Arsitektur dan Budaya Islam

Arsitektur dan Budaya Islam

Oleh: Priyo A Sancoyo*

Dalam sebuah diskusi bebas, arsitektur ternyata tidak hanya berdiri sebagai produk budaya, tetapi juga merupakan sesuatu yang berperan dalam membentuk ruang-ruang sosial dan simbolik sebuah “ruang” yang tidak langsung merupakan cerminan dari perancang dan masyarakat serta “penghuni” yang tinggal di dalamnya. Bagi seorang muslim, arsitektur merupakan fasiltas untuk mendekatkan diri pada Allah SWT baik untuk ibadah mahdhah seperti sholat dan kajian qur’an hadits , maupun ibadah yang sifatnya keduniaan seperti bekerja, belajar, bersilaturahim dan kegiatan sosial lainnya.

Arsitektur dan budaya

Arsitektur sebagai produk budaya material, sebangun dengan apa yang ada dalam tatanan kehidupan sosial kita. Semisal bagaimana guyubnya sebuah masyarakat kampung antar satu dengan yang lainnya akan sebangun dengan ruang-ruang yang dibuka untuk menjadi tempat berkumpul. Tetapi sebaliknya kita akan bisa melihat beberapa jajaran bangunan “gedongan” menutup dirinya dari dunia luar dan meembaut sekat-sekat antara satu golongan dengan golongan yang lain. Tentu hal ini terlihat saling bertolak belakang.

Fenomena diatas tersebut ternyata tidak dapat dipungkiri, saat ini tidak sedikit ruang bersama yang akhirnya tertutup untuk khalayak umum berkumpul. Bisa dilihat semakin sedikitnya ruang berkumpul akan meningkatkan indeks ketidak bahagiaan.

Di kota Bandung dan Surabaya, sekarang walikotanya belomba-lomba menyulap kotanya untuk membuka seluas-luasnya ruang berkumpul bersama yang dijadikan temapt berkumpul tanpa emmandang latar belakang, gender dan strata sosial. Dan kegiatan tersebut terbukti meningkatkan indeks kebahagiaan di 2 kota besar tersebut.

Ya, kedua kota tersebut berlomba-lomba untuk memberi kesempatan kepada masyarakat dan pihak swasta besama-sama dan berkumpul untuk membangun icon kotanya. Mereka diberikan kesemptan untuk bisa bertemu antar komunitas dengan komunitas lain dan ini yang menyebabkan akhirnya arsitektur sebagai ruang sosial berfungsi dengan sebagaimana mestinya.

Arsitektur Rahmatan Lil Alamin

Sebagai wadah berkumpul bersama, arsitektur yang berwawasan rahmatan lil alamin agaknya menjadi sebuah keharusan. Menciptakan arsitektur yang bisa menjadi tempat bersama untuk saling mengenal satu dengan lainnya agaknya bukan saja kewajiban seorang arsitek seorang, tetapi juga seluruh masyarakat. Rahmatan lil alamin disini bisa berarti memberikan rahmat bagi manusia, makhluk hidup disekitarnya dan juga makhluk Allah yang lainnya.

Jika berbicara konsep rahmat bagi alam tentu adanya arsitektur menjadi peneduh dan solusi terhadap permasalahan lingungan sekitar. Sebagai contoh, masjid yang digunakan sebagai pusat dakwah, pusat pendidikan dan terkadang menjadi tempat untuk pengobatan dan bisnis.

Disisi lain ternyata arsitektur juga malah menjadi sumber bencana bagi lingkungannya. Tidak sedikit contohnya, semisal saja beberapa masjid roboh ketika gempa melanda Aceh di Pidie Jaya akhir tahun lalu. Bukan gempanya yang menyebabkan orang tertimbun oleh reruntuhan kubah tetapi, konstruksi arsitektur masjid yang tidak dibangun dengan struktur yang baik sehingga konsep rahmatan lil alamin sebagai solusi tidaklah terjadi.

Besin Salim Hakim (2010) mengatakan jika arsitektur Islam yang rahmatan il’alamin dipengaruhi dua hal: fiqih dan kondisi lokal. Kondisi lokal dapat berupa kondisi arsitektur pra-Islam yang kemudian dielaborasi dengan nilai-nilai Islam (Hakim 2010: 18), kondisi geografis seperti iklim, kondisi lahan, dan cuaca, kondisi ekonomi, keahlian membangun dan teknologi, serta tradisi lokal (Hakim 2010: 138).

Dengan dipengaruhi dua hal tersebut amatlah wajar bila kita melihat keragaman arstitektur Islam selayaknya beragam sajian hidangan halal di berbagai tempat. Keragaman tersebut tetap memiliki ciri khas sebab berpegang pada prinsip yang sama.Karenanya penting untuk diketahui, bahwa Islam memiliki pelbagai prinsip arsitektur terkait rancangan bangunan, di antaranya :

Pertama, arsitektur ( dalam hal ini bangunan) tidak membahayakan dan tidak merugikan.

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisa 4: 29)

Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan.” (QS. 26: 183)

Kedua, tidak bermegah-megahan.

“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-A’raf 7: 31)

Ketiga, memiliki estetika dan keindahan yang bermanfaat.

Katakanlah: “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik?” Katakanlah: “Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat”. Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui.” (QS. Al-A’raf 7: 32)

Rasulullah SAW bersabda, “Tidak seorangpun yang di dalam dadanya ada kesombongan sebesar zarrah yang akan memasuki surga.” Seorang pria berkata: “Seseorang yang suka memakai pakaian dan sepatu yang bagus.” Nabi menjawab: “Allah itu indah dan menyenangi keindahan.” (HR. Muslim)

“Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa hikmah. Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka.” (QS. Shad 38: 27)

Oleh karena itu, pada dasarnya arsitektur dan budaya Islam merupakan satu kesatuan yang saling mendukung. Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin bisa terejawantahkan dalam sebuah budaya material berupa asritektur yang hidup dan menghidupi serta berada di tengah-tengah kehidupan kita.


*Priyo A Sancoyo Anggota Majelis Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana (MLHPB) PWM Jawa Timur

Exit mobile version