YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah-Keberadaan media sosial telah mengubah perilaku umat manusia abad 21. Tidak hanya perubahan perilaku, media sosial juga mengubah cara pandang dan pola interaksi. Media sosial telah membawa dampak sosial yang begitu besar. Jika tidak dimanfaatkan dan digunakan dengan sebaik-baiknya, bukan tidak mungkin, media sosial justru menjadi petaka. Menyikapi hal itu, Majelis Pustaka dan Informasi Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (MPI PWM) DIY bersama PC IMM Djazman Al Kindi Kota Yogyakarta menggelar Tadarus Medsos dengan mengangkat tema ‘Muhammadiyah dalam Gegar Politik dan Media.’ Acara yang bertempat di Aula Masjid Islamic Center UAD digelar pada Ahad (18/6).
Ketua MPI PWM DIY Dr H Robby Habiba Abror MHum menyatakan bahwa siapa pun perlu untuk memiliki pengetahuan tentang media sosial. Sehingga tidak terbelenggu dan terbawa arus. “Media sosial yang merupakan cabang Media secara umum saat ini saya menilai sudah melewati batas, sudah banyak menebar kebencian, yang berisi caci maki, bahkan sudah menjurus kepada pembunuhan karakter seseorang seperti pada kasus Pak Amien Rais kemarin,” ujarnya.
Akibat dari media sosial. Kata Robby, orang mudah untuk memutus tali persaudaraan. Melalui ucapan-ucapan di media sosial, ukhuwah menjadi retak. Sikap seperti itu jauh dari kesan akhlak muslim dan budaya timur. “Kita sebagai bangsa Timur yang memahami sopan santun, tiba-tiba menjadi bangsa yang liar dengan berkomentar bebas di medsos. Kadang sudah lupa dengan agama, saudara sesama bangsa, sehingga yang keluar hanya olok-olokan dan kata cacian bahkan pembunuhan karakter,” kata Ketua prodi Aqidah dan Filsafat Islam UIN Sunan Kalijaga ini.
Menurut Robby, di era siber saat ini, yang semuanya serba terbuka, dibutuhkan etika medsos yang bisa diterapkan kepada semua pengguna medsos. “Agar semua pengguna medsos memiliki rambu-rambu yang harus dipatuhi, dan mempedomani itu semua. Tentunya kita semua tidak ingin ditengahnya bergejolak negeri kita ini ditambahi dengan situasi yang memanas di media sosial,” kata Robby yang juga anggota asistensi Majelis Dikti dan Litbang PP Muhammadiyah.
Sementara itu, wakil ketua Majelis Dikti & Litbang PP Muhammadiyah Dr H Chairil Anwar, MSc menyatakan, Muhammadiyah memang memberikan perhatian yang sangat tinggi terhadap perkembangan teknologi komunikasi termasuk medsos. Baik itu dalam skala nasional maupun internasional. “Information and Communication Technolohy (ICT) memang seperti pisau bermata dua. Di satu sisi dapat memberikan dampak positif, namun di satu sisi juga dapat memberi dampak negatif,” kata Chairil.
Muhammadiyan, kata Chairil, terus berupaya memberikan edukasi dan literasi, agar masyarakat dapat menggunakan medsos untuk hal-hal yang positif dan dengan cara-cara yang positif pula. Meskipun tantangannya tidaklah mudah, mengingat penggunaan medsos sudah merasuk ke segala usia dan digunakan secara masif.
Oleh karena itu, peran utama berada pada individu. Mereka yang telah terdidik dan bisa menyikapi hal ini harus bisa menyebarkan edukasi kepada yang lainnya. Muhammadiyah dan semua pihak perlu menyediakan Sumber Daya Manusia yang bisa melihat persoalan dengan jernih. “Jangan sampai masyarakat terjebak dalam ruang sempit dan kemudian menyeberluaskan informasi hoax,” kata dia.
Menurutnya, medsos juga sering digunakan untuk kepentingan politik. Posisi ini harus dipahami oleh segenap warga Muhammadiyah. Sehingga bisa membedakan antara yang berbau politik dan bukan. Termasuk mengetahu posisi Muhammadiyah dalam politik. “Muhammadiyah dan politik sebenarnya sudah terlibat langsung terbukti dengan keikutsertaan tokoh-tokoh Muhammadiyah dalam penyusunan Piagam Jakarta,” kata mantan ketua ICMI DIY itu. Peran strategis Muhammadiyah terus berlanjut hingga saat ini.
Chairil mengingatkan supaya keberadaan media di Indonesia dapat menetralkan keadaan, jangan justru menjadi alat Partai Politik yang memecah belah keutuhan bangsa. “Dalam demokrasi yang kita ketahui terdapat 4 pilar, yang pertama eksekutif, kedua legislatif, ketiga yudikatif, dan yang keempat adalah media, kalau media masuk ke dalam politik, maka pilar keempat akan habis. Untuk itu dibutuhkan dan dipertahankan kenetralan media agar rakyat percaya dengan suara media, jangan sampai rakyat mencari sendiri keberadaan berita yang benar,” tutur Chairil Anwar. (Ribas)