PURWOREJO, Suara Muhammadiyah- Bertepatan dengan momentum 17 Ramadhan yang biasa diperingati dengan Nuzulul Qur’an, Universitas Muhammadiyah Purworejo (UM Purworejo) menggelar Pengajian Nuzulul Qur’an pada Rabu (14/6) di Ruang Seminar Kampus Timur UM Purworejo. Kegiatan yang digawangi oleh Panitia Kegiatan Ramadhan di Kampus UM Purworejo ini dihadiri oleh sekitar 200 jamaah yang meliputi perwakilan pengurus cabang Muhammadiyah dan Aisyiyah se-Kabupaten Purworejo, AUM se-Kabupaten Purworejo, serta dosen dan karyawan UM Purworejo.
Tampil sebagai narasumber yakni Wakil Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Agus Taufiqurrahman. Dalam pemaparannya, Agus Taufiqurrahman membedah perihal keistimewaan bulan ramadhan beserta rangkaian ibadah yang dapat dilakukan, definisi, tujuan, serta sikap terhadap dihamparkannya bulan ramadhan.
“Jangan sampai sudah kita di bulan ramadhan tetapi kita sia-siakan. Belum tentu pada waktu ke depan bisa bertemu lagi. Umur siapa yang tahu akan berakhir kapan. Justru kita belum tahu waktu depan dapat bertemu atau tidak. Waktu hari ini masih ramadhan mari kita gunakan dengan baik,” ujarnya.
Tak hanya itu, Agus juga memaparkan mengenai beberapa ciri orang yang mendapatkan gelar muttaqin setelah selesai dari bulan ramadhan. Menurutnya, yakni orang yang bersedekah dalam keadaan lapang dan sempit serta tidak mudah marah. “Jangan hanya melakukan senyummu kepada saudaramu adalah sedekah. Tapi tingkatkan sadaqah kita sampai membuat orang lain tersenyum,” imbuhnya.
Bertepatan dengan momentum diturunkannya Al Qur’an pada bulan ramadhan, Agus mengingatkan kepada seluruh peserta mengenai pentingnya gerakan mencintai Al Qur’an yang dimulai dengan membaca, memahami, menghafalkan, mengamalkan, serta mendakwahkannya. Oleh karenanya, pihaknya menghimbau agar gerakan mencintai Al Qur’an ini berlanjut pada Gerakan Tafhim Al Qur’an.
“Membacanya seperti meng-charge keimanan kita, juga tentunya akan mendapatkan pahala terlebih lagi pada bulan ramadhan yang setiap amalannya dilipat gandakan. Oleh karena itu, Pimpinan Pusat mengajak untuk melanjutkan gerakannya bukan hanya sekedar membaca tapi juga gerakan tafhim Al Qur’an. Karena hakikat membaca yakni ingin mengetahui apa yang dibacanya. Jadi harus dipahami dan berlanjut menuju ke proses selanjutnya,” terangnya.
Berkaitan dengan hal tersebut, ia mencontohkan apa yang dilakukan oleh KH Ahmad Dahlan ketika mengajarkan kepada murid-muridnya tentang Surat Al Ma’un yang dibahas berkali-kali hingga gerakannya berlanjut menjadi gerakan amaliyah.
“Kelebihan orang tua yang sering membaca dan mengajarkan Al Qur’an yaitu terhindar dari kepikunan. Karena otaknya bekerja lebih kompleks,” ungkapnya.