YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah-Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir hadir dan memberikan tausiyah di hadapan jamaah tarawih Masjid Syuhada Yogyakarta, Rabu (31/5). Dalam ceramahnya, Haedar menyatakan bahwa bulan Ramadhan merupakan momentum yang tepat untuk menumbuhkan dan meningkatkan ruhani setiap muslim.
“Ketika kita berpuasa sesungguhnya menumbuhkan potensi ruhani kita. Menumbuhkan jiwa muttaqin,” tutur Haedar. Menurutnya, Ramadhan juga sekaligus sebagai momentum penting dalam mengusahakan kenaikan derajat spiritual.
Haedar menyatakan, setidaknya ada tiga potensi ruhani yang bisa digenjot melalui momentum bulan Ramadhan. Pertama, menanamkan nilai muraqabah. Yaitu jiwa yang merasa selalu diawasi oleh Allah. Jiwa muraqabah ini akan menjaga keikhlasan amalan setiap hamba “Karena merasa diawasi, maka menjadi manusia merdeka,” katanya.
Jiwa muraqabah, kata Haedar, harus ditanamkan dalam jiwa setiap individu, keluarga, masyarakat dan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. “Dengan jiwa muraqabah, maka kita tidak akan mudah terjerumus,” urainya.
Bahkan, ungkap Haedar, jika jiwa muraqabah ini senantiasa dipraktekkan dalam kehidupan individu hingga bernegara, maka negara tidak membutuhkan polisi dan pengawas. Semua orang akan melakukan sesuatu dengan sungguh-sungguh karena selalu merasa diawasi oleh Allah yang Maha Mengawasi dan Maha Melihat. Negara akan aman, damai, dan tentram.
Kedua, puasa mengajarkan tentang muhasabah. Yaitu sikap selalu melakukan introspeksi, evaluasi, dan memperbaiki diri. Sikap ini merupakan pertengahan antara sikap berharap (raja’) dan takut (khauf) kepada Allah. Di satu sisi, merasa selalu berharap ganjaran atas amalan dan di sisi lain merasa kawatir jika amalannya tidak diterima oleh Allah.
Ketika sikap muhasabah ini dipraktekkan, maka kualitas umat Islam akan meningkat. Haedar mengakui bahwa umat Islam di Indonesia merupakan mayoritas secara jumlah. Orang yang sekedar melaksanakan rutinitas ibadah ritual sangat banyak. “Tapi adakah ibadah-ibadah itu menghujam ke sanubari kita dan menghiasi kehidupan sehari-hari kita?” kata Haedar, lantas membacakan hadis bahwa banyak orang berpuasa, tetapi tidak mendapatkan ganjaran, selain dari lapar dan hausnya saja.
Ketiga, puasa menumbuhkan semangat untuk bersungguh-sungguh. Yaitu sikap totalitas dalam segala hal demi meraih tujuan terbaik. Menurut Haedar, dalam kehidupan di dunia, manusia senantiasa diuji, apakah ia bersungguh-sungguh berusaha dan bersabar dalam menjalani setiap proses. Al-Qur’an menegaskan bahwa setiap umat selalu mendapatkan cobaan untuk menguji dan meningkatkan kualitas.
Dalam konteks peradaban, umat Islam harus bersungguh-sungguh untuk menjadi umat terbaik atau khairu ummah, sebagaimana sebutan yang disematkan al-Qur’an. Khairu ummah meniscayakan supaya umat Islam maju dalam segala hal, berakhlak mulia, cerdas dan berilmu.
Khairu ummah harus dibangun melalui pendidikan, guna melahirkan masyarakat yang berilmu. “Islam mengajarkan iqra sejak wahyu pertama. Dari iqra’-lah, kita membangun peradaban Islam menjadi dinul hadlarah,” kata Haedar. Ketika umat Islam menjadi khairu ummah, maka ia tidak mudah terperdaya oleh kekuatan bangsa lainnya. (Ribas)