KH. Ahmad Dahlan dengan mendirikan Muhammadiyah pada tahun 1912 yang bermula di kampung Kauman, Yogyakarta. Perjuangan Ahmad Dahlan sebagai pendiri Muhammadiyah tidaklah sendiri, banyak orang-orang militan yang membantu perjuangan Muhammadiyah untuk memurnikan kembali Islam di Indonesia, tak heran jika Muhammadiyah terus berkembang pesat seiring dengan berkembangnya dunia kearah yang lebih modern. Salah satu basis orang yang membantu perjuangan Ahmad Dahlan ialah orang-orang kampung Karangkajen, Yogyakarta. Sejarah mencatat bahwa Karangkajen dikenal sebagai tempatnya para saudagar batik, yang tidak jauh beda dengan keseharian Ahmad Dahlan, sehingga membuat keduanya memiliki ikatan emosional terhadap, hal ini membuat KH. Ahmad Dahlan menginginkan dikuburkan di makam  Karangkajen,  Yogyakrta.

Ahad, 21/05/2017, seluruh komponen warga Karangkajen, yang dimotori oleh PRM Karangkajen dan Takmir masjid Jami’ Karangkajen, mengadakan Pengajian Akbar Bela Negara dengan tema “Umat Islam Sebagai Benteng Pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pancasila” yang disampaikan oleh Bapak Drs.H.Alfian Tanjung,M.Pd. Menurut Bapak Satria Awal Nugroho selaku ketua umum PRM Karangkajen tujuan dari acara ini yaitu “ menyadarkan akan gerakan komunis dengan gaya baru, seperti tahun 1965 yang mengadu domba ulama dengan nasionalis”. Gerakan gaya baru yang dimaksud ialah memasukan faham ideologi komunisme melalui seminar-seminar dan kajian-kajian “ilmiah” di kampus.

Acara ini juga sebagai  bentuk refleksi sejarah bagi tokoh dan sesepuh Karangkajen, serta sebagai media pembelajaran secara langsung mengenai sepak terjang PKI dalam memenuhi nafsu kekuasaanya bagi para generasi muda Karangkajen, karaena sejarah perjuangan melawan PKI di Yogyakarta tidak dapat dipisahkan dari  Karangkajen pada tahun 1965, hal ini disampaikan oleh Bapak Awal Satria Nugraha “di tahun 65 PKI masuk Jogja, basis kekuatan dari RPKAD (sekarang bernama KOPASUS) berada di Karangkajen, dan warga waktu itu diberdayakan untuk membasmi PKI”.

Dalam rentetan acara ini juga dilaksanakan deklarasi komponen bangsa, Yogyakarta anti komunis, yang diikuti oleh KOKAMKA (Komando Keamanan Karangkajen), KOKAM, AM FUI, berbagai laskar islam  serta ormas nasionalis, yang benar-benar menyatakan menolak terhadap ideologi komunis dan gerakannya dengan bentuk apapun, di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Panitia pengajian akbar yang diketuai oleh bapak Harjo, menyadari betul belajar sejarah perlu langsung dari pelakunya agar tidak ada pembelokan sejarah karena kepentingan. Maka dari itu beberapa tokoh pejuang perlawanan terhadap PKI didatangkan di tengah para jamaah pengajian akbar yang jumlahnya ribuan, salah satunya bapak Burhanudin, pahlawan perjuangan penumpasan PKI di Yogyakarta, yang kisahnya kini dihapuskan dari arsip media cetak. Beliau adalah orang yang langsung dilatih oleh RPKAD (KOPASUS) pada tahun-tahun kelam ketika PKI memberontak pemerintahan Indonesia. Semangat yang luarbiasa beliau salurkan melalui mimbar pengajian akbar kepada para jamaah, sebagai bentuk penyadaran bahwa ideologi komunis itu tidak lagi humanis ketika dipraktekan. Burhanudin mengatakan “Ketika PKI sudah bangkit tidak lagi berbicara dan mempengaruhi, tetapi sudah bunuh siapa yang menghalangi”. Selain itu juga ada bapak Modrik Sangidu salah satu tokoh perlawanan terhadap PKI di Solo. Saat ini pergerakan komunis sudah berani menampakkan taringnya, tidak lagi menggunakan pembunuhan dan penculikan seperti tahun 1965, melainkan dengan cara halus seperti halnya merangkul kaum-kaum intelek kampus melalu buku atau kajian “ilmiah”.

Pesan dari bapak Alfian Tanjung, diakhir acara Tabligh Akbar bahwasanya pergerakan komunis di Indonesia sudah sangat tertata rapi, mereka sudah menyiapkan ini semua dari jauh-jauh hari, menempatkan beberapa kadernya dalam tatanan negara. Umat islam tidak boleh lengah dan gegabah dalam mengambil tindakan, tetap senyap dan waspada. (M Radhii Mafazi)

Exit mobile version