YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah-Saat ini hampir semua anak balita di Indonesia mengikuti pendidikan usia dini seperti Taman Kanak Kanak atau Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Menurut anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Pusat, Rita Pranawati, pendidikan usia dini merupakan pondasi pendidikan yang sangat penting bagi setiap anak karena ditempuh pada usia emas (golden age).
PAUD dibutuhkan agar anak bisa mempersiapkan diri sebelum memasuki jenjang pendidikan formal Sekolah Dasar. Pendidikan usia dini melatih anak untuk bersosialisasi dengan teman sebaya dan berinteraksi dengan lingkungan yang lebih luas di luar rumah. Oleh karena itu, kata Rita, materi pendidikan lebih banyak dalam bentuk aktivitas bermain dan bersosialisasi. Meskipun bukan termasuk pendidikan formal, pendidikan anak usia dini akan menjadi tempat peningkatan kemampuan kecerdasan emosi dan ketrampilan hidup dasar lainnya yang dibutuhkan anak.
Dalam pengamatan Rita, tidak semua orang tua sanggup mendampingi dan mendidik anak usia dini dengan baik karena bermacam alasan seperti soal waktu maupun karena pengetahuan dan pengalaman. Dengan pendidikan usia dini, anak mendapatkan persiapan untuk memasuki dunia yang lebih luas.
“Membicarakan pendidikan usia dini di Indonesia, kita tidak bisa melupakan peran besar Nyai Ahmad Dahlan yang sejak tahun 1919 merintis berdirinya pendidikan usia dini di Kauman, Yogyakarta. Pada saat itu, Nyai Ahmad Dahlan terinspirasi dengan konsep pendidikan froebel yang dijalankan oleh Belanda untuk anak anak balita mereka,” urai Rita.
Rita menambahkan, Nyai Ahmad Dahlan prihatin karena saat itu banyak anak anak balita pribumi yang bermain tanpa bimbingan orang tua, yang harus bekerja sebagai buruh di perusahaan batik di sekitar Kauman.
“Melalui organisasi ‘Aisyiyah, Nyai Ahmad Dahlan mengumpulkan anak anak balita tersebut untuk diajak bermain dan belajar. Tidak hanya anak laki-laki yang diberi kesempatan untuk mendapatkan pendidikan ini, anak perempuan pun diberikan akses yang sama oleh Nyai Ahmad Dahlan. Padahal saat itu pendidikan masih menjadi ‘milik’ laki-laki. Nyai Ahmad Dahlan telah menerapkan prinsip perlindungan anak pada penyediaan pendidikan bagi anak-anak ini,” ulasnya.
Selanjutnya, ungkap Rita, pendidikan usia dini yang dirintis Nyai Ahmad Dahlan itu diberi nama Froebel Kindergarten ‘Aisyiyah. Nama Froebel Kindergarten ‘Aisyiyah kemudian hari berubah nama menjadi ‘Aisyiyah Bustanul Atfal yang artinya taman bermain anak Aisyiyah. Saat ini, ‘Aisyiyah telah memiliki Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Atfal (TK ABA), Taman Pendidikan Qur’an (TPQ), PAUD, dan pendidikan sejenis berjumlah puluhan ribu yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia.
“Keberadaan TK ABA juga menginspirasi organisasi lainnya untuk mendirikan pendidikan sekolah sejenis. Sekarang ini hampir semua orang tua di Indonesia yang punya anak usia dini selalu menitipkan anaknya untuk dididik di sana,” ujarnya.
Sebagai Komisioner KPAI, Rita Pranawati menilai bahwa sosok Nyai Ahmad Dahlan pantas disebut sebagai pahlawan perlindungan anak Indonesia. Bagi Rita, jasa Nyai Ahmad Dahlan sangat besar dalam menjadikan anak Indonesia menjadi pribadi yang mandiri dan berkepribadian baik. Melalui TK ABA yang dirintis Nyai Ahmad Dahlan, bangsa Indonesia telah berhasil menyiapkan generasi balitanya menyongsong masa depan yang lebih baik.
Pendidikan usia dini seperti TK ABA menjadi pondasi yang penting bagi pembangunan sumber daya manusia Indonesia. “Saya tidak bisa membayangkan jika Indonesia tidak memiliki sosok perempuan inspiratif seperti Nyai Ahmad Dahlan,” kata Rita.
“Kita harus berterimakasih kepada Nyai Ahmad Dahlan,” kata Rita yang menyambut baik akan ditayangkannya film Nyai Ahmad Dahlan. Rita berharap sosok Nyai Ahmad Dahlan bisa menjadi contoh dan teladan bagi perempuan Indonesia.
Seperti diketahui, Film Nyai Ahmad Dahlan yang diproduksi oleh IRAS film dan disutradarai oleh Olla Ata Adonara ini akan mulai tayang di bioskop 24 Agustus 2017 di seluruh Indonesia. (Ribas)