Suara Muhammadiyah-Hampir di setiap kota-kota besar di seluruh Indonesia terdapat kawasan yang disebut kampung “Pecinan.” Munculnya kampung Pecinan menunjukkan tahapan proses asimilasi orang-orang Tionghoa dengan budaya setempat. Lambat laun, interaksi orang-orang Tionghoa semakin intensif sehingga mereka menyatu dengan budaya setempat. Secara budaya, nyaris tidak bisa dibedakan antara kaum pribumi maupun kaum pendatang, khususnya dari etnis Tionghoa. Apalagi, silang budaya antara nilai-nilai budaya setempat dengan nilai-nilai kultural etnis Tionghoa sering mencapai titik temu yang saling menguatkan.
Dalam konteks kehidupan sosial, peran-peran strategis yang dilakukan etnis Tionghoa sangat menentukan. Hingga kini, sektor ekonomi nasional nyaris dikuasai oleh para pengusaha dari etnis Tionghoa. Lembaga-lembaga pendidikan swasta yang berstatus bonafide di negeri ini juga banyak yang dimiliki oleh etnis ini. Pasca Reformasi 1998, beberapa tokoh dari etnis Tionghoa berhasil memerankan politik di tingkat lokal maupun nasional. Bahkan, kebijakan nasional di masa kepemimpinan Gus Dur berhasil menetapkan Konghucu—ajaran dan falsafah hidup etnis Tionghoa—sebagai salah satu agama resmi di Indonesia.
Sebagai dampak dari proses asimilasi dengan budaya setempat, beberapa kalangan dari etnis Tionghoa telah memeluk agama Islam. Proses perpindahan agama (konversi), khususnya ke dalam agama Islam, yang terjadi di kalangan etnis Tionghoa sudah berlangsung cukup lama. Kehadiran muallaf atau bahkan para dai dari kalangan etnis Tionghoa sudah cukup populer saat ini. Akan tetapi, dari pengalaman beberapa muallaf dan para dai dari etnis Tionghoa menunjukkan bahwa mereka secara sosial dan ekonomi tersisih dari kelompok besar dalam etnis Tionghoa yang menguasai perekonomian di Indonesia.
Belakangan ini, keutuhan bangsa Indonesia tengah diuji. Menjelang Pilkada DKI Jakarta, gesekan yang dapat memicu konflik terjadi antara sekelompok umat Islam dengan sekelompok dari etnis Tionghoa. Politisasi agama nyaris memicu perpecahan sehingga dibutuhkan upaya cerdas menjembatani kelompok-kelompok yang tengah bersitegang itu. Peran strategis ini dapat diisi oleh para muslim dari etnis Tionghoa. Karena secara etnik mereka terikat oleh nilai-nilai budaya Tionghoa, tetapi secara keyakinan terikat oleh konsep ukhuwwah Islamiyah.
Kita yakin, dengan memaksimalkan peran strategis etnis Tionghoa Muslim di Indonesia akan dapat menjembatani konflik yang nyaris memecah keutuhan bangsa saat ini. (Abu Rafif)
Dapatkan ulasan lengkap tentang Genre Sosial-Budaya Muslim Tionghoa di Majalah Suara Muhammadiyah edisi cetak, No. 11, 1-15 Juni tahun 2017