YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah- Ketimpangan infrastuktur pendidikan di pelosok nusantara dinilai cukup besar. Untuk mengantisipasi hal tersebut, Pemerintah terus berupaya dalam meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap dunia pendidikan yang salah satunya dengan semakin banyaknya melahirkan perguruan tinggi.
Kendati demikian, bagi Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan (Diktilitbang) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah kualitas dan mutu Perguruan Tinggi (PT) tetap menjadi sesuatu yang penting untuk menjadi sorotan. Hal ini disampaikan oleh Wakil Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah, Edy Suandi Hamid.
“Ini yang menjadi sorotan kami. Sekalipun masyarakat membutuhkan aksesibilitas yang tinggi dengan adanya jumlah PT yang mencukupi, namun masyarakat juga layak untuk mendapat PT dengan mutu terjamin,” tuturnya.
Menurut Edy, berkaitan dengan potret aktual dari dunia PT di Indonesia, pihaknya menilai bahwa Perguruan Tinggi Muhammadiyah Aisyiyah (PTMA) berhasil menjadi acuan bagi pembuatan regulasi terkait PT di Indonesia. “Acuan itu terkait orientasi pada kualitas dibanding kuantitas,” imbuhnya.
Meskipun demikian, Edy menuturkan bahwa pihaknya tak menampik bahwa kuantitas merupakan unsur yang penting. Menurutnya, sebelum membiarkan kuantitas alangkah baiknya hal tersebut juga dibarengi dengan adanya capacity building, sehingga menghasilkan PT yang berkualitas.
Banyaknya jumlah PT di Indonesia, kata Edy, akhirnya menyadarkan Pemerintah untuk kemudian menerapkan moratorium terbatas mengingat jumlahnya yang cenderung tidak terkendali hingga saat ini. Dengan adanya moratorium terbatas itu, maka perizinan pendirian PT untuk beberapa program studi di beberapa wilayah menjadi tak semudah sebelumnya.
“Muhammadiyah telah menerapkan pembatasan pendirian Perguruan Tinggi Muhammadiyah Aisyiyah (PTMA) ini jauh sebelum kebijakan pemerintah yang mulai diterapkan pada awal tahun ini,” jelasnya.
Hal ini menunjukan bahwa Muhammadiyah lebih dahulu menyadari bahwa peningkatan kualitas adalah sebuah keniscayaan. Hal ini juga dibuktikan melalui realisasi dari visi dan misi PTMA menjadi PT dan program studi yang unggul. Sehingga tak mengherankan jika Muhammadiyah telah berhasil menelurkan empat PTMA dengan akreditasi A yakni UMY, UMM, UHAMKA, dan UMS.
Walaupun demikian, Edy juga menyadari bahwa dari sisi kuantitas, jumlah PTMA relatif stagnan. Bahkan, secara kelembagaan maupun jumlah mahasiswa, terjadi penurunan dari sisi market share.
“Ini bukan disebabkan oleh penurunan jumlah PTMA atau jumlah mahasiswa, melainkan karena pertumbuhan PTMA jumlahnya dibawah angka pertumbuhan nasional,” ujarnya.
Tapi secara substansi, Edy mengklaim bahwa PTMA memiliki kualitas yang relatif lebih baik dibandingkan kebanyakan PTS ‘perorangan’, terutama PTS yang terdapat di daerah-daerah. Apalagi dari semua PTMA, jumlah institusi yang telah terakreditasi sudah lebih dari 48 persen. Sementara PTS lain masih berkisar di angka 20 persen.
Dari sini Edy pun optimistis bahwa PTMA bukanlah pemain pinggiran, karena PTMA dapat bermain di kelas menengah dan kelas atas. Bahkan, terdapat PTMA yang kualitasnya lebih unggul dibanding Perguruan Tinggi Negeri (PTN).
Adapun beberapa keunggulan yang berhasil diraih oleh PTMA di antaranya karena adanya sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Indikatornya terlihat dari jumlah guru besar atau pangkat fungsionalnya, serta jenjang pendidikan akademik dari staf pengajar atau dosen. Hal ini didukung pula dengan hasil riset dan publikasi yang berkualitas.
Tak hanya itu, seluruh keunggulan yang dimiliki PTMA juga didukung oleh sarana dan prasarana pendidikan yang baik serta proses belajar mengajar yang terstruktur, baik serta disiplin. Seluruh indikator tersebut tentu memiliki kontribusi dalam melahirkan lulusan yang unggul baik dari sisi akademis, keterampilan serta karakter.
“Indikator-indikator itulah yang membuat PTMA berhasil mendapatkan kepercayaan publik dan membuatnya menjadi pilihan bagi para calon mahasiswa,” ujar Edy.
Oleh karenanya, lanjut Edy, ia sangat sepakat dengan adanya moratorium pendirian PT. Menurutnya, meskipun kuantitas penting sebagai organisasi dakwah, namun kualitas jauh lebih penting sehingga PT mampu hadir sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan dapat memberikan manfaat yang optimal.
“PTMA hadir bukan sekedar ada, namun hadir untuk berkontribusi dalam melahirkan insan cerdas, percaya diri dan berakhlak mulia,” tambahnya.
Selain itu, ia juga menekankan bahwa masyarakat tak perlu khawatir akan adanya intoleransi atau radikalisme dalam PTMA, karena, visi PTMA dalam memajukan dan mengembangkan ilmu pengetahuan serta keterampilan untuk pembangunan dan masyarakat Indonesia dilakukan berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945. (Eric/Yusri)