Ketua PusMas UMSurabaya: Boikot Starbucks Momentum Bangkitkan Kesadaran Kedaulatan Pangan

SURABAYA, Suara Muhammadiyah- Berawal dari pernyataan CEO Starbucks, Howard Mark Schultz pada 26 Juni lalu yang menegaskan sikapnya yang mendukung Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) dan pernikahan sejenis, Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas berpendapat bahwa pemerintah harus mempertimbangkan untuk mencabut izin perusahaan tersebut di Indonesia juga langkah boikot oleh masyarakat. Pasalnya, selain melayangkan pernyataan tersebut, Schultz juga menunjukkan sentimennya kepada mereka yang ada di perusahaan tersebut yang tidak sejalan dengannya, termasuk para pemilik saham perusahaan penghasil produk minuman berbahan dasar kopi tersebut.

Wacana boikot yang dilayangkan tersebut tersebut ditanggapi oleh Ketua Pusat Studi KH Mas Mansur (PuSMAS) UMSurabaya Sholihul Huda sebagai momentum yang tepat dan strategis. Tidak lain untuk membangkitkan kesadaran akan kedaulatan pangan di Indonesia, khususnya petani kopi lokal di negara ini yang justeru harus diperhatikan lebih kesejahteraannya. Melihat, Indonesia mempunya potensi hasil perkebunan kopi yang bisa didongkrak, tentunya dengan keberpihakan dengan memberikan penguatan-penguatan terhadap para petani kopi tersebut.

“Inilah saatnya pemerintah menggenjot pendapatan petani kopi kita. Menurut saya, saat ini kedaulatan petani kopi adalah harga mati,” katanya.

Solihul Huda pun menegaskan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara penghasil serta eksportir kopi terbesar. Kualitas biji kopi yang dihasilkan pun tidak kalah dengan yang diimport dari negara-negara penghasil kopi lainnya. Di Samping, kopi sendiri merupakan penghasil devisa negara nomor empat setelah sejumlah hasil bumi lainnya seperti sawit dan karet. Solikhul Huda pun optimis dengan momentum tersebut.

Di sisi lain, meskipun Direktur MAP Boga Adiperkasa Fetty Kwartati menerangkan bahwa perusahaan pemegang lisensi Starbucks Indonesia tersebut bergerak secara independen dan tetap memperhatikan budaya dan hukum yang berlaku di Indonesia, menurut Anwar Abbas, tidak menutupin kemungkinan bahwa Schultz akan memaksa seluruh karyawannya untuk tunduk kepada keberpihakannya.

“Kalau pemegang saham saja bisa dia ancam apalagi karyawan di bawah dia,” tandasnya. (Th)

 

Exit mobile version