Berpuasa Di Negeri Oppa

Adzan

Masjid Korsel Foto Dok Ilustrasi

Phisca Aditya Rosyady*

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui” (Q.S. Ar rum : 22)

Berpuasa menjadi tantangan dan memiliki kesan tersendiri jika itu dilakukan tak seperti biasannya. Seperti halnya menjalankan ibadah berpuasa Ramadhan di negara Korea Selatan. Memang tak seperti biasa berpuasa di sini. Di saat ngabuburit belum tentu terlihat penjual kurma, kolak, es campur sebagaimana di Indonesia. Di saat tiba shalat lima waktu tak terdengar seruan adzan. Adzan yang berkumandang hanya lirih terdengar dari aplikasi  di smart phone kita. Di saat kita akan makan, juga harus dua kali berpikir soal halal haram. Belum lagi soal rasa makananya.  Maklum lidah Indonesia lebih menyukai masakan manis, asin, dan pedas. Inilah potret puasa Ramadhan yang saya alami  di negeri para Oppa. Tapi jujur, momen itu sering saya rindukan setelah saya kembali ke tanah air tercinta.

Bersyukur saat ini sudah tahun ketiga Saya dan istri menjalankan Ibadah Ramadhan di Negeri Ginseng. Dua tahun pertama saat saya menempuh studi dan tahun ini saat saya menemani istri menyelesaikan studi sambil mencoba mengadu nasib di sini. Tiga tahun yang membuat pembiasaan-pembiasaan terhadap hal-hal yang berbeda itu sudah khatam. Sebagai contoh, kebiasaan menjaga beratnya mata saat hanya tidur dari jam 12 hingga jam setengah 3 pagi. Mungkin ketar-ketir Saya dan banyak muslim pendatang lainnya dalam menjalankan Ibadah Puasa di sini sudah sirna kalau kita sudah pernah menjalaninya.

Ada beberapa hal yang tak biasa ketika kita berpuasa di negeri Oppa.  Kedua hal ini kalau menurut saya bermuara pada dua sebab. Pertama karena Korea selatan bukan negara tropis seperti Indonesia dan kedua karena memang  Korea Selatan bukan negara yang mayoritas muslim, untuk saat ini. Untuk masa mendatang wallahua’lam siapa yang bisa menerka. Berikut adalah hal-hal yang membuat puasa di Korea Selatan berbeda dengan di Indonesia.

Iklim dan Cuaca

Beberapa kali dan termasuk ramadhan tahun ini, Korea Selatan sedang mulai-mulainya menyambut musim panas (summer). Musim panas berlangsung sejak Juni hingga Agustus biasanya. Mungkin yang tampak hal ini berdampak pada suhu luar yang cukup panas yakni berkisar  antara 25-37 derajat Celcius. Belum lagi di Korea udara cukup kering dan terik sinar mataharinya. Inilah yang mungkin menjadi tantangan tersendiri untuk para pendatang baru yang belum terbiasa berpuasa di Negeri Ginseng ini. Namun rasa-rasanya ini tak dirasakan bagi kita yang kesehariannya didalam ruangan berAC dan teduh, bersyukurlah yang merasakan demikian.

Periode Lamanya Berpuasa

Berada di daerah non-tropis tentu berbeda dengan saat kita berada di Indonesia yang tepat di garis katulistiwa. Implikasinya Indonesia memiliki periode waktu yang “fifty-fifty” hampir sama antara siang dan malam. Di Indonesia siang dan malam terbagi hampir merata yakni masing-masing 12 Jam.  Kalau di Korea Selatan akan berbeda terlebih saat musim panas begini.  Waktu siang di sini akan berlangsung lebih lama. Sebagai contoh saja dalam jadwal imsakiyah hari pertama jadwal Shubuh adalah jam 3.25 dan jadwal Maghrib adalah 19.45. Kalau kita tarik selisihnya (19.45-03.25 maka akan menghasilkan durasi 16 jam 20 menit). Mungkin ini cukup panjang dan lama bagi teman-teman yang belum terbiasa. Ini adalah salah satu dari beberapa perbedaan yang mencolok kondisi berpuasa di Indonesia dan di Korea. Namun tetap belum ada apa-apanya dibanding ummat muslim yang berada di dekat kutub utara yang hanya merasakan malam selama dua jam saja

Ketersediaan Makanan Halal

Makanan tentu menjadi hal yang pokok bagi setiap manusia. Makanan menjadi sumber kekuatan untuk kita beraktivitas. Bagi setiap muslim tentu sudah faham bahwa makanan yang hendaknya kita makan adalah makanan yang tidak hanya bergizi dan enak, namun kita juga perlu untuk mempertimbangkan sisi kehalalan dari makanan tersebut.  Dari sinilah kemudian kita harus makan, makanan yang halalan thoyyiban. Halal dan baik untuk kita, demikian bahasa sederhananya. Halal dari asal muasal makanannya dan halal dari cara menyembelih misal itu berupa daging dari hewan. Berangkat dari sini kita sebagai seorang muslim harus pandai memilah dan memilih, terlebih jika berada di kawasan minoritas muslim, termasuk di Korea yang notabene memang ummat muslim terbilang cukup sedikit dibandingkan yang lain. Kita mencari makan di Korea mungkin tak semudah biasanya, mungkin hanya warung-warung tertentu yang benar-benar menyediakan makanan halal. Harus dua tiga kali berhati-hati sebelum memakan sesuatu. Namun tenang, asalkan sebelum makan kita mau bertanya dan kroscek insya Allah akan menghindarkan kita dari memakan makanan yang tak halal. Untuk makanan ada dalam kemasan kita cukup mencermati komposisi yang ada dibungkusnya tersebut. Nah, di sinilah kemampuan membaca dalam tulisan hangeul kita akan bermanfaat. Namun untuk masakan di warung-warung kita bisa kroscek dengan bertanya apakah makanannya halal, bagaimana memasaknya dan banyak hal lagi. Insya Allah orang-orang di sini jujur dan dengan senang hati menjelaskan kepada kita.

Ketersediaan Masjid

Masjid sebagai tempat ibadah ummat muslim tentu menjadi hal yang perlu diperhatikan. Terlebih saat ibadah-ibadah yang mana hanya bisa dilakukan di masjid saja, saat itulah masjid menjadi tempat yang memang harus ada. Sebut saja seperti Ibadah Sholat Jumat dan I`tika di bulan Ramadhan, Ibadah tersebut memang membutuhkan masjid sebagai sarana untuk melakukan aktivitas peribadatan. Belum lagi kalau kita bicara sholat fardhu yang memang sebaiknya memang dilakukan berjamaah di Masjid. Idealnya memang disekitar kita terdapat masjid yang bias diakses kapan saja ketika kita akan beribadah. Namun hal ini jarang kita temukan pada saat kita berada di Korea Selatan. Mungkin di kawasan kita hanya terdapat beberapa masjid yang bias diakses namun jauh atau bahkan tidak sama sekali. Namun lagi-lagi tenanglah karena saat ini di Korea sudah ada masjid-masjid yang diinisiasi saudara-saudara muslim di sini, sebut saja teman-teman muslim WNI yang sudah mempunyai 50 Masjid lebih di Korea meskipun baru 4 atau 5 yang sudah masjid permanen. Terlepas dari ketersediaan masjid yang ada di sini sekarang yang terpenting adalah ikhtiar kita untuk tetap menjaga shalat lima waktu khususnya. Karena mungkin banyak diantara kita yang terlena dengan kesibukan riset atau mengais pundi-pundi won kemudian meninggalkan sholat dan berdalih karena tak ada masjid. Lalu muncullah pertanyaan, bukankah disetiap milimeter tempat di muka bumi ini adalah sajadah panjang-Nya yang bisa kita jadikan tempat bersujud? Semoga kita termasuk hamba-Nya yang istiqamah.

Hal-hal di atas adalah gambaran secara umum tantangan beribadah di Bulan Ramadhan di Negeri para Oppa. Kalau melihatnya dengan sepintas mungkin akan terasa berat namun disitulah justru Allah memberikan kesempatan kita untuk bertafakur dan bersyukur tentang anugerah iman dan islam. Dan anugerah yang tak banyak dari diri kita menyadari yakni lahir dan bisa tinggal di negara yang mayoritas muslim, Indonesia. Semoga kita termasuk hamba-hambaNya yang selalu bersyukur dan mawas diri. Ramadhan Mubarak!


*Ketua PCIM Korea Selatan Periode 2016-2018

Exit mobile version