YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah- Sebagai organisasi Islam yang turut mengawal lahirnya bangsa Indonesia, Muhammadiyah telah menetapkan bahwa Indonesia sebagai negara Pancasila adalah Darul Ahdi wa Syahadah. Dengan sikap yang diambil oleh Muhammadiyah tersebut mengisyaratkan bahwa Indonesia dengan Pancasila sebagai dasar negaranya yang lahir dari kesepakatan serta konsensis seluruh elemen bangsa belum menemui kata final.
“Ada yang mengatakan bahwa Indonesia, Pancasila itu final. Menurut kami, Indonesia dan Pancasila itu belum final. Tapi pertanyaan setelahnya mau di bawa kemana? Kita harus mengisi negara ini. Kita harus melangkah sesuai dengan cita-cita pendiri bangsa,” tegas Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir dalam acara ‘Pembinaan Ideologi’ bagi penggerak media Muhammadiyah di Kantor PP Muhammadiyah Cik Ditiro, Rabu (14/6).
Menurutnya seluruh warga negara memiliki kewajiban untuk mengisi negara ini dengan turut serta mewujudkan cita-cita para pendiri bangsa. Bukan hanya menjadikan NKRI serta Pancasila sebagai slogan semata.
“Negara ini harus kita isi sehingga menjadi negara yang berkemajuan. Kita merdeka untuk apa? Untuk bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Ini harus menjadi cita-cita kita karena ada banyak yang menjadikan NKRI dan Pancasila hanya sebagai slogan saja,” lanjutnya.
Sebagai orgaisasi Islam moderat, Haedar pun mengingatkan bahwa posisi Muhammadiyah adalah berada di tengah, termasuk dalam hal berbangsa dan bernegara. Meskipun tidak berpolitik praktis, Muhammadiyah tetap mampu menjalin silaturahmi dan ukhuwah dengan seluruh kalangan. Muhammadiyah pun menurut Haedar tidak anti partai, namun Muhammadiyah selalu mendorong parpol yang ada agar tetap menjalankan misinya dengan baik.
“Dalam konteks kekuasaan Muhammadiyah tidak pernah anti pemerintah, namun apabila ada yang kurang pas Muhammadiyah tetap memberikan kritik. Ini yang disebut dengan amar makruf nahi munkar. Sedangkan dalam hal Indonesia, Muhammadiyah sudah menetapkan bahwa Indonesia adalah Darul Ahdi di mana tokoh Muhammadiyah juga ikut dalam mendirikan negara ini,” imbuh Haedar.
Oleh karena itu, Haedar menegaskan bahwa Muhammadiyah tidak pernah membolehkan warganya untuk menjadikan Indonesia sebagai negara Islam atau negara agama. Namun, di sisi lain Muhammadiyah juga tidak membiarkan mereka yang ingin mengubah Indonesia menjadi sekuler, komunis, atau pun bentuk lain yang tertentangan dengan prinsip bernegara juga Pancasila.
“Jika ada hal-hal yang bertentangan dengan pancasila dan NKRI jangan diarahkan kepada agama saja tapi juga ideologi dan gerakan lainnya. karena yang bertentangan dengan pancasila bukan hanya yang ingin mendirikan negara Islam namun juga komunisme, separatisme contohnya,” tukasnya.
Meskipun demikian, Haedar mengingatkan bahwa Pancasila bagi Muhammadiyah tidak kurang dan tidak lebih adalah sebagai dasar negara yang berarti seperangkat nilai yang menjadi pondasi dalam berbangsa dan bernegara. Menyoal sikap hidup secara menyeluruh, bagi Haedar sudah sepatutnya orang kembali kepada agama yang dianut.
“Maka jangan samakan pancasila dengan agama. Sebagai dasar negara, semua agama bertemu dalam bingkai pancasila yang landasannya adalah toleransi. Prinsip ini yang penting untuk menjadi panduan kita semua,” tandasnya. (Th)