Oleh : Ira Musarafa*
Thailand, yang dikenal juga sebagai negeri gajah putih adalah negara dengan mayoritas penduduk beragama Budha, namun tidak dapat dipungkiri bahwa terdapat penduduk Muslim disana. Muslim dapat mudah di jumpai di Thailand bagian selatan seperti di provinsi Songkhla, Pattani, atau Yala. Kebanyakan muslim disana mampu berbahasa Melayu karena kawasan disana berbatasan dengan Semenanjung Malaysia. Muslim di Thailand tidak jauh berbeda dengan muslim di Indonesia. Muslim disana juga sangat beragam.
Berdasarkan pengalaman selama tinggal di Hatyai (Provinsi Songkhla), ternyata tidak mudah dijumpai tempat beribadah (mushola/masjid) baik di lingkungan universitas tempat saya belajar ataupun di tempat umum lainnya. Tempat ibadah di kampus hanya ada di perpustakaan lantai 6 itupun tempatnya tidak begitu luas. Selain itu, saya temui juga tempat ibadah berada di salah satu ruang organisasi mahasiswa Biologi. Bagi laki-laki, sholat Jumat dipusatkan di Sport Complex yang ada di kampus tersebut. Selama ibadah Jumat tidak terdengar sama sekali kumandang adzan dan khutbah diluar tempat tersebut. Penggunaan pengeras suara memang dilarang bagi muslim disana. Akses ibadah yang terbatas tidak menyurutkan semangat beribadah para muslim disana. Meskipun suara adzan tidak berkumandang, tetapi umat muslim mampu menjadwal waktu sholat mereka dengan baik. Ini menjadi bahan introspeksi diri. Di Indonesia, sangat mudah kita jumpai tempat ibadah dan kumandang adzan selalu terdengar setiap masuk waktu sholat, tetapi kebanyakan muslim justru cenderung mengabaikannya dan tidak menjalankan ibadah dengan baik. Disisi lain, muslim di Thailand kesulitan dalam menemukan tempat ibadah tetapi tidak menyurutkan semangat mereka dalam beribadah. Ini memberikan pelajaran bagi Saya bahwa ketika iman telah mendarah daging maka halangan sekecil apapun tidak akan menyurutkan semangat muslim dalam beribadah kepada Allah.
Selain itu, pelajaran lain yang saya dapatkan selama tinggal di negara dengan mayoritas nonmuslim adalah berhati-hati dalam memilih makanan dan minuman. Sebenarnya, dimanapun kita berada, kita diajarkan untuk mengkonsumsi makanan dan minuman yang halal. Meskipun kita tinggal di negara mayoritas muslim (seperti Indonesia) hendaklah kita memperhatikan makanan dan minuman yang kita konsumsi. Seperti dijelaskan dalam QS. Al-Baqarah ayat 168 : “Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu.”
Dari sudut pandang sebagai orang Indonesia, kebanyakan Muslim di Indonesia kurang mempertimbangkan halal haram makanan yang dikonsumsinya. Mereka cenderung acuh, asalkan makanan kita bukan khamr, daging babi, dan bangkai (kecuali ikan dan belalang), kita telah menganggapnya halal. Padahal tidak semudah itu. Bisa juga bahan-bahan tersebut telah diolah menjadi bahan masakan dengan wujud yang berbeda, misalnya angciu (bahan tambahan masakan yang mengandung alkohol). Selain itu, alat masak yang telah terkontaminasi dengan barang haram juga mengakibatkan masakan tersebut menjadi haram karena masakan yang dibuat ikut terkontaminasi oleh barang haram tersebut. Meskipun kita tinggal di negara berpenduduk mayoritas muslim, hal tersebut tidak menjamin bahwa makanan yang ada semuanya halal dan boleh dikonsumsi. Sebagai muslim yang arif hendaklah kita selektif terhadap makanan yang kita konsumsi. Cara yang dapat kita lakukan adalah dengan memperhatikan label halal atau label MUI dan juga komposisi bahan makanan yang tertera pada bungkus makanan.
Mengkonsumsi makanan haram berbahaya bagi manusia karena dapat merusak hati. Apa yang dikonsumsi seseorang dan masuk kedalam perutnya berhubungan erat dengan qalbunya: sehat dan rusaknya. Seperti dijelaskan dalam hadist berikut: Rasulullah saw bersabda “Sesungguhnya yang halal adalah jelas dan yang haram juga jelas dan di antara keduanya terdapat perkara yang samar, kebanyakan manusia tidak mengetahuinya. Barangsiapa yang menghindar dari yang samar maka dia telah menjaga agamanya dan kehormatannya. Dan barangsiapa yang terjatuh dalam perkara yang samar maka dia telah terjatuh dalam perkara yang haram, seperti penggembala yang berada dekat di pagar milik orang lain dikhawatiri dia masuk ke dalamnya. Ketahuilah setiap raja memiliki pagar (aturan), aturan Allah adalah larangan-laranganNya. Sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging jika dia baik maka baiklah seluruh jasad itu, jika dia rusak maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah itu adalah hati” (HR. Bukhari dan Muslim).
Selain itu, doa orang yang mengkonsumsi barang haram juga tidak akan dikabulkan. Nabi saw menyebutkan seorang laki-laki yang telah menempuh perjalanan jauh, sehingga rambutnya kusut dan berdebu. Orang itu mengangkat tangannya ke langit seraya berdo’a: ‘Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku.’ Padahal, makanannya dari barang yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram dan dikenyangkan dari yang haram, maka bagaimanakah Allah akan memperkenankan do’anya?” (HR. Muslim).
Semoga, ini menjadi refleksi diri di bulan suci Ramadhan ini. Semoga Allah senantiasa membukakan pintu hati kita sehingga kita menjadi muslim yang bijaksana dan waspada. Aamiin.
*Ira Musarafa Mahasiswi Pendidikan Kimia UNY, 4 bulan studi di Prince of Songkla University, Thailand.