Sikapi Perppu Ormas, Syaiful Bakhri: Ini Jalan Pintas Semata

Syaiful Bakhri

Foto Dok UMJ/SM

JAKARTA, Suara Muhammadiyah- Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 sebagai perubahan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan yang dikeluarkan oleh Presiden Jokowi menuai perdebatan. Pakar Hukum Pidana Indonesia sekaligus Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Syaiful Bakhri menilai bahwa perubahan yang ditetapkan dalam Perppu tersebut menunjukkan adanya ketidakpahaman pemerintah.

“Perubahan yang pada pokoknya hendak menerapkan asas contrarius actus dalam hal pembubaran ormas menunjukan bahwa ketidakpahaman Pemerintah terhadap kontsruksi UU Ormas dan masalah yang mendasar di dalamnya menjadikan pembentukan Perppu ini tidak relevan,” tutur Syaiful dalam pernyataan tertulisnya.

Sehingga, Syaiful menengarai bahwa penerbitan Perppu tersebut adalah jalan pintas yang ditempuh untuk melakukan intervensi terhadap kebebasan berserikat.

“Kami menganggapnya ini sebagai sebuah jalan pintas semata, kehendak untuk memudahkan kekuasaan dalam intervensi kebebasan berserikat menjadi satu-satunya yang tampak dalam penerbitan Perppu ini,” lanjutnya.

Hal lain yang menjadi keresahan adalah adanya penghilangan mekanisme peradilan dalam pembubaran Ormas yang tercantum dalam Perppu tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa UU  tersebut tidak memberikan jaminan perlindungan terhadap kebebasan berserikat. Termasuk, ditiadakannya ketentuan memberi peringatan terlebih dahulu terhadap ormas yang dianggap melanggar jelas menghilangkan salah satu ruh yang terkandung dalam UU Ormas tahun 2013, yang memiliki tujuan ‘pembinaan’.

“Penghilangan mekanisme peradilan dalam pembubaran ormas menunjukan bahwa UU ini tidak menjamin dilindunginya kebebasan berserikat melainkan mengancamnya. Dengan menghilangkan tujuan pembinaan yang sebelumnya justru menjadi ruh dalam Pembentukan UU Ormas 2013, terlepas isu “Pembinaan” dianggap sebagai kepentingan terselubung, Perppu Ormas meletakkan ormas sebagai musuh yang setiap waktu dapat dibasmi,” tukas Syaiful.

Berdasarkan berbagai kejanggalan yang dinilai di atas, Syaiful menganggap Perppu tersebut bukanlah solusi yang pantas. Menurut Syaiful, pemerintah seharusnya lebih fokus dalam merealisasikan pengesahan KUHP dan KUHAP yang baru dan modern.

“Fokus bernegara yang menisbikan penegakkan hukum yang adil jelas akan membawa malapetaka apabila tidak segera direnungkan,” tandas Syaiful. (Th)

 

 

 

Exit mobile version