BANTUL, Suara Muhammadiyah- Walikota Bandung, Ridwan Kamil berkunjung ke kediaman Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir, di Desa Tamantirto, Kasihan, Bantul. Pertemuan pada Kamis (20/7) malam itu membahas beragam dinamika kehidupan kebangsaan dan keumatan dalam bingkai Indonesia Berkemajuan.
Semula pertemuan ini diagendakan pada sore hari di kantor PP Muhammadiyah Jalan Cik Ditiro. “Tadi sempat ada beberapa kendala teknis yang menyebabkan kedatangan ke Jogja menjadi terlambat, kemudian silaturahim saya ke Muhammadiyah dipindahkan waktu dan tempatnya,” tutur Ridwan Kamil yang akrab disapa Kang Emil.
Kang Emil menambahkan, kunjungan kali ini bertujuan untuk menyamakan pola atau sistem pembangunan masyarakat yang dimiliki Muhammadiyah dengan sistem yang dijalankan di daerahnya. Menurutnya, konsep kemajuan yang diusung Muhammadiyah perlu untuk dibumikan dalam semua bidang, sesuai dengan tuntutan abad ke-21.
“Konsep kemajuan yang dipakai oleh Muhammadiyah, memilki keterkaitan erat dengan kemanjuan dan pola peradaban di masa sekarang ini. Dan pola demikian yang juga saya terapkan,” ujar alumni TK Aisyiah Bustanul Atfal Jalan Dago Barat, Bandung itu.
Sementara itu, Haedar Nashir menyambut baik kunjungan Ridwan Kamil dalam rangka saling berbagi pengalaman dan pengetahuan berkonstribusi membangun bangsa. Sebelumnya, Muhammadiyah juga sering menerima para kepala daerah dan pejabat tinggi negara dalam rangka saling bekerja sama mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur.
Haedar menyatakan, kunjungan dan silaturahim ini memiliki muatan historis antara sesama putra pasundan dan sebagai sosok yang dituakan. Namun lebih dari itu, pertemuan ini juga dalam rangka berbagi pandangan tentang keislaman dan keindonesiaan. “Kunjungan ini saling berbagi pandangan mengenai perkembangan keislaman dan keindonesiaan. Kang Emil memiliki visi yang sama, bahkan semangat Islam Berkemajuan,” tutur ketua umum PP Muhammadiyah kelahiran Bandung, pada 25 Februari 1958 silam.
“Keindonesiaan itu tempat kita bertemu seluruh elemen bangsa. Apapun agamanya, apapun daerahnya, suku, dan golongan. Keislaman adalah entitas yang besar di republik ini yang tetap berintegrasi dengan semua warga bangsa. Sekaligus juga berkonstribusi bagi bangsa dan negara. Tapi memang umat Islam perlu diberdayakan secara terus-menerus. Sehingga tidak hanya besar secara jumlah atau kuantitas,” urai Haedar.
Dalam membangun bangsa, kata Haedar, perpaduan antara keislaman dan keindonesiaan menjadi hal yang penting. Para elit bangsa perlu untuk meresapi nilai-nilai itu. Antara entitas keindonesiaan sebagai tempat berpijak bagi semua dengan entitas keislaman sebagai kekuatan mayoritas perlu untuk didudukkan dalam posisi yang proporsional. “Di situlah, perlu adanya ikhtiar dan kekuatan-kekuatan ekonomi, iptek, pendidikan, sumber daya manusia, dan pemberdayaan,” katanya.
Kiprah Kang Emil dalam membangun daerah, diakui Haedar, berbeda dengan para kepala daerah pada umumnya. “Dia (Kang Emil) kan walikota yang melakukan terobosan-terobosan. Membangun yang lebih berkualitas. Tetapi juga ramah terhadap lingkungan dan kemanusiaan. Muhammadiyah juga membangun terus-menerus,” ungkapnya.
Dalam kesempatan itu, Haedar juga sempat menyampaikan tentang perkembangan dan peran Persyarikatan Muhammadiyah terhadap bangsa ini. “Muhammadiyah telah memberikan sumbangsih kepada republik ini jauh sebelum Indonesia meredeka. Sumbangsih yang diberikan itu bukan hanya untuk umat Islam saja, melainkan juga untuk bangsa,” ungkap Haedar Nashir. (A’an ar/Ribas).