Indahnya Hidup Sederhana

Indahnya Hidup Sederhana

Oleh: RB Khatib Pahlawan Kayo

الحمد لله الذى هدانا لهذا وما كنا لنهتدي لولا أن هدانا الله

أشهد أن لا اله الا الله وحده لاشريك له وأشهد أن محمدا عبده

ورسوله لانبي بعده أللهم صل وسلم على نبينا محمد وعلى أله و أصحابه أجمعين

أما بعد فياأيهاالناس اتقوا الله حق تقاته ولاتموتن الا وأنتم مسلمون

Hadirin yang dirahmati Allah

Puji syukur marilah kita sampaikan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan iman kepada kita, sehingga kita dapat menyelesaikan ibadah Ramadhan dengan sempurna berikut ibadah-ibadah sunnah yang menyertainya. Shalawat dan salam marilah kita mohonkan kepada Allah SWT agar dilimpahkan kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW yang telah berjuang dengan segenap waktu dan tenaga dan pikirannya, sehingga Islam hadir membawa rahmat bagi alam semesta.

Islam sebagai agama yang hak dan berwawasan universal, telah memerdekan akal dan pikiran manusia agar mampu memilih dan memilah bagaimana tatacara kehidupan yang dapat membawa kebahagiaan hidup tidak hanya di dunia yang bersifat fana dan sementara, tapi lebih menguatamakan kebahagiaan hidup nanti di akhirat yang kekal dan abadi. Untuk itulah disyariatkan berbagai macam ibadah yang dapat mengantarkan manusia menuju kebahagiaan tersebut, salah satu diantaranya adalah ibadah puasa Ramadhan yang baru saja kita tunaikan. Namun yang menjadi pertanyaan adalah, sudah seberapa jauh pengaruh nilai-nilai ibadah puasa itu terhadap perilaku kita sehari-hari?

Hadirin yang dirahmati Allah

Mengapa  jumlah umat Islam yang konsisten meramaikan masjid sampai akhir Ramadhan semakin menurun dan sesudah Ramadhan semakin merisaukan?   Salah satu faktornya adalah karena masih terjadi kesenjangan antara pesan-pesan dakwah Ramadhan dengan sikap penerimaan dan pemahamannya, sehingga dalam aplikasinya masih banyak yang terlena mempersiapkan hari raya dengan berlebihan. Artinya masih banyak jama’ah yang belum berhasil memahami indahnya konsep hidup sederhana menurut Islam, sehingga yang dikedepankan  adalah bagaimana mengahadapi lebaran dengan segala sesuatu yang serba istimewa. Akibatnya untuk mempersiapkan semuanya itu tanpa disadari malam-malam yang mulia diakhir Ramadhan yang bernilai lebih seribu bulan menjadi terabaikan dan berlalu tanpa bekas.

Sebenarnya, Islam sejak awal telah memberi arah agar setiap muslim mampu mengelola kehidupannya dengan pola hidup yang sederhana. Pengertian sederhana adalah; seimbang, serasi dan selaras baik dilihat dari sudut pisik material maupun mental spritual. Sayang dalam pergaulan sehari-hari kita mudah terpancing untuk meniru tanpa seleksi ketika melihat teman sejawat di tempat kerja atau tetangga dikomplek perumahan tampil memamerkan sesuatu yang mencengangkan. Mungkin dalam penampilan berpakaian atau bergaya  dan bersikap. Padahal sifat seperti itu disebut ‘ujub atau takabur. yang tak perlu dicontoh. Dalam sebuah hadis, Rasulullah mengingatkan ada tiga perkara yang membuat manusia celaka; yaitu: “Kikir yang diikuti, hawa nafsu yang diperturutkan dan   ta’ajub (tercengang) pada kelebihan diri sendiri”.

Hadirin yang dirahmati Allah

Kebiasaan  menghadapi lebaran (hari Raya)  dengan serba baru, dengan biaya mahal yang melebihi dari kepatutan, sebenarnya bukanlah karakter hidup Islami. Karena bagaimanapun pasti didorong sifat keangkuhan untuk mengikuti gaya hidup modern yang menunjukkan perilaku tidak sesuai dengan hikmah dan tujuan ibadah puasa yang bermakna “imsak” atau menahan. Pendidikan puasa sesungguhnya melatih dan memperkaya khazanah bathin kita untuk bisa merenung bagaimana merasakan hidup miskin yang jauh dari kecukupan. Dengan demikian sebagai orang yang bertaqwa kita harus bisa  buktikan bahwa kita mampu hidup  berdampingan dengan saudara-saudara kita kaum dhu’afa’ dengan saling membantu dan meolong. Karena mareka sedang susah dan payah mencari nafkah disebabkan mungkin sedang mengalami putus hubungan kerja (PHK) dan bergulat dengan kemiskinan karena sulit mendapatkan lapangan kerja baru. Mereka menghadapi  kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari baik untuk makan ataupun pakaian dan sewa rumah. Kerisuan mereka lebih-lebih terasa ketika menghadapi hari raya yang mulia ini.

Oleh karena itu, marilah kita berusaha membangun lingkungan yang mampu hidup sederhana, dengan menanamkan sifat “Qana’ah”. Artinya merasa puas dan bersyukur dengan nikmat Allah yang sudah ada, karena apa yang dimiliki sudah memadai bahkan mungkin berlebih. Ciri orang yang bersyukur  diantaranya mampu melihat ke bawah,  sebab masih banyak orang yang hidupnya lebih menderita, lebih miskin dan melarat. Dengan demikian terketoklah hati kita untuk berbagi kebahagiaan dengan kaun dhu’afaa yang masih banyak jumlahnya di skeitar kita. mereka sangat membutuhkan uluran tangan para aghniyak, terutama dalam  menghadapi hari raya yang yang mulia ini.

Hadirin yang dirahmati Allah

Kondisi ekonomi umat yang masih belum bangkit, terutama bagi saudara-saudara kita yang tergolong dhu’afaa, terasa semakin sulit untuk memenuhi biaya hidup apalagi untuk meningkatkan kualitas pendidikan, kesehatan dan ibadah, karena biaya hidup semakin mahal. Di sisi lain masih ada saudara-saudara kita yang tidak peduli lingkungan, tidak ramah dan tidak santun dalam bertetangga. Padahal telah diberi Allah berbagai macam sumber rezki melebihi dari kebutuhan pokoknya. Mestinya bulan Ramadhan telah berhasil menyemaikan benih-benih kearifan dengan harapan dapat melahirkan sifat-sifat terpuji dihadapan Allah, seperti ingin membantu dan menolong  terhadap sesama tanpa harus menunggu yang bersangkutan meminta atau menadahkan tangan terlebih dahulu. Sadarilah, Rasulullah SAW bersabda “bahwa tangan yang di atas itu(pemberi) lebih mulia dari tangan di bawah (penerima)”. Seminimal-minimal sikap yang harus dibangun  adalah; menampakkan diri hidup dalam kebersamaan dan saling pengertian dalam nuansa ukhuwah Islamiyah. Rasulullah SAW bersabda; “Tidaklah sempurna iman seseorang, manakala ia belum mencintai saudaranya se iman sama dengan mencintai dirinya sendiri”.

Karenanya di saat kita memasuki Syawal ini, dimana masing-masing kita telah memproklamirkan diri sebagai orang yang bertaqwa, barangkali sudah saatnya kita melakukan introspeksi mengkritisi diri apakah hidup kita telah mampu beradaptasi dan berasimilasi dengan  sifat-sifat utama dalam koridor akhlaqul karimah;  seperti hidup sederhana, disiplin dalam beribadah, optimis menghadapi masa depan, kreatif dalam beribadah dan produktif dalam beramal. Tidak mubazir dan berpoya-poya, apalagi tidak peduli dan tak mau membantu sesama.

Meskipun ada yang selama bertahun-tahun sempat terperangkap dengan gaya hidup konsumeristik dan hedonistik, sehingga segala sesuatunya telah berlebih dan tak tahu lagi mau diapakan. Dengan hikmah Ramadhan mudah-mudahan sifat rakus dan tamak yang mungkin melekat pada diri kita segera mencair dan hilang tak berbekas. Maka berbahagialah kalau kesadaran itu sudah muncul untuk kembali ke jalan yang benar sebagai buah dari hikmah Ramadhan yang penuh berkah.

Hadirin yang dirahmati Allah

Lihatlah isi lemari dan koper, mungkin banyak pakaian sudah menumpuk, banyak sepatu dan sendal tak terpakai, sedang kualitasnya masih bagus dan kuat. Pilihlah dengan hati yang ikhlas, kemudian serahkanlah kepada karib kerabat dan tetangga yang membutuhkan. Tahan dan kendalikanlah diri untuk tidak lagi memperturutkan hawa nafsu menumpuk-numpuk harta kekayaan. Sebaliknya biasakanlah diri  untuk  menikmati rezki pemberian Allah yang telah diterima secara rutin dengan penuh kesyukuran yang mendalam. Berhentilah berpoya-poya dengan memperturutkan  serba model apalagi asesoris yang serba mahal. Janganlah masih berniat untuk mengirim karangan bunga sebagai ucapan selamat atau duka yang dilatar belakangi karena gengsi dan terima kasih yang serba semu dan dalam niat yang tercemar. Ingat perilaku seperti itu jauh dari keikhlasan dan termasuk mubazir yang dilarang agama.

Allah SWT, tidak menyukai sifat berlebih-lebihan, sebagaimana yang disinggung dalam al-Qur’an: “Dan janganlah kamu sekalian berbuat israf (berlebih-lebihan), sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan)” . (Q.S.Al-An’am: 141). “Dan janganlah kamu berbuat mubazir, sesungguhnya orang-orang yang bebuat mubazir itu adalah teman-teman Syetan”. (Q.S.al-Isra: 26-27).

Hadirin yang dirahmati Allah

Demikianlah khutbah kita hari ini, mudah-mudahan ada manfaatnya bagi kita semua, terutama bagi khatib sendiri.

أقول قولى هذا و أستغفر الله العظيم  فاستغفروه انه هو الغفور الرحيم

Khutbah Kedua

ألحمد لله رب العالمين وبه نستعين على أمور الدنيا و الدين

أشهد أن لا اله الا الله وحده لاشريك له وأشهد أن محمدا عبدهورسوله لانبي بعده

 أللهم صل وسلم على نبينا محمد وعلى أله و أصحابه ومن والاه ومن تبعهم باءحسان الى يوم الدين

 أما بعد فيا عباد الله أوصى بنفس و اياكم بتقوى الله حق تقاته لعلكم تفلحون

أللهم اغفرللمؤمنين والمؤمنات والمسلمين والمسل

Exit mobile version