BIREUEN, Suara Muhammadiyah-Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Aceh, Prof Alyasa Abubakar menyatakan bahwa perilaku saling memohon dan memberi maaf merupakan hal penting dalam mengakhiri Ramadhan. Demikian disampaikan dalam khutbah Idul Fitri 1438 H di halaman Masjid Taqwa Muhammadiyah Bireuen, Ahad (25/6).
“Semua dosa manusia akan diampuni, kecuali dosa dengan sesama manusia. Dosa dengan sesama manusia tidak akan diampuni oleh Allah sebelum orang itu memaafkan. Jika punya utang, tunaikan dahulu utangnya,” tutur guru besar UIN Ar Raniry Banda Aceh itu.
Menurutnya, ada beberapa pihak yang menjadi prioritas untuk meminta maaf. Pertama, meminta maaf kepada orang tua. Semua capaian manusia hingga meraih sukses merupakan hasil dari didikan orang tua. Oleh karena itu, sepantasnya setiap orang selalu berbakti kepada kedua orang tuanya, sebagaimana perintah Allah dan Rasul.
Kedua, meminta maaf kapada kerabat dekat. Orang-orang terdekat, kata Alyasa, merupakan sosok-sosok yang senantiasa berinteraksi dan mendukung dan menyertai kehidupan seseorang. “Sukar sekali kita berkata bahwa kita tidak pernah salah kepada mereka,” katanya.
Termasuk dalam kategori ini adalah permintaan maaf antara suami dan istri. Antara suami dan istri harus saling terjalin hubungan yang tidak saling menzalimi, tidak dendam, dan selalu dalam prinsip saling ridha. “Biasanya yang banyak membuat salah adalah orang yang memiliki kekuasaan. Karena dia mungkin saja semena-mena,” tuturnya.
Atas dasar prinsip bahwa yang berbuat salah biasanya adalah yang memiliki kekuasaan itu, kata Alyasa, maka suami meminta maaf kepada istri jauh lebih penting, walaupun di dalam hadis-hadis ada tuntutan supaya istri taat kepada suami dan istri berada dalam kerelaan suami.
Ketiga, meminta maaf kepada orang-orang yang dizalimi, baik disengaja maupun tidak. Betapa sering manusia saling menzalimi dalam kehidupan sehari-hari. “Mungkin yang dizalimi itu kita hanya bertemu sekali. Mungkin mengambil hak orang. Contoh kecil antri. Yang di depan harusnya lebih dulu. Tapi kita menyusup dan memotong antrian. Ini contoh menzalimi hak orang,” urainya.
Pesan lain dari Ramadhan adalah untuk meningkatkan kepedulian sosial. Puasa mengisyaratkan untuk merasakan penderitaan kaum dhuafa yang tidak selalu makan teratur. Demikian juga melalui sedekah dan berbagai ibadah lainnya di bulan Ramadhan, Allah mendidik umat Islam untuk meningkatkan kualitas diri. Karenanya, Alyasa mengajak para jamaah untuk terus menjaga konsistensi dan meningkatkan ibadah-ibadah sosial di luar bulan Ramadhan.
“Jika kita perhatikan ajaran-ajaran Rasulullah ini, rasanya tidak sempat kita berbuat salah. Karena banyak sekali kebaikan-kebaikan yang belum sempat kita kerjakan. Kita tidak sempat menyusahkan orang lain, karena dengan berbuat baik pun kita telah kehabisan waktu. Kita selalu senang, karena dengan kegembiraan ini pun kita telah kehabisan waktu. Kita tidak sempat melakukan yang lain-lain, tidak sempat marah,” ulas Alyasa Abubakar. (Ribas)